Perpisahan

15K 1.9K 26
                                    

~

Pagi-pagi buta, seluruh anggota Boxing sudah bersiap untuk menuruni gunung. Kini anggota pendaki bertambah dua kali lipat karena petugas di setiap POS yang ikut bergabung.

Padahal kabut masih belum hilang. Namun perlahan cahaya terang dari matahari yang mulai terbit terasa menghangatkan. Tak masalah jika turun sekarang. Mereka bisa istirahat lebih awal di hotel, dan berendam air panas di malam harinya.

Angkasa masih menggenggam botol obat dari Isabel kemarin. Sepanjang malam dia menyesal kenapa tidak mengatakannya saja? Toh kenyataannya juga sama sekali tidak mungkin bisa berubah.

"Ketemu dimana?" Tanya Gandi tiba-tiba datang selagi menunggu yang lain bersiap turun gunung.

"Di saku jaket.." Jawab Angkasa.

"Pabella?" Gandi terkejut begitu menyadarinya.

Angkasa mengangguk.

"Terus? Lo bilang semuanya?" Gandi masih ingin tau kelanjutannya.

"Memangnya gue harus jelasin?" Angkasa malah balik bertanya.

"Lo gak jelasin padahal udah jelas?" Gandi paham betul karakter sahabatnya itu. Angkasa menunduk dan Gandi hanya bisa menyayangkan. "Kayaknya dia udah tau. Lo tau sendiri kemarin mukanya panik banget." Ujar Gandi.

Angkasa diam. Tak ada yang harus ia jawab.

"Sa.. Kalau di POS tiga Pak Bima gak nyiapin obat khusus dan pasukan medis khusus, kayaknya lo lewat. Gue gemeter liat lo udah gak bisa nafas." Gandi mengingat lagi kepanikannya kemarin. Benar! Ada sesuatu yang terjadi di POS tiga.

"Mereka mainin gue!" Angkasa terkekeh sinis. "Kenapa mereka dan obat-obatan itu gak ada di POS satu dan dua? Kalau gue keburu lewat gimana? Mati konyol gitu?" Tanya Angkasa selagi tersenyum getir. Kali ini Gandi yang tak bisa menjawab.

"BANGSATD!" Gandi hanya bisa meracau selagi melempar ranting dan terlihat sinis pada pasukan medis khusus yang menyamar menjadi penjaga POS kemarin.

"Yok! Semua kumpul!" Coach berteriak untuk briefing terlebih dahulu. Semua berkumpul siap mendengarkan.

"Terimakasih pada semua anggota Boxing yang sudah berhasil menaklukkan gunung Amazon!"

Prok
Prok
Prok

Semua bersorak gembira. Beberapa saling sikut bangga dengan dirinya sendiri.

"Kemarin kita naik sama-sama, sekarang turun pun bersama-sama. Ada banyak cerita di hari kemarin. Buat itu semua menjadi pelajaran berharga." Coach sempat menatap intens ke arah Angkasa. Mungkin ingat kejadian kemarin saat dia tiba-tiba collapse di POS tiga.

"Baiklah. Yok kak! Silahkan pimpin anak-anak!" Titah Coach pada asisten pelatih termasuk Dirga yang siaga untuk memandu pasukan.

Selamat tinggal danau Amazon.. Isabel sempat menggumam saat hendak meninggalkan puncak gunung.

Itu Angkasa. Dia berjalan lebih dulu bersama Gandi. Seperti biasa. Mereka tak terpisahkan. Haruskah cemburu? Menggelikan.

Kabut pagi itu masih sangat tebal. Isabel sempat beberapa kali melihat asap itu berubah menjadi abu-abu. Sepanjang perjalanan, mata Isabel mulai memberat. Bisa jadi karena semalaman ia tak bisa tidur karena sendirian di dalam tenda. Padahal usia Isabel sudah tak muda lagi. Kenapa harus takut tidur sendiri?

Itu..

Kabut abu-abu itu terlihat lagi. Tapi aneh. Kenapa asap itu berkumpul setinggi manusia tepat di sisi jurang? Ah.. Mengantuk. Harusnya semalam tidur biar satu atau dua jam saja.

"Pabella!" Angkasa tiba-tiba berlari ke arah Isabel yang entah mengapa limbung menuju asap abu-abu itu. Isabel terjengkang dan jatuh.

Gdbuk..
Srettt..

Pesona Antagonis (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang