13. perang

879 97 11
                                    

Aku marah. Iya aku sangat kesal dengan azi, mungkin aku cemburu. Iya aku tau aku cemburu. Perasaan ini benar-benar memainkan emosiku. Pagi ini aku berangkat kerja sendiri, karena beni kembali aktif anter jemput azi.
Sudah 3 hari aku dan azi tidak komunikasi, baik dari chat atau pun ketika ketemu. Di cafe sekalipun azi tak sekalipun melihatku, aku pun tak tahu masalahnya dimana. Namun ketika azi mendiamkanku, aku sakit hati dan marah.
Sabtu ini bakal hectic seperti weekend biasanya. Aku kebagian job di belakang, sedangkan azi seperti biasa di depan melayani customer. Sedikit lega, setidaknya hari ini aku bisa fokus kerja. Aku melakukan pekerjaanku dengan tenang. Namun ketenanganku sirna ketika aku tak sengaja melihat beni dan azi duduk berdua di pojokan cafe seperti biasa dengan teman-teman beni.
"Lyo, bisa minta tolong anterin pesanan ke meja pak beni ya, yang lain pada sibuk" ujar adi dari balik tirai. Aku mengangguk, mengankat nampan perlahan berjalan menuju meja mereka. Saat meletakkan minuman teman beni, mataku tertuju pada tangan beni yang menggenggam tangan azi di atas meja. Aku meletakkan minuman tanpa melepas pandanganku dari tangan itu.
Azi notice dengan tatapanku, perlahan ia melepaskan tangannya dari genggaman beni. Azi menatapku, aku mengalihkan pandanganku dan segera berbalik ke belakang. Aku berdiam sejenak sebelum mengantar pesanan makanan mereka. Aku mengatur napasku, memejamkan kedua mataku.

"Biar aku aja yang bawa" suara azi mengagetkanku. Azi mengambil nampan dari tanganku dan pergi. Aku menatap punggung azi, aku menggigit bibir bawahku, mataku terasa panas. Aku bergegas kembali ke belakang, menyibukkan diri dengan kerjaan yang sudah tidak banyak.

Closing pun usai. Teman-teman ada yang ngopi dan makan sebelun pulang. Aku mengambil jatah kopiku dan segera keluar cafe. Jalanku pun sudah tak semangat.
"Ada apa dengan azi dan beni?, apakah mereka pacaran?, kapan?" Pertanyaan ini memenuhi kepalaku, aku meminum kopiku perlahan hingga aku duduk di atas motorku.
Sesampainya di depan kos aku melihat pintu kamarku terbuka sedikit. Aku sudah tau azi pasti ada di dalam. Aku masuk dan melihat azi sedang menata makanan di atas mejaku.

"Aku tadi beli makanan buat kamu" kata azi dengan senyumnya. Aku hanya mengangguk, meletak barangku dan ke kamar mandi. Usai mandi aku duduk di samping azi. Ia menggeser makanan ke arahku, memberiku sendok dan garpu. Tanpa berkata aku memakan makanan itu. Aku menikmati makanan, namun di pikiranku ingin sekali bertanya banyak hal, aku memutuskan tidak berbicara sepatah katapun hingga makanku selesai.
Azi beranjak membereskan meja dan mencuci piring, aku membiarkan azi melakukannya sendiri. Aku menyalakan laptop, membuka netflix dan memilih film yang bakal ku tonton.

"Mau" tawa azi menyodorkan minuman kaleng padaku. Aku mengangguk dan mengambilnya. Kami masih diam tidak tau memulai dari mana.

"Kemaren kamu mau ngomong apa?" Tanya azi.

"Hmm udah lewat, udah ada jawabannya juga" jawabku

"Maksudnya?"

" ya kamu diemin aku berhari-hari, kamu selali jalan sama beni, terakhir kamu udah bisa mesra-mesraan depan teman beni" jelasku, ku teguk minumanku menghilangkan gugupku

"Mesra?"

"Kalau kamu gak ada apa-apa sama beni kenapa kamu mau digenggam tangan di depan teman-temannya?" Tanyaku tegas, ku tatap azi. Azi tergagap.

"Aku temenan lyo, aku belum ada hubungan apa-apa"

"Belum berarti akan?"

"Kamu kenapa sih lyo?, aku capek loh bahas masalah ginian terus"

"Karena kamu gak tegas, kamu bilang gak pacaran, tapi kamu selalu ngabisin waktu sama dia"

"Lalu kamu gimana?, kita ciuman tapi kita teman kan?" Tanya azi. Aku terdiam.

"Aku bingung lyo, aku nyaman sama kamu. Kamu teman terbaik aku. Aku juga nyaman sama beni, dia baik, pengertian dan gak pernah nyakitin aku untuk saat ini. Aku gak mau kehilangan kamu, aku juga gak bisa jauhin beni. Aku harus gimana?, aku mau hubungan aku, kamu, beni itu baik-baik aja. Bisa gak?

Butterfly & AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang