Beberapa menit sudah berlalu, tetapi seorang gadis bermata cokelat terang masih duduk terdiam sambil memikirkan rentetan kejadian yang ia alami beberapa hari belakang. Pikiran terus berkelana. Memikirkan segala kemungkinan yang membuat otak dengan kapasitas sedikit miliknya panas."Argh! Sebenarnya aku kenapa? Apa punya kepribadian ganda? Suwer deh. Bikin puyeng," ujar gadis itu sambil mengacak rambutnya.
Sang gadis merebahkan tubuh ke sofa merah yang ia duduki. Memandang kosong langit-langit ruang tamu yang bewarna putih polos. Kembali, pikirannya berkelana mengingat kejadian-kejadian menakjubkan yang membuat ia pusing sekarang.
"Dunia sana nyata 'kah? Atau hanya halusinasiku? Tapi, rasanya nyata sekali kalau dikatakan hanya halusinasi. Terakhir yang aku ingat, aku hampir mati. Truss tiba-tiba pas sadar malah lagi nongki cantik sama Jane. Serius, aku kenapa sih?"
"Tok. Tok."
Ketukan terdengar yang berasal dari pintu depan, mengalihkan perhatian si gadis. Sedikit malas, ia bangkit dari kasur. Berjalan gontai ke arah pintu. Ketika pintu terbuka, seorang pemuda bermata merah menyala berdiri di depannya.
Sejenak si gadis terpaku pada mata pemuda tersebut. Rasanya tidak asing, tetapi ia sempat berpikir apa warna mata itu asli? Apa pemuda yang kini berdiri dengan wajah datar di depannya memakai lensa kontak? Sedang cosplay, ya? Terlihat dari pakaiannya yang, emm-- nyentrik. Memakai jubah hitam dengan pin rantai sebagai pengait jubah. Pin-nya berbentuk bulan sabit dan memiliki untaian rantai lain.
Rambut si pemuda juga nyentrik. Bewarna abu-abu dengan beberpa bagian ada warna merah. Fix sih, pemuda itu sedang cosplay. Pantas saja si gadis merasa tidak asing dengannya. Namun, si gadis tidak mengenali karakter apa yang sedang dicosplay-kan. Mungkin ia lupa.
"Sia- eh sebentar. Fe, Fe apa. Ah, Felix, 'kan?" Tiba-tiba si gadis teringat dengan si pemuda kala menggali ingatannya.
Pemuda tersebut mengangguk samar. "Bagaimana keadanmu? Sudah lebih baik?" tanya Felix dengan suara terdengar khawatir.
"Eh? Aku baik-baik saja. Tapi, sebentar. Ini nyata, kan? Kau benar-benar Felix? Pemuda dari dunia sana?"
Anggukan samar diberikan Felix sebagai jawaban atas pertanyaan si gadis. Hal tersebut sukses membuat perasaan si gadis beragam. Bingung, senang, kaget saling hadir.
"Aku tahu kau pasti memiliki banyak pertanyaan. Boleh aku masuk?" tanya Felix ramah walau wajahnya datar.
"Eh iya silahkan. Maaf kita jadi ngobrol sambil berdiri begini." Si gadis menepi dari jalan pintu masuk. Mempersilakan Felix masuk dan menuntun pemuda itu ke ruang tamu.
"Mau minum apa?" tawar si gadis sebelum keduanya mendaratkan bokong ke sofa empuk bewarna merah.
"Tidak perlu," tolak Felix sambil mendaratkan bokong ke sofa tanpa dipersilakan oleh sang pemilik rumah.
Si gadis ikut mendaratkan bokongnya. Ia duduk di samping kanan Felix. Mata cokelatnya terus mengamati sang pemuda. Masih tidak percaya dengan kehadirannya yang sempat ia ragukan.
"Sebelum aku bercerita, aku akan jujur padamu. Namaku bukan Felix, tetapi Derion," ucap Derion.
Derion? Nama tersebut terdengar tidak asing di telinga si gadis. Lagi, ia menggali ingatannya. Ketika menemukan titik terang, ia terbelalak kaget dan memandang tidak percaya Derion. Refleks ia mengambil jarak seakan berwaspada kepada Derion.
"Reaksi yang normal," ujar Derion sambil manggut-manggut kecil.
"Beneran Derion? Raja Iblis? Kok?" Kembali otak si gadis dipakai bekerja keras.
![](https://img.wattpad.com/cover/322921326-288-k320800.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Because of the Light
FantasyTerpanggil ke dunia lain tidak pernah terpikirkan oleh Alsa. Baginya hal tersebut hanyalah cerita fiksi semata. Namun, ia malah terbangun di padang bunga asing setelah semalaman berpesta dengan teman-teman kantor. Bertemu beberapa orang berjubah bir...