[NYX XXXIV] - Nightmare

6K 619 16
                                    

Rasanya tubuhku menjadi sangat ringan. Aku tidak tahu Adelaide membawaku kemana saat ini, yang jelas aku merasa lebih hidup.

Bukan sekarat seperti tadi.

Tempat ini.. aku tak yakin pernah melihatnya. Aku menatap Adelaide, "Kita dimana?"

"Tempat rahasia. Tempat yang tidak bisa di hancurkan."

"Lalu artinya dimana kita?"

"Corona Australis. Dulunya ini kerajaan Brendan." ia menghela nafas tampak merindukan sesosok yang selalu ia sebut. "Ini kamarku dengannya. Kamar ilusi."

Pantas saja. Tidak akan bisa di hancurkan kecuali oleh ingatan.

"Lalu kemana Brendan- Brendan itu?" tanyaku penasaran.

Ia hanya tersenyum tipis, "Di sebuah tempat paling nyaman yang ia milikki."

"Bukankah seharusnya tempat itu disini? Dimanapun kau berada?"

Adelaide berdiri dan tertawa, "Dulunya begitu. Tapi waktu telah berganti, cerita kami sudah musnah, hidup kami tak akan sama, tapi perasaan kami tetap seperti itu. Tak tersentuh, tapi masih menyerukan nama cinta."

"Entah dimanapun ia sekarang, ia pasti mencintaimu."

"Aku harap begitu."

Lalu keheningan menyambut kami. Rasanya luka luka di tubuhku telah tiada. Badanku bahkan lebih sehat dari pada yang pernah aku rasakan.

Aku duduk dan menatap sekitar. Lalu tatapanku kembali pada Adelaide yang duduk membelakangiku.

"Bagaimana dengan..."

"Berhenti. Atau entahlah." katanya tidak peduli. "Mungkin mereka sedang mencarimu dan meninggalkan Orion lalu Orion menang karena sedikitnya pa--"

"Diam kau, Adelaide." potongku kesal.

Adelaide tertawa. "Mungkin itu nyata."

"Kalau begitu kita harus kembali. Aku sudah baik baik saja sekarang."

"Terserah jika kau mau mati bersama Dixie Mirror." ancaman halusnya itu menyebalkan.

"Ah, ya! Chailyn? Kau tinggalkan dimana dia? Bagaimana jika ia di culik?"

Lalu Adelaide tertawa seolah mengejekku, "Aku tak sebodoh itu, Lilith. Dia aman dengan sihirku."

"Kemungkinan perang itu akan berlanjut nanti. Carlos tidak mungkin membiarkan kalian mengambil Chailyn begitu saja. Pembalasan selalu akan datang."

"Disaat itu kami pasti lebih siap dari pada apapun."

"Kau yakin?" tanyanya. Ia berbalik, "Bagaimana jika saat ini kalian kalah karena kurangnya bantuan? Seperti kataku, mungkin mereka sedang kelabakan mencarimu dan meninggalkan arena perang begitu saja. Hal itu otomatis membuat Iblis bisa menang. Dan jika saat ini mereka menang, serangan berikutnya, kalian akan kalah karena kekurangan pasukkan."

"Pasukkan kalian telah mati di serangan pertama. Serangan kedua kalian tak punya harapan selain menyerah."

"Tapi mereka pasti punya otak untuk tetap bertahan menyelesaikan semuanya sebelum mencariku!" tekanku percaya diri.

Ia hanya menaikkan sebelah alisnya, "Aku harap begitu. Tapi cinta akan berkata lain."

Ah sialan.

•••

Sedari tadi aku terus mondar mandir tiada henti disini. Aku tidak bisa tenang. Melelahkan tapi membuat tingkat depresi pada wanita meningkat.

MIRROR: ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang