12.Hanya Janji Palsu.

234 40 116
                                    

Sudah berulang kali Nathan menghubungi Revan.

Nathan berdecak kala teleponnya tidak diangkat oleh bapaknya.

"Ayah dimana.." gumamnya pelan. Nathan menatap nanar ke arah handphonenya. Ia kesal bercampur sedih karena Revan tidak menjawab telponnya, padahal sekarang mereka sedang membutuhkan sosok ayah di samping mereka. "Bang Reza butuh ayah. Ayah bilang ayah sayang sama kami dan janji mau perbaikin semuanya.." gumamnya lagi.

"Arghh! Gue benci ayah. Kenapa ayah bohong!?" Nathan berteriak frustasi. Ia benar-benar sakit hati kepada ayahnya itu.

"Kenapa ayah kasih janji palsu, yah! Kenapa ayah kasih kami harapan kalo ayah ga bisa nepatin janji ayah." Nathan menendang kursi di depan ruang tunggu reza dengan sangat kencang. Ia berusaha meredam emosinya, namun ia tak bisa. Ia semakin kesal hingga menjadikan tembok sebagai pelampiasan amarahnya.

"Arghh!" Nathan memukul tembok rumah sakit dengan kencang hingga punggung tangannya berdarah.

"Nathan? Kamu kenapa hey" Ucap Clara yg kini berada didepan Nathan.

"Ra.. gue capek." Adunya pada Clara. Ia lelah, ia muak mendengar janji-janji palsu dari ayahnya yg tidak pernah ia tepati.

"Lo boleh cerita kok, gue siap dengerin dan kalo Lo kehilangan rumah buat berteduh, ingat ada gue. Gue bakal selalu nemenin Lo kok."

Perasaan Nathan menghangat mendengar semua itu, sekarang ia merasa tidak sendiri lagi. "Makasih Ra. Lo memang tempat paling best buat gue curhat, Lo bener bener udah kayak adik perempuan gue."

Hati Clara bagai terkena pisau, ntah mengapa rasanya sakit kala Nathan hanya menganggap nya adik, Tidak lebih."Ternyata Lo cuma anggap gue adik? Gue kira, Lo juga punya perasaan yg sama kayak gue. Ternyata... Engga" batin Clara.

Nathan memandang Clara yg tengah melamun bergelut dengan pikirannya."Ra? Kok bengong?" Tanya nathan menyadarkan Clara dari lamunannya.

"Eh iya apa? Gue ga bengong ko."

"Lo mikirin apa sih? Sampe sampe gagal fokus gitu." Tanya Nathan penasaran.

"Bukan apa apa kok." Elak Clara.

"Kalo Lo mau cerita langsung telpon atau datang kerumah gue aja. Pintu rumah gue terbuka buat Lo than, kalo Lo hilang bahu buat bersandar datang ke gue. Gue kasih bahu gue, buat Lo."

Nathan tersenyum tipis, "makasih perhatiannya Ra. Lo bener bener sahabat gue yg terbaik."

"Tetap semangat ya? Kalo Lo cape' nangis aja than, ga perlu sok tegar. Kalo cape' Lo istirahat aja. Tapi jangan nyerah ya, Lo bisa kok lewatin semuanya, Yakinlah pasti hari esok lebih baik dari kemarin. Semangat!" Ujar Clara menyemangati Nathan.

Bibir pucat itu menyuguhkan senyuman. "Makasih Ra."

"Bentar ya than. Gue ambilin kotak P3K ya?"

Tenggorokan Nathan sakit, karena menangis tadi. Makanya suara Nathan sedikit serak. "Ga usah Ra. Ini cuma luka kecil, Jangan lebay."

"Luka kecil? Itu berdarah woi."

***
"Baiklah, karena kondisi pasien sudah membaik maka kami mengizinkan pasien untuk pulang, tapi harus diingat, pasien tidak boleh lupa cuci darah ataupun minum obatnya tepat waktu."

"Baik dok"

"Kalau begitu saya permisi dulu, ya?"

"Iya dok"

Nathan mengetikkan sesuatu untuk ayahnya.

"Yah, di baca doang." Batin Nathan
***
Sekarang, didalam mobilnya Reza tampak melamun. Ia teringat akan sesuatu, itu adalah nasihat dari bundanya.

kita sama namun berbeda. (Revisi Alur.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang