Sekuel Isabella

10.7K 1.4K 12
                                    

~

Isabella POV

Sejak membuka mata hari itu, aku tak bisa berhenti menangis. Harus apa lagi saat seluruh tubuhmu kaku, bahkan ucapanku menjadi gagu. Katanya aku sudah koma selama dua bulan! Baru dua bulan saja tubuh tak berguna dan hampir tidak bisa digunakan. Apa mungkin aku akan cacat selamanya?

Namun aku bisa bernapas lega saat dokter Nana bilang, semuanya normal. Dia sangat ramah. Mengingatkanku pada dokter Lana di dunia Wangja. Tante Aini, dan seluruh rombongan keluarganya pun dengan telaten mengurusku. Rasanya dulu aku terlalu sombong pada mereka. Sekarang aku malah menyusahkan.

Satu hari, dua hari, tiga hari, perlahan suaraku kembali normal. Meski kadang kala lidahku terpeleset tiap kali bicara. Itu mah wajar. Bahkan sebelum koma pun lidahku sering gak tau aturan. Itu kata orang. Padahal selama ini, bahasa-ku sangat santun kan? Kenapa orang-orang berpikir seperti itu? Mereka seenak jidat men-judge sembarangan.

Minggu-minggu berikutnya, aku mulai melakukan terapi. Entah itu menggenggam, menulis, berjalan, melompat, berasa balik lagi masuk TK tau gak sih? Semua motorik halus juga motorik kasar kembali di latih. Tentu aku harus bisa. Meski tidak mudah, tapi lagi-lagi dokter Nana, Tante Aini dan keluarganya, Mbak Hani, Mas Rian, semuanya memberiku semangat. Dan semua motivasi itu sangat berarti.

Intinya, kini aku lebih menghargai kehadiran mereka. Termasuk Abram. Anak Tante Aini yang paling cengos. Sekarang dia paling dekat denganku. Dia membantuku mengupas jeruk, membuka bungkus makanan, meski suapan pertama selalu berakhir di mulutnya, tapi tak apa.

Aku kembali pulang ke rumah setelah sebulan penuh menjalani terapi di rumah sakit. Kalau kelamaan tabunganku pasti terkuras habis. Untung masih punya uang simpanan. Setidaknya untuk biaya, tak harus menyusahkan Tante Aini.

Dan..

Tau tidak? Hal yang paling menyesakkan dada?

Yaitu saat sama sekali tak ada seorangpun yang bisa aku ajak bicara soal Angkasa. Hanya bisa diam seolah dia tak pernah ada. Rasanya tak adil. Dia bahkan berkorban banyak untukku.. Tapi adakah yang bisa mengerti?

"Bel.. Mas Rian tuh." Tante Aini masuk saat aku sedang melihat kembali ending novel Wangja yang bikin geram semua orang! Setelah novel ini, jika Nyonya Arini masih hidup, kemungkinan besar dia bakal di serang haters. Dia membuat Aksara menyedihkan. Dia mana bisa disebut Wangja? Sejak awal, Isabel selalu menganggap Angkasa-lah Wangja-nya. Dan hal itu pula yang panas diperdebatkan di kolom komentar.

Aku bergegas bangkit ketika Tante Aini bilang Mas Rian datang. Kenapa akhir-akhir ini dia seringkali datang? Padahal kalau nengok, sekali aja cukup. Bahkan tiap kali datang, dia tak pernah membawa apapun.

"Ekhm.. Mas Rian kayaknya ada hati sama kamu.." Celetuk Tante Aini pelan.

Sumpah! Merinding dengernya.

"Idih.. Aku masih normal Tan. Masih suka cowok tulen!" Jawabku.

Pltakk!

Kena jitak lagi. Padahal aku hanya membicarakan fakta.

"Pelan-pelan. Dia denger nanti!" Tante Aini melotot. Iya deh.. Takut gue .. Dahlah..

Mas Rian tersenyum anggun saat melihatku datang. Aku duduk di sampingnya, berniat mendengarkan apa yang mau dia ungkapkan.

"Bel.."

"Hmm?" Malas sebenarnya. Dia paling bahas wibu.

"Sumpah. Sejak sebulan lalu, gue mikirin ini dan gak ada jawaban sama sekali." Dia kayaknya agak ragu mengatakannya.

Pesona Antagonis (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang