"Sekarang pulanglah Lucien."
"Bersamamu?" ia terlihat seperti anak berumur lima tahun yang menangis karena di tinggal ibunya, menggemaskan.
Aku tersenyum dan menggeleng, "Sendirian. Kau datang kemari sendiri maka kau harus pulang sendiri. Tanpaku." ia tampak memprotes, "Lucien, kau bisa mengunjungiku kapanpun tapi aku tak bisa ikut denganmu."
"Kau pasti kerepotan karena aku akan mengunjungimu setiap waktu."
"Tidak masalah."
Ia tetap tidak setuju, "Kau memang tidak akan pergi bersamaku sekarang, tapi aku pastikan bahwa aku akan membawamu."
"Berusahalah."
•••
Aku memutuskan untuk berjalan jalan di kota, tempat yang jauh dari kastil kami yang tidak seperti istana atau kerajaan di Dixie Mirror atau kerajaan milik pamanku di kota, anak pertama dari kakekku. Kakekku dari ayah.
Menggunakan mantel kiriman sepupuku tersayang karena cuaca di kota sedang tidak baik. Inilah alasan ayah dan ibuku membawaku tinggal disini, tempatnya baik untuk kesehatanku. Aku menggunakan gaun paling sederhana yang tidak aku punya sebelumnya. Sebelum aku menyadari betapa pentingnya gaun seperti itu untuk gadis yang tidak seanggun diriku. Gaun ini milik ibuku yang berhasil aku temui di ruangannya.
"Pulanglah sebelum makan malam. Pasti kan bahwa sepupumu, Putri Lucinda akan menerimamu. Aku percaya dengan kedermawaan hatinya, ia akan mau menerima gadis yang sedang patah hati ini." itu pesan ibuku yang terasa sangat menyebalkan diantara pesan pesan lainnya.
Aku sampai di kota dengan kereta, padahal aku sudah berencana melatih kemampuanku berkuda. Bagaimanapun aku harus menunjukkan bahwa kepergianku tidak sia sia kesana. Sayangnya, ayah dan ibuku terlalu takut dengan kemungkinan terburuk yang pasti aku alami seandainya aku masih Lady Cara Nicole Lancaster yang ceroboh dan serampangan.
Benar seperti dugaan Lady Clarence Lancaster, Putri Lucinda De Lancaster menyambutku sangat hangat hingga aku gila di buatnya. Padahal rencana utamaku hanyalah berjalan jalan di kota, hal yang amat jarang aku lakukan karena larangan orang tuaku. Bukan menemui orang yang merupakan keluarga kerajaan dan yang memungkinkanku lebih mengingat keluarga kerajaan di Dixie Mirror.
Sampai kapan keadaan seperti ini akan menguasai? Sampai kapan aku sanggup menahan perasaan tertekan karena terjebak di keluarga penuh misteri yang tiba tiba ini?
Princess De Lancaster telah mengetahui keadaan terburukku dari ibuku tanpa penjelasan terselubung tapi sanggup membuatnya menatapku iba seolah aku sepupunya yang paling di hindari mahluk mahluk di dunia. Sangat mengesankan pemberitaan dari ibuku itu, "Aku turut bersedih melihatmu patah hati, sepupuku."
"Sebenarnya," kataku. "Aku tidak sedang patah hati. Karena aku memang sedang tidak menyukai siapapun untuk merasa patah hati."
"Oh sepupuku yang malang, aku tahu berat rasanya patah hati di usia kanak kanak seperti saat ini. Tapi itu bukanlah sesuatu yang buruk untuk di akui."
Arghh.. Sulit rasanya meyakini Putri Lucinda yang terlalu mempercayai semua perkataan sebagai kebenaran tanpa tahu apa itu sebenarnya kebohongan. Itu karena dirinya tidak pernah melihat dunia luar, dia tidak pernah tersakiti hatinya, semua orang berusaha menjaga hati sang Putri dan itu memperburuk pengetahuannya dan menjadikannya gadis yang bodoh.
Sungguh, selain mengasihani diriku, seharusnya ia mengasihani dirinya. Setidaknya aku cukup cerdas untuk membedakan kebenaran dan kesalahan. Mempercayai apa yang seharusnya aku percayai ataupun tidak aku percayai. Namun dalam kasus ini, apa yang tidak ingin aku percayai justru harus aku percayai dan begitu sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR: Reflection
FantasyI. Chapter One Cara Nicole hanyalah gadis biasa yang menjadi kunci kedamaian Dixie Mirror. Dunia Cermin itu terhubung dengannya melalui cermin yang ada di kamarnya bahkan sejak ia belum lahir. Ia tertahan di sana karena tugasnya untuk menyelamat...