Kupikir dengan mendaftarkan diriku mewakili keluarga Benilli, aku akan merasa lebih baik karena setidaknya, aku menjadi seorang yang berguna. Aku bersumpah, aku sudah bersusah payah membangun rasa percaya diriku sampai aku tidak mengenal diriku sendiri lagi.
Tapi sepertinya, aku memang bukanlah kesayangan dunia ini.
"Oh, sial! Itu Gilbert Meyer!"
"Siapa?"
"Si Meyer yang itu, bodoh! Dia bahkan sudah terlihat seperti tentara yang terlatih."
"Apa kau yakin si tukang pamer itu memang anak orang kaya?"
"Kau buta atau apa?!"
Saat aku mengantre untuk menyerahkan formulir pendaftaran wajib militer di kamp, bisik-bisik tentang seorang pemuda yang menerobos antrean dan langsung pergi ke kamp para petinggi militer, berdesakan masuk ke telingaku.
Aku sempat melihat pria itu pergi bersama Jendral Slate yang memberikan sambutan tadi pagi. Pria itu tingginya nyaris sama dengan Jendral Slate yang seperti pemain basket di TV. Tentu, aku hanya melihat punggung tegapnya dari kejauhan. Terlihat gagah dan kuat dibandingkan siapa pun di sekitarku.
Aku masih saja mendengar namanya ke mana pun aku pergi. Seorang pemuda yang kuketahui adalah anak seorang tukang kayu dari desa sebelah, berbisik-bisik pada teman-temannya tentang Gilbert Meyer. Kami, para mayoritas pemuda dan beberapa pemudi, berbondong-bondong berkumpul di kamp militer yang dibuka di sebuah lapangan luas dekat jalan raya menuju balai kota. Di sana kami mengantre untuk mendaftarkan diri sebagai tentara dengan mengumpulkan formulir beserta surat pemanggilan tugas dan mengikuti beberapa tes kesehatan. Di sanalah, aku melihat seorang laki-laki dengan tinggi yang lebih dari rata-rata, rambut hitam terpotong rapi, disisir ke belakang dengan beberapa helai anak rambut menjuntai menutupi alis dan matanya yang berwarna biru gelap yang mengingatkanku akan bunga mawar biru.
Bunga yang memiliki arti misteri dan mencapai sesuatu yang tidak mungkin.
Bagaimana bisa sangat cocok dengan sosok pria itu? Indah, langka, misterius, dingin, dan terlihat tidak nyata saking cantiknya. Dan itu menyakitkan. Aku benci warna biru. Itu membuatku merasa sedih dan dingin. Warna yang serupa dengan mata Gilbert Meyer yang hampir tidak pernah terlihat menampakkan ekspresi apa pun.
Apakah suatu hari nanti, jika aku makan makanan yang cukup dan terus berlatih dengan keras di kamp pelatihan, apakah aku bisa tumbuh setinggi dan sekekar itu?
"Apa kau tahu, dari rumor yang beredar bahwa katanya, Gilbert bukanlah anak kandung keluarga Meyer."
"Ah, itu berita yang sudah lama beredar. Apa kau tahu, kenapa Gilbert pergi ke kamp yang berbeda dari kita? Ada yang bilang, dia di sana hanya setor muka saja. Orang tuanya akan membayar pemerintah agar anaknya dibebastugaskan dari wajib militer."
"Ah, pasti begitu. Kalau tidak, anak-anak orang kaya dan berkuasa biasanya hanya akan ditempatkan di kursi administrasi."
"Aku tidak heran jika itu ternyata betulan. Nyatanya, dia adalah penerus tunggal perusahaan sebesar Gilgamesh. Aku malah heran, kenapa dia repot-repot mendaftar."
"Ya. Lagipula memang wajib militer ini kan tidak harus dilakukan oleh anak tunggal seperti dirinya."
"Ah, pasti enak menjadi anak orang kaya."
"Apa lagi dengan wajah seperti itu. Jika aku memiliki wajah setampan Gilbert Meyer, daripada jadi tentara, aku akan mendaftarkan diriku menjadi selebritas."
"Otak dungu. Kenapa seorang Gilbert Meyer harus repot-repot menjadi artis? Dia bahkan tidak butuh bekerja. Dia tidak butuh menjadi apa pun. Dia hanya akan menjadi tua dengan bergelimang harta, bodoh!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Her POV (COMPLETED)
RomanceDia cantik, tubuhnya molek, rambutnya indah, matanya memukau. Dia berasal dari keluarga terpandang. Sikapnya anggun dan selalu berpakaian dengan santun. Senyumnya ramah, dan semua orang mencintainya. Tapi kemudian, kami menghancurkan dunianya yang g...