Dua cucu dari Hyuuga Hiashi—Boruto dan Himawari—amat dimanja oleh pemimpin klan yang tak lain merupakan kakek mereka. Tidak berbeda dari masa depan. Mereka mendapatkan kasih sayang yang sangat melimpah.
Selama menumpang di kediaman Hyuuga, kebutuhan mereka sangat tercukupi. Tidak kurang, justru lebih. Sehingga menciptakan rasa nyaman dan serasa tidak ingin kembali.
Apalagi dengan usia Hiashi yang lebih muda daripada di masa depan. Hiashi dapat meluangkan waktu untuk kedua cucunya setiap saat. Bahkan, ayah Hinata itu berani memamerkan senyuman lebar ketika bersama Boruto dan Hinata.
Kedua putrinya, serta Neji dibuat heran. Namun, mereka cukup menikmati perubahan signifikan dari Hiashi.
"Kakek, aku bawakan bunga matahari!" seru Himawari berlari menghampiri kakeknya yang tengah duduk di teras kediaman.
"Manis sekali, Hima-chan!" Hiashi mengangkat Hinawari dan berputar-putar riang di tengah-tengah kediaman. Serasa cukup, Hiashi berjongkok menghadap cucunya. "Bunganya sangat cantik, seperti Hima-chan. Senyuman Hima-chan layaknya bunga matahari."
Himawari tersenyum manis. "Terima kasih, Kakek."
Hiashi tersenyum. Tidak menyangka ia akan benar-benar menjadi seorang kakek di masa depan. Lalu, seperti ini rasanya menjadi seorang kakek. Selalu memanjakan cucunya daripada orang tuanya.
"Paman, mau kemana?" tanya Himawari menangkap keberadaan Neji yang baru saja keluar dengan setelan perang.
"Hanya pergi sebentar," jawab Neji berusaha senetral mungkin. Rasanya sulit menyembunyikan sesuatu dari Himawari. Penciuman keponakannya yang satu ini sangat tajam.
"Bohong," cetus Himawari menghampiri Neji. "Paman pasti pergi ke tempat yang jauh sehingga lupa pulang kemari."
"Aku selalu ingat dengan rumahku," sahut Neji mencubit Himawari gemas. Yakin? Di masa depan kau sudah terkubur dalam liang lahat. Lalu, menyatu dan memilih dikenang.
"Jadi, sudah tiba waktunya." Seluruh shinobi dari kelima desa besar sudah mulai bergerak dan membentu aliansi. Perang shinobi keempat tidak bisa terelakkan lagi. Uchiha Madara telah memicu seluruh perkara ini. Seluruh desa dibuat pusing dengan tingkah Uchiha Madara.
Selain itu, Uchiha Madara bukanlah lawan yang mudah. Tidak dapat diremehkan. Entah bagaimana orang itu yang seharusnya sudah berada di liang lahat malah kembali hidup. Seseorang membantunya untuk balas dendam terhadap Konoha. Dengan itu, ambisinya untuk menguasai seluruh dunia akan tercapai.
"Bagaimana dengan Hinata?" tanya Hiashi.
"Hinata-sama sudah berangkat terlebih dulu bersama timnya."
Hiashi mengangguk paham. "Semoga berhasil."
"Hima benar-benar tidak boleh ikut?" tanya Himawari memeluk Neji agar pria itu luluh. Nyatanya, tidak sama sekali. Tetap saja, tidak boleh. "Baiklah, Hima akan tinggal bersama nii-chan."
"Anak pintar."
Klan Hyuuga terkenal dengan identifikasi chakra-nya. Maka, tidak sembarangan orang bisa mengelabuhi Hyuuga begitu saja. Apalagi menyusup ke kediaman Hyuuga.
Namun, kali ini kedua penyusup ini datang dengan terbuka. Hiashi dapat merasakan chakra-nya, begitu pula dengan Neji. Kedua chakra yang amat dikenali—Naruto dan Sasuke.
"Papa!" seru Himawari.
"Hima, kau baik-baik saja?" tanya Naruto menyambut Himawari ke gendongannya. "Tentu kau baik-baik saja di sini bersama mereka."
"Masa depan, benar?" tanya Hiashi.
Naruto mengangguk mantap. "Terima kasih telah menjaganya. Aku datang untuk menjemputnya pulang."
"Tidak masalah." Hiashi memeluk Boruto gemas. "Bagaimana pun mereka adalah cucuku yang paling menggemaskan."
"Lepaskan, jii-chan," rengek Boruto mencoba melepaskan diri dari lilitan tangan Hiashi yang mengukungnya dalam pelukan.
"Anak perempuan itu pasti putrimu," kata Hiashi mengingat Sarada yang ikut tersesat di masa lampau. Ia sudah mendengarnya dari kedua cucunya. "Putrimu membuat Madara menunjukkan diri kemari. Akan kesulitan bagimu untuk mengambil putrimu kembali, apalagi perang akan dimulai. "
"Hn."
Hening.
Naruto melirik Sasuke jengkel. "Setidaknya tanggapilah dengan baik, dattebayo!"
"Hn."
"Menyebalkan sekali, -ttebayo!" sungut Naruto kesal.
Sasuke sama sekali tidak berubah. Masih dingin seperti kutub utara. Entah bagaimana Sakura bisa bertahan dengannya. Sebaiknya dengan Gaara saja—ups! Memikirkan ulang, Naruto tidak ingin kena bogem mentah dari Sasuke.
Boruto dan Himawari berlarian di halaman. Mereka bermain, memberikan waktu bagi orang dewasa untuk berbicara.
Beralih pada Neji. Naruto sungguh merindukan temannya yang satu ini. Sayang sekali, Neji gugur dalam perang demi melindunginya kala itu.
"Aku tidak menyesal," cetus Neji paham dengan tatapan Naruto. "Sama sekali tidak."
Naruto merupakan salah satu aset penting dalam perang. Dia dapat menggerakkan hati orang-orang dengan perkataannya. Itulah yang membuatnya spesial. Pantang menyerah.
Maka, Neji rela menukarkan nyawa demi Naruto. Ketika perang berlangsung, Neji sudah menyiapkan kemungkinan kalau ia tidak akan kembali hidup-hidup. Ia akan meninggalkan dunia demi melindungi Naruto.
"Arigatou na, Neji."
Sasuke melirik Naruto, berisyarat. Sudah waktunya untuk pergi. Mereka tidak dapat membuang waktu lebih lama lagi.
Sarada harus segera dijemput juga.
-
"Kenapa aku harus dengan dia?" Sarada menunjuk Tobirama terang-terangan. Sama sekali tidak menyetujui dengan ide ini —meninggalkan Sarada bersama Tobirama. Sungguh bencana.
"Tidak ada yang ingin tinggal denganmu juga," ketus Tobirama bersedekap dada.
"Aku ingin dengan Kakek Madara saja," pinta Sarada memeluk kaki Madara yang tengah berdiri di samping Hashirama.
"Sejujurnya, aku juga tidak setuju." Madara menghela napas sembari menatap Hashirama. "Tapi ini yang terbaik."
"Tidak sama sekali!" sanggah Tobirama dan Sarada berbarengan.
Hashirama tersenyum lebar. "Hanya untuk beberapa jam. Tenang saja."
Tobirama melotot. Lama sekali.
"Selama itu cobalah untuk saling akur," pesan Hashirama kemudian menghilang bersama Madara. Lalu, disusul Hiruzen dan Minato.
Perang sudah ada di depan mata. Mereka siap untuk melawan Zetsu dan segera menyegelnya. Mereka tidak akan membiarkan ibu Zetsu bangkit dan menghancurkan dunia, seperti yang dikatakan Madara.
Semua ikut andil, kecuali Tobirama dan Sarada. Mereka diputuskan bersama dan tetap bersembunyi di persembunyian Orochimaru.
"Tch, seharusnya aku ikut andil dalam perang sebesar itu," ucap Tobirama jengkel sembari memalingkan wajah.
"Berarti kau kurang kuat," celetuk Sarada.
"Apalagi kau," sahut Tobirama mendelik kesal.
Kemudian, mereka kembali memalingkan wajah ke arah yang berlawanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SARADA Goes To THE PAST
FanfictionCanon Version. [On Going] - Diolok-olok dengan dalih tidak memiliki ayah serta kacamata yang Sarada gunakan dikatakan dapat mempermalukan klan Uchiha. Sarada kecil hanya dapat menangis sendirian di bawah pohon sendirian. Benar apa yang dikatakan tem...