Kami melintasi berbagai lorong di dalam kastil kerajaan Corona Borealis dan akhirnya kami tiba di tempat yang aku sebut sebagai FREEDOM! Karena terbebas dari segala sesuatu yang disebut kebangsawanan. Memang masih berada di dalam wilayah Corona Borealis, tapi setidaknya sudah keluar dari kerajaannya.
Sungguh membosankan, semua orang tampak layak seperti patung disana. Di perintahkan tanpa ekspresi dan melakukan tugasnya seolah semua tugasnya adalah hal yang mudah. Padahal mungkin saja mereka akan mati diperjalanan karena di tawan sekelompok perampok.
Mereka sepertinya tak takut mati. Mungkin mati dengan wajah datar seperti itu adalah impian terakhirku yang tak ingin aku wujudkan.
"Apakah kau sudah melihat Constellation di Dixie Mirror?"
Aku menggeleng, "Aku bahkan tidak tahu tempat ini benar benar nyata. Bangsa kami menyebutnya Dixie Constellation, Kekuatan Perbintangan."
"Tapi di sini, kami menyebut dunia kami sebagai Dixie Mirror, kekuatan cermin."
Aku melirik bunga bunga cantik yang di jual oleh ibu ibu tua dihadapanku, apa dia juga bukan manusia? "Karena tanpa cermin, dunia kami tidak akan seimbang. Hilangnya Chailyn dan bertentangannya hubungan kerajaan Corona Borealis dengan Orion sudah menjadi contoh akibat kehilangan satu cermin."
Mengambil sebuah bunga Lily yang cantik, "Apakah aku boleh memilikinya?"
Tapi lucunya ia malah tertawa, "Kenapa?" tanyaku bingung.
"Kau begitu menyukainya ya? Karena aku rasa semua ceritaku tidak ada yang kau tanggapi. Aku bahkan ragu kau mendengarkanku tadi."
Wajahku merona seketika, "Uh, maafkan aku, your highness."
Aku ingin mengembalikan bunga Lily itu saat sebuah tangan kekar mendahuluiku, ia mengambil bunga putih itu dari tanganku dan tersenyum menawan, "Kau boleh memilikinya, mungkin aku akan meminta beberapa pelayan untuk mengganti bunga tulip di kamar Chailyn dengan bunga Lily sebanyak banyaknya."
"Tidak perlu!" kataku cepat, "Maksudku, itu kan kamar putri Chailyn. Tidak seharusnya kita menyentuh sesuatu yang bukan milik kita."
Ia memberikan bunga Lily itu kepadaku, "Melihatmu, aku yakin kau sama keras kepalanya dengan Chailyn. Lebih baik kita bahas nanti saja. Nah, sekarang bisakah kita melanjutkan perjalanan kita?"
•••
Sejak tadi, pangeran Aldric tak henti hentinya membuatku tertawa. Ia sangat suka menceritakan kebodohan Chailyn, tapi bukan itu yang membuatku tertawa. Yang membuatku tertawa adalah rutukkan dari adik perempuannya itu.
Kami melihat beberapa perhiasan, sebenarnya aku tak begitu menyukai perhiasan. Jadi aku memutuskan untuk memberikannya kepada ratu Victoria Spencer, walau aku tak punya uang dunia ini, tapi aku punya mesin pencetak uang disebelahku hahaha. Kenapa aku terdengar begitu matrealistis ya?
"Apakah ratu Victoria akan menyukainya? Kalung ini terlihat manis." aku menunjuk sebuah kalung berliontin bintang.
Pangeran Aldric tampak menimang, "Kurasa ia tak akan menolak apapun pemberianmu." katanya dengan senyuman manis.
Rasanya aku hampir jatuh meleleh di tanah setiap kali melihat wajahnya yang tampan seperti pahatan patung dewa yunani. Tidak, mungkin lebih tampan lagi daripada dewa yunani.
"Wah, ternyata Pangeran Malaikat kita sedang berjalan jalan bersama tawanannya ya?" ku dengar suara yang seperti mengejek itu.
Siapa dia?! Berani beraninya mengejekku sebagai tawanan! Itu kan statusku persekian menit yang lalu!
Aku berbalik dan mengeluarkan senyum menawanku saat melihat seorang lelaki yang tak kalah tampannya dari Pangeran Aldric. Lelaki itu memiliki rambut keperakan yang tampak kontras dengan jubah hitam yang ia kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR: Reflection
FantasyI. Chapter One Cara Nicole hanyalah gadis biasa yang menjadi kunci kedamaian Dixie Mirror. Dunia Cermin itu terhubung dengannya melalui cermin yang ada di kamarnya bahkan sejak ia belum lahir. Ia tertahan di sana karena tugasnya untuk menyelamat...