Net | cari Chuchu

167 50 5
                                    

Chuchu hilang!

Itu bukan kalimat pertama yang mau Net dengar setelah berjuang bernegosiasi dengan Tuhan--agak lebay, tapi begitulah. Ia bahkan belum bisa bergerak dengan leluasa, jadi harus bagaimana? Pagi-pagi saat bangun sudah dibombardir permintaan maaf atas kelalaian Ais, plus ditinggal pula karena harus mencari anak bulunya itu. Andai bekas operasi ini bisa mengering secepat kilat dan tenaganya lekas pulih dalam hitungan detik, Net sudah berlari mengelilingi kompleks dan gang-gang kecil sekitar rumah.

"Sori, tadi gue tinggal telponan bentar, terus dia lari nggak tau ke mana. Tetangga nggak ada yang liat juga, Net."

Omongan Ais terngiang-ngiang di kepala. Net tetap berbaring sambil menatap jendela. Ranjang pasien di sisi kanannya masih kosong. Sejak dipindahkan, ia sendirian di sini. Berulang kali lelaki itu mendengkus dan memejamkan mata, memikirkan keberadaan Chuchu yang entah di mana. Ini pengalaman pertama, jadi Net belum memiliki referensi ke mana perginya kucing itu.

Apa mungkin Chuchu lari karena enggak betah bersama Ais? Jangan-jangan malah diperlakukan secara enggak baik. Bisa jadi ia pulang setelah itu, kan? Tapi, kata Tori enggak ada siapa-siapa di kontrakan. Besar kemungkinan, gumpalan bulu yang menggemaskan itu tersasar atau tersangkut di suatu tempat. Hah, Net mengembuskan napas panjang lagi.

Bagaimana makannya? Apa Chuchu menemukan tempat berteduh? Hujan di luar cukup deras dan angin Jakarta hari ini agak menjadi-jadi. Net mulai berkaca-kaca dan menarik selimut. Desahan kesekian kali membuatnya berpikir ulang dan terus meratap, pilihan yang ia ambil amatlah buruk dan enggak bisa dipertahankan. Nanti, kalau masih diberi kesempatan lagi, ia akan memeluk Chuchu erat-erat. Janji.

Laki-laki itu segera mengusap ingusnya yang hampir keluar. Ia mengambil ponsel dan mengecek notifikasi paling atas. Masih nihil. Kabar terakhir dari Ais, mereka--dengan Tori--sudah keliling ke mana-mana dan bertanya pada siapa saja, tapi enggak ada yang mengenali Chuchu. Bermodalkan foto lucu yang diambil dua hari lalu pun enggak ada hasilnya. Kalau sudah seperti ini, pikiran liar Net tertuju pada satu kesimpulan: kucing bulu pendek itu telah ditemukan oleh seseorang.

"Gue nggak bisa diem aja."

Sekali kepercayaan dipatahkan, akan susah membangun lagi. Begitu pula yang dirasakan Net. Ia hampir enggak peduli dengan ocehan Ais saat merengek memohon ampun tadi pagi. Dari rencananya yang mau menyerahkan Chuchu pada Tori-Leona tanpa sepengetahuannya saja sudah salah, apalagi sampai seperti ini. Terlalu gampang kalau langsung dimaafkan. Meski Net tahu gadisnya itu hanya mau membantu dan enggak berniat buruk, tetap saja yang dilakukan sebelas-dua belas dengan pengkhianatan.

Net berpegangan pada dinding, lalu berganti pakaian. Ia mengenakan kemeja abu-abu yang disimpan di laci paling bawah, lalu memakai jaket yang digantung di kapstok. Lelaki itu memesan mobil online, enggak peduli dengan ongkos yang agak mahal, mengingat tubuhnya masih ringkih dan enggak mungkin hujan-hujanan. Dapat keluar dari sini saja sudah sebuah prestasi, ia enggak bakal gaya-gayaan sok kuat. Untunglah kali ini bisa lolos dari penglihatan perawat, jadi ia keluar dengan aman.

"Makasih, Pak," ucap Net pada driver yang menawarinya payung sebelum masuk mobil.

"Pasien ya, Mas?"

Net tersenyum. "Kelihatan banget, Pak?"

"Pucat soalnya. Hujan-hujan mau ke mana, lho? Nggak istirahat aja."

"Pulang sebentar, Pak. Ada urusan."

"Nggak bisa minta tolong orang lain?"

Hening. Net hanya menjawab dengan gelengan kecil. Sopir itu cukup peka dan enggak nanya-nanya lagi. Mungkin di pikirannya muncul banyak spekulasi, seperti apakah Net yatim-piatu, atau introver garis meras, atau sebenarnya punya teman tapi sedang sibuk semua. Apa pun itu, benar-benar saja, kok. Net enggak akan marah.

Nasib Ambyar Sobat Meong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang