Void ( Chapter VIII )

185 23 7
                                    











*

Jay memarkirkan mobilnya dengan serampangan dan berbegas untuk berlari ke arah IGD. Pria itu berlarian untuk mencari keberadaan Hanni. Ternyata korban dari kecelakaan di depan kantornya bukan hanya gadis itu saja, tapi ada 5 orang lagi.

Jay pun meyibak beberapa gorden rumah sakit, mengabaikan teguran dari beberapa pasien. Langkah kakinya melambat saat melewati red zone. Pria dengan rahang tegas itu melihat Hanni, gadis itu sedang terbaring di salah satu stretcher dan di kelilingi tenaga medis.



"Defibrillator!"

Seorang dokter bersuara tegas, meminta definrillator ke pendampingnya lalu memberikan kejutan listrik ke jantung Hanni.



"Hanni?!"

Jay hendak mendekat ke arah gadis itu namun pergerakkannya di hentikan oleh salah satu petugas medis karena pasien yang Jay maksud sedang mengalami cardiac arrest dan sedang di berikan penanganan khusus.



"Haah..."

"Waktu kematian 01:30 PM, 30 November 2022. Karena shock hipovolemik, pasien ini.....meninggal dunia."

Dokter yang menangani Hanni pun mengumumkan kematian gadis itu setelah kejutan listrik pada jantungnya tak lagi bisa mengembalikan ritme jantungnya yang terhenti.




"TIDAK! TIDAK! TIDAK MUNGKIN! MINGGIR!"

Jay histeris dan memberontak sekuat tenaganya saat mendengar ucapan dokter tersebut. Pria itu mendorong beberapa orang yang menghalanginya dan menghampiri Hanni.


"Hanni?! Hanni, bangun. Ini Jay, saya sudah disini. Ayo bangun! Buka matamu, hm? Bukannya kamu ingin mengatakan sesuatu? Ayo buka matamu dan katakan sekarang juga, saya akan mendengarkan nya dengan baik."

Jay menggenggam erat tangan Hanni yang dingin. Pria itu masih berusaha mengajak Hanni berbicara, dan berharap gadis itu menjawab pertanyaan darinya.


Seseorang dari belakang menepuk-nepuk bahunya namun Jay dengan kasar menepis tangan tersebut.



"Hanni? Saya mohon, berbicaralah. Katakan sesuatu, buktikan bahwa yang di katakan oleh dokter itu tidak benar."

Jay semakin erat menggenggam tangan dingin gadis itu. Kepalanya menunduk dalam dan air matanya kini tidak dapat lagi terbendung, pria itu menangis.
Menangis pilu karena gadis yang dicintainya kini telah pergi.




Seseorang di belakang Jay kembali menepuk-nepuk bahunya, namun kali ini dengan tepukan yang lebih keras.


"Sajangnim? Jay? JAY?!"

Sunghoon memanggil pria itu dengan suara yang keras. Bahkan kini Sunghoon mengguncangkan bahu Jay.



"Hhh?!"

Jay terbangun karena mendengar suara keras Sunghoon. Pria itu menegakkan kepala lalu memijit pelipisnya. Kepalanya terasa pening karena terbangun secara tiba-tiba.



"Heh? Lu mimpi apaan sampai nangis segala? Mana di banguninnya susah."

Sunghoon bertanya kepada Jay sambil menunjuk ke pipi Jay yang basah.


"Bukan apa-apa. Ini cuma iler aja, njir. Sekarang jam berapa?"

Jay berbohong pada Sunghoon. Pria itu buru-buru menghapus air matanya, ada sedikit rasa lega karena kejadian tadi ternyata hanyalah mimpi belaka.


"Pukul 01:10. Pertemuan dengan klien di hotel Signie sebentar lagi, jika kita berangkat sekarang mungkin tidak akan terlambat."

Sunghoon kembali ke mode formalnya. Pria pucat itu melihat ke arah Jay setelah mengecek arloji di tangannya.


Espace vide de HanniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang