♡ 2. Biarkan Alsa menolak! ♡

8 3 0
                                    


Sebisa mungkin Alsa mengontrol diri untuk tidak gugup. Ditatap begitu lekat oleh beberapa orang asing-- dengan air wajah beragam-- sungguh menyiksa batinnya. Ia serasa sedang di interview pada tahap lanjutan saat melamar kerja, atau diinterogasi oleh pihak HRD karena telah melakukan kesalahan saat bertugas.

Berulang kali batin Alsa mengatakan ia harus memasang wajah tegas. Agar ketika mengutarakan keinginannya untuk kembali ke dunia asal, langsung dituruti. Namun, ketika mata cokelat terang miliknya bertemu pandang dengan mata merah darah milik seorang pemuda berambut cepak, nyali si gadis langsung ciut. Kembali ia menunduk dan menatap kepalan tangan yang mulai gemetar.

"Ciel, kau membuat dia takut," ucap Zen yang duduk di samping Alsa. Menyadari kegelisahan si gadis.

Tidak. Itu bukannya membantu Alsa. Malah membuat image bahwa ia lemah. Argh! Bagaimana ini? Kenapa si gadis gampang sekali gugup hanya karena ditatap begitu.

Terdengar helaan napas ringan dari Ciel. Pemuda pemilik mata merah terang itu masih menatap lekat Alsa. Seaakan tatapannya sedang memeriksa keseluruhan si gadis.

"Aku hanya menatapnya dan bukankah sudah kukatakan. Jangan memanggilku Ciel," tukas Ciel menatap sejenak Zen dengan sinis lalu kembali menatap Alsa.

Sekarang Alsa menyesal. Kenapa ia memilih ikut Zen. Katanya hanya mengobrol sambil meminum teh Lavender, nyatanya tidak. Begitu sampai di sebuah tempat megah serta luas, didominasi warna emas-- yang si gadis asumsikan sebagai Kastil-- ia malah dibawa keruangan seukuran kamarnya. Di dalam ruangan itu sudah ada lima orang duduk seolah menanti kedatangannya.

Benar ada teh lavender di meja. Benar juga akan mengobrol, tetapi Alsa kira hanya ia dan Zen saja. Kenapa ada orang lain? Terlebih semuanya terlihat menyeramkan.

Terutama pemuda yang dipanggil Zen, Ciel. Di antara yang lain Ciel paling terlihat seram. Dengan rambut cepak dan beberapa goresan luka di wajah, ia menduga pemuda itu sangatlah garang. Rambut indigonya serta rahang tegas dengan mata tajam semakin membuat kesan seram pada pemuda itu. Jangan lupakan suara berat, serat dan dalam milik Ciel. Ketika mendengar ia berbicara, bulu kuduk Alsa merinding.

Pemuda di samping kanan Ciel juga memiliki aura yang mirip dengannya. Hanya berbeda di tatapan mata saja. Pemuda pemilik rambut setengah-setengah itu-- bagian tengah ke kanan bewarna biru gelap, tengah ke kiri bewarna salmon-- tidak menatap setajam Ciel. Walau begitu, tetap saja menyeramkan.

Pemuda di samping kiri Ciel memiliki tatapan hangat, tetapi terlihat mematikan. Seakan menyimpan dendam tersendiri untuknya. Dari perawakannya, seperti seumuran Alsa. Rambut panjang mungkin sampai sepinggang. Dikuncir kuda dengan tali pita bewarna senada mata-- hijau lumut-- menghiasi rambut.

Sisa dua pemuda. Satu duduk di sebelah Zen. Mata kuningnya menatap tidak minat ke arah Alsa, tetapi begitu tajam. Tanpa ekpresi sama sekali membuat si gadis tidak tahu sebenarnya apa arti tatapan itu.

Pemuda terakhir duduk di sebelah Alsa. Berbeda dari keempat pemuda lain, ia satu-satunya yang menatap penuh minat dan sangat ramah. Namun, karena hal itu si gadis merasa terganggu. Menduga si pemuda seseorang yang banyak tanya-- tersirat dari kilau matanya.

"Hei, hei. Kata yang lain elemen dasarmu api, ya? Keren. Kau bisa berlatih bersama Ciel," ucap pemuda di samping Alsa sambil menopang dagu dengan kedua tangan.

Sontak Alsa mengangkat wajah. Menatap sebentat si pemuda lalu beralih ke Ciel. Karena Ciel masih menatap tajam dirinya, langsung saja Alsa menundukan kepala.

"Gadis seperti dia berelemen api? Meragukan," gumam Ciel.

Seperti dugaan Alsa. Mereka meragukan dirinya. Image tegas yang ingin dibangun sudah sirna.

Meet Because of the Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang