52

2K 81 8
                                    

Jenazah Lian sudah dikuburkan dengan baik. Teman-teman Lian juga turut menghadiri pemakaman Lian. Tentu saja meraka merasa terpukul atas kepergian Lian, terutama Yoga. Yang sudah beberapa hari tidak ada kabar, namun tiba-tiba dia mendapat kabar kalo Lian meninggal.

"Hiks Lian hiks, Lian kenapa tinggalin aku hiks." Yoga terus saja menangis di pelukan ibunya. Tidak jauh beda dengan Bagas dan Wildan, mereka juga sangat sedih atas kepergian Lian.

"Udah jangan nangis lagi,nanti Lian ikut sedih kalo liat kamu nangis. Lebih baik kamu sering-sering berkunjung ke makan Lian dan kirim Lian doa, ngerti sayang!" Ibunya memberi pengertian kepada Yoga agar tidak merasa sedih lagi.

"I-iya hiks!" Yoga mengangguk dan mengusap air matanya, dia tidak mau Lian sedih karena melihatnya menangis.

"Lu kurang ajar banget tau, hilang gitu aja ga ada kabar. Sekarang dateng-dateng udah tanpa nyawa aja!" Wildan tersenyum getir.

"Istirahat yang tenang Lian!" Bagas.

"Lian, ini pak Hadi. Kamu istirahat yang tenang ya, bapak akan selalu doain kamu. Kamu anak baik, pasti surga tempat mu nak!"
Pak Hadi juga turut menghadiri pemakaman Lian. Lian sudah dianggap cucunya sendiri oleh pak Hadi, mengingat dia juga punya cucu yang hampir seumuran Lian. Lian juga lah sering menemani disaat rasa kesepian melanda.

"Maafin papa nak hiks, papa ga bisa jadi papa yang baik buat kamu hiks. Maafin papa hiks!" Arma terus-terusan menangis sambil memeluk nisan Lian.

Rina yang melihat suaminya yang begitu terpukul, membuatnya merasa kasihan. Dalam lubuk hatinya dia juga merasakan kesedihan. Dan dia menyesal akan perlakuannya selama ini pada Lian. Yang pada dasarnya Lian hanya seorang anak yang tidak tau apa-apa.
Rina kini menghampiri sang suami, berjongkok disamping makam Lian yang dimana ada suaminya juga.

"Terima kasih Lian, kamu sudah menyelamatkan Jean. Dan mama minta maaf atas perlakuan buruk mama ke kamu!" Rina mengusap nisan Lian.

"Rina..."

Rina membalas ucapan suaminya dengan usapan lembut di punggungnya.

Disisi lain Jean yang masih menggunakan kursi roda hanya diam dengan pandangan kosong. Dia sangat merasa bersalah saat sudah sering berkata kasar pada Lian, dan sekarang Lian meninggal karena menolong dirinya. Tanpa sadar Ar mata Jean menetes begitu saja.

"Maafin abang dek, maafin abang!"

.
.
.

Beberapa tahun kemudian

"Adek sekarang abang dateng lagi, maaf ya udah lama ga kesini. Abang lagi di sibukin sama tugas kuliah." Jean kini sudah tumbuh menjadi seorang pemuda tampan dan pintar, dia sudah dewasa. Dan menjadi mahasiswa dari universitas yang dia impikan. Setelah beberapa bulan disibukan oleh kegiatan kuliah akhirnya Jean bisa mengunjungi adiknya lagi.

"Oh iya ini abang bawain bunga, bunganya harum." Lian meletakkan bunga yang dia beli dalam perjalanan ke makam.

"Lian, mama sama papa mereka ga jadi pisah setelah papa jujur sama kita tentang kamu. Papa juga janji ga akan ada kebohongan lagi, dan papa juga mau berubah lebih baik lagi. Abang seneng mereka ga jadi pisah, pasti kamu juga seneng mereka ga jadi pisah kan. Dek maafin abang ya, abang ga bisa jadi kakak yang baik buat kamu!" Jean mengusap-usap batu nisan yang bertuliskan nama adiknya.

Air mata yang sedari tadi dia tahan kini sudah terjatuh bebas.

"Abang kangen sama kamu, kangeen banget. Abang pengen banget peluk kamu hiks, tapi sekarang abang udah ga bisa lagi lakuin itu hiks." Jean menunduk  lalu menghapus air matanya.

"Sering-sering dateng ke mimpi abang ya dek. Abang pulang dulu, lain waktu Abang kesini lagi!"
Jean beranjak dari makam Lian, dan membawa langkahnya untuk menjauh dari area makam.
















End
Akhirnya tamat juga,maaf ya kalo misal endingnya ga sesuai ekspektasi kalian. Aku juga masih belajar, kalo mau kasih saran kalian bisa komen.
Aku harap kalian menikmati ceritanya, dan makasih juga buat yang udah baca, vote, dan komen😊

the truth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang