12

674 60 0
                                    

Hari ini sudah memasuki hari Sabtu dimana ujian Jean sudah selesai tiga hari lalu dan sekarang hari dimana semua kelas mengambil rapot. Rina mengambil rapot Jean dan Arman mengambil rapot Lian.

Suasana sekolah kini sangat ramai dengan orang tua atau wali yang mengambil rapot anaknya.

"Wah Jean hebat banget anak mama, pa Jean juara satu lagi tuh," kata Rina.

Kini mereka sedang berada di kantin sekolah.

"Kata kepala Jean juga direkomendasikan ke SMPN 1 dan aku setujuin."

"Wahh, hebat banget anak papa."

Di sekolah Jean memang seperti itu, anak-anak yang pintar akan direkomendasikan ke SMPN. Dan kalo udah direkomendasikan daftarnya cepet.

"Makasih papa mama, Jean juga seneng."

"Lian kenapa diem aja? Oh ya kamu juara berapa" Tanya Jean pada adiknya.

Pertanyaan Jean membuat Rina mengalihkan pandangannya kearah Lian. Dan itu membuat Lian merasa terpojokan.

Sementara Jean tidak bermaksud lain, dia hanya anak-anak yang merasa penasaran saja.

"Lian juara 3!" Bukan Lian yang menjawab melainkan papanya.

Lian menunduk saat papanya menyebutkan peringkatnya.

"Tuh liat akibat kebanyakan main ya gitu," sinis Rina.

"Ga kok, Lian udah hebat. Lain kali lebih ditingkatkan lagi aja, jangan sedih gitu dong!" Kata Arman sambil mengusap pelan kepala Lian.

Arman mengkode Rina lewat mata, Rina yang melihat itu memilih untuk tidak perduli. Arman menghela nafas melihat perilaku istrinya.

.
.
.

"Ayok ke kamar kita buka hadiahnya."

Jean menggandeng tangan Lian untuk diajak ke kamar. Mereka mau membuka hadiah yang mereka dapatkan. Jean merasa bersemangat, karena jujur dia merasa senang saat dia mendapat hadiah karena prestasinya itu membuat dia merasa ga sia-sia telah belajar dengan giat. Sementara Lian hanya mengikuti langkah semangat abangnya dengan langkah gontainya.

"Ayok buka!"

Mereka sudah meletakkan hadiahnya didepan mereka. Dengan semangat Jean membuka terlebih dahulu hadiahnya.

"Wahh, Abang dapet buku satu pak isinya sepuluh."

"Sekarang adek buka punyamu!" Suruh Jean.

Jean dengan malas membuka hadiahnya.

"Wah kamu dapet berapa bukunya?"

"Lima!" Jawab Lian singkat.

"Berarti kita ada 15 kalo dibagi dua kan ga bisa."

"Emm, kamu yang delapan Abang yang tujuh, gimana?" Saat Jean mau ngasih tiga bukunya pada Lian, Lian justru menahannya.

"Ga usah itukan punya abang."

"Kenapa?" Tanya Jean yang merasa bingung dengan sikap adiknya.

"Gapapa, itu kan buku yang abang dapet jadi itu punya abang. Bener kata mama Lian kurang belajar kebanyakan main, jadi hadiahnya sedikit."

"Yaudah Lian ke kamar aja!" Lian berlalu dari hadapan Jian dan keluar dari kamar abangnya.

Sementara Jean hanya menatap kepergian Lian, dia bingung Lian kenapa?

"Abang, mama masuk ya!"

"Iya ma!"

"Habis ngapain?"

"Habis buka hadian yang tadi, Jean dapet sepuluh, terus Lian dapet lima."

"Kan Jean mau bagi tapi Lian ga mau."

"Lagian itu punya kamu ngapain kamu bagi sama Lian dia kan udah dapet sendiri."

"Itu dia kebanyakan main ga mau belajar, jadi dia peringkat rendah, jadi hadiahnya sedikit."

"Udah itu kamu simpen aja bukunya, kalo Lian ga mau yaudah. Oh iya, besok kan libur, nenek sama kakek mau kesini kita bakar-bakar daging."

"Nenek kakek dua-duanya?"

"Haha iya dua-duanya."

Dua-duanya yang dimaksud Jean itu kakek nenek dari mama dan papanya gitu.

"Wahh!"

"Sekarang anak pinter tidur gih!" Rina mencium kening Jean.

"Selamat tidur sayang!"

"Selamat tidur mama."

Rina meninggalkan kamar Jean saat putranya sudah memejamkan matanya.

"Kenapa mama ga gituin aku juga?" Tanya Lian lirih.
Dia sedari tadi menguping percakapan abangnya dan sang mama dari balik dinding kamarnya.

Dinding pembatas kamar Lian dan Jean terbilang tipis dan ditambah posisinya kamar mereka saling bersebelahan membuat Lian dapat mendengar percakapan mamanya dan abangnya.

"Enak jadi abang, semuanya sayang abang!"

"Kenapa ga ada yang sayang Lian? Apa Lian nakal? Apa Lian bodoh banget ya sampe mama ga mau sayang Lian kaya mama sayang abang?"

Lian merebahkan tubuhnya dikasurnya mencoba memejamkan matanya, agar segera tertidur.














TBC

the truth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang