♡ 13. Lagi-lagi Alsa diremehin ♡

2 1 0
                                    

Tempat ini sangatlah asing bagi gadis bermata cokelat. Taman bunga yang didominasi bunga Lavender kesukaannya. Merasa aneh juga dengan kehadiran kursi dan meja tidak jauh dari tempat ia berdiri.

"Selamat datang, Alsa," ucap sebuah suara yang asing di telinga Alsa. Namun, disaat yang bersamaan terdengar familiar.

Langsung, Alsa membalik badan. Melihat siapa pemilik suara barusan. Ketika mata mereka saling bertemu, Alsa ingat dengan wajah pemuda yang kini tersenyum manis untuknya.

"Kau?"

Pemuda itu. Pemuda yang Alsa temui di pasar-- di sungai. Seseorang yang membantu ia, tetapi malah ikut tercebur. Lalu menghilang tiba-tiba saat teman Alsa datang.

"Felix bukan?" tanya Alsa memastikan. Saking banyaknya nama baru yang ia kenal, Alsa takut malah salah nama.

"Iya, senang bertemu denganmu lagi, Alsa," jawab Felix masih dengan senyuman manisnya.

Kedua sudut bibir Alsa ikut terangkat. "Senang bertemu denganmu juga, Felix. Kenapa kemarin kau pergi tiba-tiba? Lalu apa kau tahu ini di mana?"

"Mari duduk dulu. Kita mengobrol sambil minum teh," ajak Felix berjalan terlebih dahulu ke kursi di susul Alsa.

Sebelum duduk, Felix menarik kursi. Mempersilakan Alsa untuk duduk terlebih dahulu. Lalu ia duduk di kursi satunya yang berhadapan dengan Alsa.

Melihat kembali wajah Alsa membuat Felix tidak berniat menarik senyumnya. Ini momen langkah. Sangat. Dalam setahun saja bisa dihitung berapa kali pemuda dingin, kejam dan bermata elang itu mengukir garis lengkung di wajah.

Mungkin jika para pengikutnya mengetahui Tuan mereka tersenyum terus seperti ini, mereka pasti mengira seseuatu yang buruk akan terjadi. Atau lebih parah bahwa Tuan mereka kehilangan ingatan dan menjadi orang lain yang berhati hangat.

"Kau suka teh Melati bercampur sedikit susu, kan?" tanya Felix sambil menuangkan teh ke gelas.

"Bagaimana kau tahu?" tanya Alsa balik. Penasaran bagaimana Felix tahu teh kesukaannya. Mereka saja baru bertemu dua kali-- terhitung juga kali ini.

"Aku melihatmu meminum teh ini di pasar," jawab Felix kali ini menuangkan teh ke gelasnya.

Kepala Alsa manggut-manggut mengerti. Benar kemarin ia berkeliling mencari penjuak teh tersebut. Ketika dapat wajahnya terlihat sangat bahagia. Mungkin Felix menduga dari raut wajahnya.

"Menjawab pertanyaanmu tadi, maaf aku pergi mendadak. Ada pekerjaan yang datang tiba-tiba. Soal tempat ini, ini hanyalah bayangan saja. Semuanya bayangan kecuali pikiran dan rasa teh serta makanan yang akan kau cicipi." Felix menjawab peryataan Alsa sebelumnya. Tidak terlalu rinci karena tidak mau Alsa membocorkan banyak informasi ke teman-temannya nanti.

"Sebentar? Bayangan? Bagaimana maksudmu?" tanya Alsa meminta penjelasan lebih.

"Seperti kau sedang bermimpi Alsa. Artinya ini tidak nyata kecuali yang aku sebutkan tadi," jawan Felix mengulang penjelasan sebelumnya dengan singkat.

Mimpi? Alsa jadi teringat dengan mimpinya tadi malam. Hampir mirip seperti ini, tetapi ia tidak mengenali bahkan melihat wajah pemuda dalam mimpinya semalam. Apa mereka orang yang sama?

Cepat Alsa menggelengkan kepala. Mimpi tadi malam mungkin benar-benar hanya bunga tidur. Lantas ia meminum teh untuk mengalihkan pikirannya. Ketika lidahnya merasakan teh tersebut, ia yakin ini teh terbaik yang pernah ia minum.

"Kau suka?" tanya Felix yang mendapat anggukan kecil dari Alsa.

"Baguslah. Aku akan sering membuatkannya untukmu," ucap Felix membuat Alsa mengerutkan dahi.

Meet Because of the Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang