Para Iblis itu menyerbu dengan tiba tiba. Aku yang tanpa persiapan tentu saja bisa mati. Lagi pula aku tidak sehebat mereka dalam menggunakan pedang.
Jika begini terus aku bisa mati. Jadi aku memutuskan untuk mematahkan sihir Katya. Bagaimanapun caranya.
"Aku butuh kau, Lucien." entah kenapa aku merasa ia bisa membantuku dengan kecepatannya.
Aku yakin ia pasti datang.
Katya terluka berkali kali dan aku sudah cukup lelah. Aku tidak sanggup bergerak lagi, tubuhku penuh luka seolah mereka telah di perintahkan untuk membunuhku perlahan bukan menghunuskan pedang itu langsung ketubuhku.
"Ka--tya." lirihku. Aku menggenggam tangannya, "Bangunlah, bantu aku."
Lucien... dimana kau brengsek?!
Aku melirik kebelakang, ia akan membunuhku. Aku memejamkan mata. Mempersiapkan kematian.
Rasanya begitu gelap. Apa kematian terasa sesuram ini?
Tidak ada ibu, ayah, Aldric.
Aku sendirian. Kembali kedalam masalalu yang paling menyenangkan.
Ketika itu aku masih kanak kanak. Memaksa ayahku bermain meskipun ia menolak dan menerapkan beberapa peraturan padaku.
"Kau akan jadi seorang Lady seperti ibumu, kau adalah Princess bagi ayah. Jadi kau tidak boleh bertindak semaumu meskipun kau masih anak anak."
Aku menatapnya datar, "Aku akan jadi seorang Lady seperti ibu dan sampai kapanpun jadi seorang Princess bagi ayah tapi sebagai seorang Princess, seharusnya kalian menuruti kemauanku. Bukan menentangku."
Saat itu Lord Albert tertawa dan mengelus kepalaku, "Kau lupa jika kau adalah Putri, aku adalah Rajanya?"
Aku cemberut, "Ayah--" Lord Albert menaikkan sebelah alisnya, "Jangan gunakan kata itu pada ayah."
"Menyebalkan." tambahku ngotot.
Lalu aku berlari menemui ibuku di ruang baca. Ia sangat suka bekerja disini, entah apa yang ia pekerjakan.
"Ibu! Ayah menolak bermain bersamaku lagi."
"Kalau begitu ibu juga." ia tidak menatapku dan fokus pada apapun itu.
Aku duduk di pangkuannya dan menatap gambarannya, sayap, pentagram, bunga Lily, harpa, banyak hal yang tidak aku mengerti kenapa ada di sana.
Tulisan tulisan aneh dan.. aku? "Kenapa ibu menggambarku?" tanyaku bingung.
Ia tersenyum, "Karena kau adalah semua harta yang lebih berharga dari pada semua ini." ia mencoret semua gambar terbaik yang pernah aku lihat.
"Kenapa ibu coret?"
"Sudah aku katakan bukan? Kau lebih berarti daripada beribu ribu hal tersebut." ia menatapku. "Jadi jika kau ingin bermain sekarang, aku akan menemanimu."
Aku merasakan goncangan yang kuat dan diriku seolah tertarik entah kemana. Rasa yang tidak asing.
"Bangun, Lily!"
Aku membuka mataku. Rasa ini, rasanya ada di ambang kematian.
"Kau tidak apa apa?" aku menatap Lucien tidak mengerti. Rasanya semua rasa sakit di tubuhku menghilang.
Aku duduk dan melihat tubuhku, lukaku sembuh. Kenapa? Bagaimana bisa?
Katya. "Dia..." aku mendekat kearah Katya yang masih diam mematung, lukanya terlalu banyak. Tidak menyembuh seperti aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR: Reflection
FantasyI. Chapter One Cara Nicole hanyalah gadis biasa yang menjadi kunci kedamaian Dixie Mirror. Dunia Cermin itu terhubung dengannya melalui cermin yang ada di kamarnya bahkan sejak ia belum lahir. Ia tertahan di sana karena tugasnya untuk menyelamat...