Diskusi yang memakan waktu panjang serta pembahasan yang memanas akhirnya selesai. Satu persatu peserta diskusi meninggalkan ruangan. Terkamsuk Alsa. Gadis bermata cokelat itu bernapas lega ketika Zen mengatakan diskusi selesai. Otaknya sudah sangat panas dan ia tidak betah berlama-lama lagi di ruangan itu. Tatapan demi tatapan menakutkan terus menghampirinya. Ah sial! Alsa ingin sekali berteriak kepada mereka untuk berhenti menatap seperti itu.Saat Alsa hendak meninggalkan ruangan, Re menahan pergelangan tanganya. Menatap dengan wajah datar, tetapi mata penuh penyesalan.
"Maafkan aku, karenaku kau terluka dan darah Derion berada dalam tubuhmu," ucap Re enggan menatap mata Alsa. Padahal ia sangat suka melihat warna serta kilauan mata gadis di depannya.
Alsa menepuk pelan bahu pemuda ras Naga itu. "Tidak apa-apa, Re. Ah iya. Ada yang ingin kutanyakan. Derion itu siapa? Apa darahnya segitu berbahaya masuk ke tubuh seseorang?"
Re diam sejenak. Menimbang apakah ia harus menjawab pertanyaan Alsa atau tidak. Enggan memberi rasa khawatir kepada gadis yang menarik perhatiannya itu.
"Kau akan tahu dengan sendirinya, Alsa. Soal darah, wahh iya. Sangat berbahaya. Aku salut kau bisa bertahan. Mungkin karena kau adalah yang terpilih."
Bukan. Bukan Re yang menjawab barusan. Melainkan seorang pemuda dengan raut wajah selalu bahagia dan mata penuh binar serta rasa penasaran. Ia ikut nimbrung obrolan Re dan Alsa. Menjawab mewakilkan Re karena tahu sahabatnya itu enggak menjawab.
"Ah soal yang terpilih, apa aku benar-benar yang terpilih. Aku masih tidak yakin. Maksudku, aku tidak bisa apa-apa."
"Kau sudah menanyakan hal tersebut tadi dan sudah mendapat jawabannya. Terima saja bajwa kau memang yang terpilih," ucap seorang pemuda bermata merah menyala. Berjalan menghampiri ketiganya dengan tatapan intesn untuk Alsa.
Glek! Alsa menelan ludah. Ia masih belum terbiasa dengan tatapan pemuda tersebut. Rasanya masih menyeramkan dan mengalahkan tatapan sinis Cella.
"Jika kau sudah selesai mengobrol, datanglah ke tempat tadi pagi. Kita akan memulai latihan untukmu." Pemuda mata merah itu berlalu dari ketiganya.
Alsa menatap punggung si pemuda. "Apa Ciel memang selalu menyeramkan?"
Sontak Re dan pemuda satunya mengangguk serentak.
"Oh iya ada lagi yang ingin kutanyakan. Re, kau juga yang terpilih?" Alsa beralih menatap Re.
"Iya," jawab Re langsung dan singkat.
"Sudah kuduga. Berarti elemen kita sama? Kenapa tidak kau saja yang melatihku? Kenapa harus Ciel?" tanya Alsa berharap Re mempertimbangkan dan mau melatihnya.
"Tidak bisa, Alsa. Re tidak tahu bagaimana cara mengajari seseorang dari dasar. Terlebih lagi dia harus pergi memeriksa kesiapan ras Naga."
Lagi bukan Re yang menjawab. Melainkan pemuda beraut bahagia itu. Kata-kata yang barusan ia ucapkan sukses membuat Re menatap sinis dirinya. Walau apa yang ia katakan benar, tetapi entah kenapa rasanya menyebalkan.
"Begitu. Terkahir. Siapa-siapa saja yang menjadi yang terpilih?" Sejak dijelaskan ciri yang terpilih, Alsa sudah penasaran siapa saja mereka.
"Anka, seorang Elf dari keluarga Berian. Keluarga terpandang di kaum Elf hutan Renia. Dia duduk di sana tadi." Pemuda raut bahagia menujuk kursi paling sudut sebelah kiri.
Sejenak Alsa mengingat-ingat sosok yang duduk di sana. Ketika ingat, ia mangut-manggut kecil.
"Kedua Cello, kembaean Cella. Kau pasti ingat dia. Cello pemilik tanda lahir daun, terletak di leher bagian belakang. Terakhir Aria. Gadis yang berasal dari dunia yang sama denganmu, tetapi bertolak belakang darimu. Begitu sampai di sini, dia langsung menerima dirinya yang terpilih. Tidak banyak bicara dan sedikit sombong," lanjut pemuda itu sambil membayangkan saat dirinya menyapa Aria. Mendapatkan tatapan sejenak dari si gadis lalu pergi tanpa mengatakan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Because of the Light
FantasiaTerpanggil ke dunia lain tidak pernah terpikirkan oleh Alsa. Baginya hal tersebut hanyalah cerita fiksi semata. Namun, ia malah terbangun di padang bunga asing setelah semalaman berpesta dengan teman-teman kantor. Bertemu beberapa orang berjubah bir...