2015, Lancaster Castle
Aku membuka mataku dan duduk di atas ranjang besarku dengan tiba tiba. Aroma bunga Lily tercium dengan kuat di kamarku, Aku melihat pantulan diriku di cermin yang terpasang tepat diseberang ranjangku. Sungguh mengerikan. Kau bangun dan melihat pantulan wajahmu sendiri dengan rambut kusut yang memenuhi sebagian wajahmu, bagaimana bisa itu tidak di sebut mengerikan?!
Cermin tersebut berbentuk oval dengan ukiran ukiran aneh, seperti peninggalan abad yang tidak kuketahui. Aku memiliki cermin itu sejak aku masih kecil, entah kenapa aku baru merasakan keganjilannya saat umurku melewati enam belas tahun.
Aku nyaris menjerit setiap pagi, -uh-oh, baiklah, setiap siang maksudku- saat melihat wajahku. Aku beranjak turun dari ranjangku "Ahh!" sungguh sial karena aku tersungkur saat bergegas turun dari ranjangku. Kelambu - kelambu sialan itu melilit kakiku sehingga aku terjatuh dengan keras ke lantai.
Untungnya aku tidak memecahkan beberapa vas bunga Lily ku.
Setelah pendaratan tidak elegant itu, aku berlari menuju pintu, sungguh sangat sial karena kamarku yang sangat luas membuatku harus berlari lebih cepat agar segera sampai di pintu putih besar itu.
Walau sebenarnya aku tinggal menarik bel, dan para pelayan dengan setia akan masuk membantuku. Setidaknya bantuan mereka tidak membuatku sendirian didalam kamar dengan cermin yang terasa mengerikan itu.
Kurasa, kesialanku tidak berhenti sampai didepan pintu kamarku saja. Rumahku yang besar layaknya kastil istana itu membuatku nyaris ingin menjerit. Atau lebih baik aku melompat hingga sampai lebih cepat dibawah.
Tentu saja aku tidak akan menggunakan pemikiran bodohku itu.
"My Lady, anda butuh bantuan?"
Aku menoleh dan hampir terjungkal kebelakang karena terkejut, "Astaga, kau mengejutkanku."
Ia tersenyum penuh penyesalan, "Maaf, My Lady. Anda sudah ditunggu diruang makan. Apakah anda ingin membersihkan diri dulu? Saya bisa memanggilkan pelayan untuk membantu anda."
Aku mengangkat tanganku, "Tak perlu, aku akan segera turun."
Ibuku, Lady Clarence Lancaster tampak kesal melihatku yang belum bersiap siap. Aku merasa bukanlah seorang Lady dengan kebiasaan burukku, suka berteriak dan terlambat melakukan apapun yang seharusnya pertama kali aku lakukan.
Untungnya ayahku tidak begitu suka mencampuri urusanku. Bukan, maksudku, ia tidak banyak bicara tentang urusanku tapi langsung mengeluarkan tindakan yang membuatku merasa seperti di lemparkan kedalam lahar panas. Spontan dan tak jarang memalukan.
"Kau adalah bangsawan, Lady Cara Lancaster, bersikaplah layaknya bangsawan. Abad boleh berganti, tapi tata cara kelakuan kita, tetaplah sama. Jangan kau mengikuti perubahan yang buruk itu. Bangun siang hari merupakan salah satunya." tekan Lady Clarence.
"Untungnya aroma bunga Lily kesayanganmu itu dapat menyamarkan kebiasaan burukmu."
"Ku rasa, berbicara disaat makan termasuk melanggar peraturan, Lady Clarence." kataku angkuh.
Setidaknya aku masih bisa bersifat angkuh seperti bangsawan, karena selain itu, aku rasa nilai kebangsawananku sangatlah jauh dari kata seorang Lady.
Lalu kami melanjutkan acara makan dengan hening. Sungguh membosankan sebenarnya. Tapi aku bisa apa? Melanggar lagi? Huh? Yang benar saja! Bisa bisa namaku hanya tinggalah kenangan.
Aku mengangkat tanganku, Kurasa aku harus pergi ke kamarku, bolehkah aku pergi? Tanyaku seusai makan.
"Ya," Lady Clarence tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR: Reflection
FantasyI. Chapter One Cara Nicole hanyalah gadis biasa yang menjadi kunci kedamaian Dixie Mirror. Dunia Cermin itu terhubung dengannya melalui cermin yang ada di kamarnya bahkan sejak ia belum lahir. Ia tertahan di sana karena tugasnya untuk menyelamat...