17 - How?

3.6K 407 6
                                    

Hanabi tersenyum sendiri membayangkan wajah terkejut Himawari. Hari ini, dengan mendadak ia dan kakaknya datang mengunjungi keponakannya. Sangat rindu. Apalagi ketika Himawari lebih memilih tinggal di tempat kumuh Naruto dibanding kediamaan Hyuuga. Namun, Hanabi paham betapa Himawari merindukan ayahnya.

Himawari sedikit bercerita tentang rumah tangga ibu dan ayahnya. Pekerjaan ayahnya sebagai hokage membuat quality time keluarga terbatas. Sebab itulah, jarang sekali Boruto dan Himawari menghabiskan waktu dengan ayahnya. Sampai-sampai Boruto kesal sendiri dengan ayahnya.

"Pasti Himawari akan suka," ucap Hanabi melihat buah tangan yang ia beli dari pasar.

"Ya, dia pasti suka," sahut Hinata dengan senyum manisnya.

"Ya 'kan. Wajahnya imut sekali ketika tersenyum lebar." Hanabi membayangkan hingga tersenyum sendiri. "Himawari sangat mirip denganmu, Nee-san."

Kedua pipi Hinata memerah malu. "Jangan begitu."

"Ayolah, kenapa? Himawari kan memang putrimu," goda Hanabi.

"Ssttt... Sebentar lagi kita sampai." Hinata berjalan mendahului adiknya. Semenjak Himawari mengakui Hinata adalah ibunya, Hanabi selalu menggodanya.

Hinata menaiki satu per satu anak tangga. Hingga mereka sampai di depan pintu apartemen kumuh calon suaminya.

"Sepi sekali," komentar Hinata. "Apa Naruto-kun pergi?"

"Mana mungkin dia pergi? Meninggalkan Himawari-chan sendirian? Tidak mungkin," celetuk Hanabi. "Pasti dia masih tertidur."

Hanabi membuka pintu apartemen Naruto tanpa permisi. Sudah terlanjur, terlambat mengingatkan adiknya. Akhirnya, sang kakak mengekori Hanabi memasuki apartemen suami masa depannya, eh (?)

"Di mana mereka?" keluh Hanabi tidak menemukan keberadaan Himawari maupun Naruto. "Mereka benar-benar pergi?"

"Naruto-kun pergi, ya?" gumam Hinata.

Hinata terdiam menatap tempat tinggal Naruto. Untuk seukurannya, sama sekali tidak patut ditinggali. Banyak sampah menumpuk, bahkan pakaian kotor tidak pernah dicuci.

Tak lama, pandangan Hinata beralih ke nakas. Sebuah pigura dengan foto Tim 7 di dalamnya dipajang. Ada beberapa foto lain yang ditempel di tembok.

Hingga Hinata mengingat sesuatu.

"Eh, bukankah Naruto sedang menjalankan misi bersama Killer Bee-san?"

Hanabi menatap horror sang kakak. Berarti Himawari—

Habislah kau, Naruto.

-

"Bagaimana, Sasuke-kun."

Sasuke bergeming di hadapan Sakura. Kemudian, menggeleng pelan.

Sakura menghela napas. Kepalanya menunduk ke bawah. Rasa putus asa terasa di dalam hati.

"Sai sedang berusaha meminta bantuan dari para ilmuwan hebat." Sasuke sedikit menjelaskan. "Berharap mereka dapat membuat sebuah portal."

"Berapa lama?" tanya Sakura lemah.

"Secepat mungkin."

"Aku sangat khawatir," ungkap Sakura sembari memijit kening. "Aku takut Sarada terluka."

"Khawatir memang wajar." Sasuke duduk di samping Sakura. "Tetapi secara tidak langsung kita menjaga Sakura di masa lalu."

"Bagaimana Sasuke-kun bisa seyakin itu?"

"Ikatan kita kuat, Sakura." Sasuke mengelus surai merah muda sang istri. "Mereka bisa merasakannya. Putri kita aman sampai kita menjemputnya."

Sakura mengulas senyum tipis. Perasaan gelisah dalam hatinya perlahan berkurang.

SARADA Goes To THE PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang