10.Kenyataan Yang Menyakitkan

346 61 185
                                    

"bang?" Panggil Nathan

"Hm?"

"Permisi.. boleh saya masuk?" ucap dokter yg baru saja memasuki ruangan.

"Ya, silahkan masuk aja dok."

Dokter tersebut tersenyum. Lalu memberi tahukan "hm, dek Reza. Karena kondisi kamu yg harus segera cuci darah maka, kami akan melakukan operasi kecil untuk pembuatan akses pembuluh darah dengan kateter Vena dahulu. Setelah beberapa Minggu kami akan melakukan operasi AV vistula yg ideal untuk jangka waktu panjang. Bagaimana, kamu siap?" Jelas dokter itu.

Nathan cengo/bingung. Ia tak paham apa yg baru saja dokter itu katakan. Ia berdeham sedikit menutupi kebodohan nya. "Pokoknya lakukan yg terbaik untuk kesembuhan Abang."

"Memangnya tidak ada cara lain selain operasi dok?'' tanya Reza. Jujur, selama ini dia itu takut jarum suntik. Bagaimana harus operasi cobaa.

"Udah deh bang. Ga usah banyak ngebantah, Gue tau Lo takut jarum suntik, Tapi ini demi kebaikan Lo." Cegah Nathan agar kakaknya itu tidak membantah, Atau bahkan menolak.

Reza diam menahan malu. Wajahnya memerah, sungguh ia malu. Bagaimana bisa adiknya itu membongkar rahasia yg ia sembunyikan rapat rapat dgn entengnya.

"Astaghfirullah keceplosan." Ucap Nathan setelah sadar akan apa yg baru saja ia katakan. "Hehe, maaf bang."

Sedangkan dokter? Ia hanya menahan senyum agar anak didepannya ini tidak terlalu malu. "Baiklah, oh ya. Ada satu info lagi, kamu boleh datang kerumah sakit untuk cuci darah seminggu 2 kali sepulang sekolah."

"Baik dok. Terimakasih infonya."

***
Sedari tadi Reza mendiamkan Nathan. Dia ngambek kayaknya.

"Bang, ih. Jgn diemin aku kayak gini dong.."

Reza cuek. Ia pura pura tak mendengar, padahal ia ingin sekali tertawa melihat adiknya itu sok imut.

Reza masih menahan senyumnya.
"Aaa, bang. Ayolah.." Nathan, menggoyang goyangkan lengan Reza.

Reza tetap cuek. Nathan berfikir keras, bagaimana caranya dia bisa membuat kakaknya bicara lagi?.

"Abang ih, jangan gitu. Bang, maafin nathan, ya?"

"Ih, kalo mau jadi tembok jgn sama Nathan ih. Masa iya tega Adeknya ngomong Ama tembok."

Reza berpura-pura tidur.

"Abang.. maaf ya? Ish, kata ustad, orang pemaaf Allah suka loh."

Tiba tiba terlintas satu ide di kepala Nathan.

Nathan meringis pelan. "Argh, sakit" teriaknya memegang perutnya.

Mendengar itu, Reza langsung membuka pejaman matanya.

Ia tak bisa menutupi kepanikannya. "Nathan, kenapa? Ada yg sakit, hm?" Tanyanya pelan.

"Sakit bang. Arghh, sakitt.." lirih Nathan

"Ya allah, sebentar dek. Abang panggilin dokter ya?"

"Jangan panggil dokter bang.." ucapnya pelan.

"Jadi gimana? Hm, Lo harus diobatin."

Reza berusaha menjangkau tombol disamping kasurnya. Padahal ia tidak boleh bergerak untuk sementara waktu.

"Bang, Lo mau ngapain?" Tanya nathan

Reza masih diam.
"Bang! Kata dokter Lo ga boleh bergerak dulu.."

"Tapi, kesehatan Lo jauh lebih penting." Dgn susah payah ia meraih tombol itu. Walaupun, sulit ia akan berusaha.

"Gue ga sakit. Tadi itu.."Nathan menjeda ucapannya.

"Tadi apa?" Tanya Reza.

"Abang baring dulu ya? Jgn maksain Diri buat duduk terlalu lama. Abang masih sakit."

Reza pun kembali berbaring diatas brankar nya.

"Jadi, tadi itu." Nathan memulai percakapan. "Gue tadi cuma bercanda bang, karena gue ga mau Lo diemin.." ucapnya pelan.

"Bercanda Lo ga lucu" ucapnya, kemudian memejamkan matanya dan menyelam didalam mimpi.

Bersambung..

kita sama namun berbeda. (Revisi Alur.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang