Net | niat terselubung

150 46 9
                                    

Gerimis pagi membuat Net berangkat ke Daily of Gorgeous lebih awal. Ia enggak pengin terjebak lebatnya hujan dan berakhir izin libur kerja. Toh, atap rumah sudah diperbaiki, jadi enggak ada alasan buat ketar-ketir sedini ini. Ia yakin Chuchu akan baik-baik saja seorang diri. Bermodalkan payung lipat yang enggak terlalu besar--bagian lengannya masih terkena air, Net berjalan ke halte dan menunggu bus. Untunglah, ia belum ketinggalan.

Saat sampai, Net menyapa dua satpam yang berjaga di pos dekat gerbang. Salah satu dari mereka menawarkan mendoan dan secangkir teh hangat--milik pribadi biasanya hanya untuk basa-basi--yang dijawab dengan gelengan kecil. Bukan enggak berselera, Net juga belum sarapan, tapi ia mau cepat-cepat masuk gedung dan berganti pakaian yang agak lembap. Ia risi.

Lelaki itu menyapa ibu-ibu cleaning service yang belum selesai membersihkan ruangan redaksi. Maklum, masih pukul setengah enam. Ia saja yang sedikit gila sampai-sampai datang serajin ini. Net seperti kerasukan roh seorang workaholic yang super-ambisius. Nyatanya, sebelum masuk dan menaruh tas ke meja, ia lebih dulu membantu mengangkat barang, menata kursi-kursi yang semula dipinggirkan--untuk disapu, dan membuang sampah. Lumayan, pagi-pagi sudah ada yang mengucapkan 'terima kasih' dengan senyum semringah yang melegakan. Suatu bahan isi daya yang positif.

Tapi, ternyata ada yang lebih konyol. Net berpikir enggak ada siapa-siapa di sini, tahunya ada lelaki berkemeja abu-abu yang sudah sibuk merapikan berkas dan ….

Tunggu, ia melakukan itu bukan di mejanya sendiri, tapi di tempat Net.

"Tori?"

Sang empunya nama pun tersentak dan refleks mengusap dada. Ia juga otomatis merunduk dan memalingkan muka, membelakangi Net yang bak jelangkung tiba-tiba sudah di situ. Ia berdecak, merutuki nasib karena tertangkap basah. Kini, partner plus mantan kawannya itu mendekat dan memeriksa bungkusan di atas speaker.

"Jadi, lo selama ini yang ngasih gue ginian?"

Tori menelan ludah, lalu menoleh. "Ngasih ke Chuchu, lebih tepatnya."

"Iya, sama aja, yang jelas itu." Net lekas duduk, menyilangkan kaki, dan bersedekap. "Kenapa lo lakuin ini?"

"Em, berbagi aja sih, kan gue punya anak bulu juga."

"Lo anjing, gue kucing," ucap Net memperbaiki kalimat itu, yang malah terdengar seperti umpatan.

Tori pun menggaruk tengkuk. "Ya, nggak apa-apa."

"Gue nggak percaya. Udah, jujur aja. Ada maksud apaan?"

Lelaki yang belum mendapat name tag resmi itu lekas menarik kursi Ambon dan menghadap Net. Ia mempersempit jarak mereka sampai bisa mendengar bisikan, padahal belum ada pegawai lain di sana. Net cuma pasrah dan memutar bola matanya malas. Ia sudah menduga kalau anak kantor sini yang kerap mengiriminya hadiah, bahkan sampai rumah, tapi ia enggak kepikiran kalau itu Tori.

Agak kecewa. Sedikit.

"Jadi gini, gue lagi pedekate sama orang yang naksir berat sama Chuchu, tapi dia nggak sanggup bayar maharnya. Gue berniat ngasih, tapi sama aja belum cukup juga duitnya."

Net mengerutkan dahi. "Terus?"

"Kalau gue bayar separuh gimana, Net?"

"Hah? Gila ya lo?"

"Dengerin dulu," Tori mendudukkan Net yang niatnya mau beranjak, "lo lost contact, kan, sama Za? Dia udah nggak pernah ngehubungi lo sama sekali, kan? Padahal lo udah susah-susah jagain Chuchu, tapi dia malah ngilang. Gue yakin, dia baru muncul kalau udah nemu adopter nanti, Net.

"Apa hubungannya sama Za?"

"Ck, masak lo rela bagi hasil sama dia? Mending sama gue. Gue juga korbannya Jan, kalau lo lupa."

Nasib Ambyar Sobat Meong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang