22 - Change

3K 327 14
                                    

"Ya, aku ayahnya."

Kembali teringat membuat kedua pipinya mengeluarkan rona merah muda. Kalimat itu terus terngiang-ngiang dan seakan memiliki arti lain.

Apa Sasuke-kun mengakuiku sebagai ibu dari putrinya? Pikirannya bercabang, tetapi tetap kembali pada titik awal.

Sedari tadi ia mencoba untuk bersikap biasa saja seakan tak terjadi apapun. Namun, di dalam dirinya seakan bergejolak ingin mengutarakan seluruh isinya dengan Sasuke.

"Mama," panggil Sarada seraya menarik bawahan Sakura.

"A—ah, ya." Sakura menetralkan napas. Sedikit terkejut kalau Sarada memanggilnya. "Ada apa, Sarada?"

Kedua pipi bakpao itu semakin menggembung pertanda kesal.

"Mama dari tadi tidak dengar Sarada memanggil?" Masih dengan gembungan sebal, Sarada bersedekap seakan menghakimi. "Padahal sudah Sarada panggil berulang-kali, hmph!"

"Ah, maaf, ya." Sakura tersenyum tak enak. "Mama kepikiran tentang pasien tadi."

"Pasiennya atau Yuki-san?" tanya Sarada ketus.

"Untuk apa Mama memikirkannya, hm?" Sakura menyamakan tingginya dengan Sarada. Wajah itu sudah sangat memerah dengan kedua pipi bakpao yang menggembung besar. Sarada benar-benar kesal diabaikan.

"Karena Yuki-san akrab dengan Mama," lirih Sarada kemudian. Suasana hati alien kecil itu berubah drastis. "Pokoknya, Mama tidak boleh dekat-dekat dengannya lagi, ya! Mama hanya punyaku dan Papa!" Sarada berseru tegas kemudian.

"Baiklah, aku hanya milik kalian," sahut Sakura pasrah. Anak dan ayah sama saja ternyata.

Sakura dan Sarada berlanjut mengobrol dengan selingan canda dan tawa. Ruang kerja Sakura diisi dengan tawa Sarada yang riang. Anak itu terlihat bahagia berada di sana bersama kedua orang tuanya. Baru pertama kalinya Sarada merasakan kehadiran ibu dan ayah secara lengkap, tidak hanya salah satunya saja.

Senyum tipis terulang di sana. Memang tidak bisa melebar lagi—terlalu gengsi. Namun, netra onyx tidak dapat berbohong. Terlihat sangat damai dan tentram di sana.

Tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan emosi dan dendam kepada sang kakak. Rasanya pun sekarang telah menyesal.

"Papa tidak mau ikut bermain?" tanya Sarada memecahkan lamunan lelaki itu.

"Bermainlah," tolak Sasuke halus.

Sarada tidak mengambil pusing. Anak itu segera mendudukan diri di lantai ruangan dan mulai bermain dengan berbagai mainan di sana.

Nyatanya, Sakura menyimpan banyak mainan di lemari ruangannya. Sangat berguna dan ampuh mengatasi anak-anak yang enggan diperiksa karena mereka memandang rumah sakit serta dokter dengan raut ketakutan.

"Sakura," gumam Sasuke. "Merasakannya?"

Sakura melirik Sasuke sekilas, lalu kembali memandang Sarada yang tengah asyik bermain. "Ya, Sasuke-kun. Aku merasakannya."

Dua chakra yang familiar.

"Rasanya aku tidak rela berpisah dengannya," lirih Sakura.

Sasuke menatap Sakura. Rasanya sama, tidak rela. Alien kecil ini seperti sudah menjadi bagian dari mereka. Melepaskannya memang sulit.

"Hayo, Papa! Menatap Mama terus daritadi," seru Sarada menciduk Sasuke.

Sasuke mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Papa tidak usah malu." Sarada sudah berada di gendongan sang mama. "Daripada Mama ditatap oleh laki-laki lain, baru tahu rasa."

Selanjutnya, Sarada mendapat lirikan tajam dari sang papa.

SARADA Goes To THE PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang