8. pernyataan

978 105 1
                                    

Sejak hari itu hubunganku dengan azi merenggang. Aku berusaha menyibukkan diriku dengan kuliah dan bekerja. Bahkan sudah beberapa kali aku tidak ikut hangout. Aku meakukannya karena merasa tidak nyaman jika harus berpura-pura tidak terjadi apapun. Berkali pula aku memberi alasan pada teman yang lain atas ketidakikutsertaanku.

Hubunganku dengan teman yang lain masih baik. Sesekali masi ngobro dna berbicara langsung di kampus. Namun untuk hangout aku tidak bisa, walaupun azi tidak ikut. Aku tidak mau mereka berpikiran bahwa aku tidak ikut dengan mereka karena azi.

Hari ini pun sepulang ngampus aku bergegas ke cafe untuk kerja. Sudah 2 minggu aku tidak berpapasan dengan azi. Ya, aku menghindarinya. Aku tau cemburunya aku bukan hal biasa, bukan karna persahabatan. Aku tau ini lebih. Namun aku berusaha tidak mengikuti perasaan ini lebih lanjut. Aku takut, takut ini bukan hanya melukaiku. Tapi juga melukai orang lain.

Hariku berlalu begitu cepat. Hanya ada aku. Aku termenung di kamar kosku, pandanganku tak kepas dari bungkusan obat yang ada di atas meja belajarku. Obat itu saksi obrolan kami malam itu. Ya, aku membawa puang obat itu, dengan diam-diam memasukkannya kembali ke sakuku. Aku tidak membuangnya, hanya meletakkannya di atas mejaku ntaj sampai kapan.

Hari ini hari sabtu, kuliah sedang tak ada jadwal. Pagi sekali aku keluar kamar dan bergegas olahraga pagi. Aku berlari mengelilingi komplek. Udara pagi ini membantuku lebih segar. Aku kembali ke kosan ketika matahari mulai cerah. Aku menyeka keringat di dahiku. Aku melewati rumah azi, dan berhenti ketika melihat sosok yang sangat tidak aku suka.

Azi menoleh padaku, pria itu tersenyum padaku begitupun ibu azi.
"Udah sarapan lyo?" Tanya ibu.. "sini ibu masak banyak loh, ada tamu juga. Ayo" ibu menarik tanganku. Aku masuk mengikuti ibu, azi dan beni berjalan di belakangku.

Di meja sudah ada keluarga azi yang sedang sarapan. Aku duduk teoat di depan azi. Sedangkan beni di sebelah azi. Ibu menuangkan makanan pada beni.
"Ayu makan, jangan malu. Ini pertama kalinya azi bawa temen laki-laki kerumah" ujar ibu menggoda azi, keluarga azi dan beni tertawa. Tapi tidak denganku.

"Kak lyo ada pacar gak?" Tanya adik laki-laki azi. Aku terdiam sejenak, semua mata menatapku. Tatapanku terhenti di azi.

"Gak ada, tapi kak lyo ada suka seseorang" jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari azi. Azi yang menatapku pun memghentikan makannya.

"Ciee... siapa kak?"

"Seseorang, orang yang deket banget sama kak lyo. Sekitar 1 tahun lebih.." jawabku memgalihkan pandanganku ke adik azi.

" rahasia ya kak?"

"Iya dong, soalnya kan belum tentu dia suka kakak" jawabku tersenyum. Aku melanjutkan makanku.

Selesai sarapan, aku dan azi mencuci piring. Kami memgerjakannya tanpa bicara. Aku membersihkan sabun dari piring yang sudah dicuci azi. Seketika tanganku bersentuhan dengan azi, kami terpaku. Azi menarik tangannya dan berbalik meninggalkanku. Aku menghela napas berat dan menyelesaikan sisa piring.

Keluarga azi sedang ngumpuk di depan tv. Mereka menikmati acara pagi sembari ngobrol dan memakan buah. Aku melihat azi dan beni duduk berdampingan di sofa. Aku mendekati mereka dan duduk di samping azi.

Aku tidak menikmati acara tv seperti yang lain. Ketika ibu beranjak ke dapur, aku pun beranjak masuk ke kamar azi. Hal ini udah hal biasa bagi keluarga azi ketika aku masuk ke kamar azi.

Aku merebahkan tubuhku disana. Mataku mengantuk, angin menerpa lembut wajahku dari balik jendela. Ah aku benar-benar mengantuk.

Aku terbangun. Aku bergegas duduk dan melihat ponselku. Aku terkejut, sudah jam 10.00. Aku tertidur, 2 jam?. Aku merapikan rambut dan bajuku. Ketika hendak keluar kamar, azi datang.
"Sudah bangun?" Tanyanya. Aku sedikit linglung, aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku sedikit malu.
Aku menggeser posisiku agar azi bisa masuk, azi membawa semangkuk buah potong dan meletakkan di meja.

Butterfly & AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang