Tawa Nona bagaikan fenomena bunga terindah yang sedang mekar. Sangat indah, sangat menenangkan hati. Seakan tawa itu sedang menekan kegilaan dan bisik-bisikan setan yang terus mengikutiku sejak perang di mulai. Kami membicarakan banyak hal sejak Nona memutuskan untuk berjalan-jalan di pagi hari tadi, namun tidak ada sedikit pun rasa bosan. Pembicaraan kami berjalan dengan sangat natural. Nona memiliki beribu pertanyaan cerdas yang membuatku ikut belajar bersama dirinya. Cara berpikirnya seperti anak kecil, meski dia menanggapi semua hal disekitarnya dengan dewasa dan anggun.
Asalkan bersama Nona ... kurasa, aku bisa melakukan ini seumur hidupku tanpa penyesalan apa pun.
Kemudian terdengar suara mobil itu.
"Hm? Ada apa, Rufus?"
"Saya mendengar suara mobil, Nona."
Sekali lagi, Nona tertawa kemudian menggaruk-garuk rambutku dengan jemari kecilnya itu. Dia benar-benar memperlakukanku seperti seekor anjing. Tidak seperti aku sedang mengeluh. Nyatanya aku menikmati bagaimana Nona tanpa ragu menyentuhku dan membiarkanku duduk di sebelah kakinya. Dia bilang, lehernya lelah karena terlalu sering mendongak saat melihatku, jadi aku menyetarakan tinggiku dengan Nona yang sedang duduk. Tapi sejak aku melakukan itu, Nona terus menggaruk kepalaku dan bahkan kadang-kadang rahangku juga, seperti memperlakukan hewan peliharaan sungguhan.
"Kau memiliki pendengaran yang luar biasa baik. Rufus pintar!"
Itu yang kumaksud. Aku benar-benar dipuji seperti seekor anak anjing.
"Terima kasih, Nona."
Dan aku tidak akan mempermasalahkan itu. Aku senang mendengarnya tertawa seperti itu.
Aku baru menyadari ada sesuatu yang salah dengan pendengaranku sejak memasuki perang. Entah sejak kapan, aku menjadi peka terhadap suara dan bebauan. Kata dokter, suara keras perang menyebabkan semacam trauma pada indera pendengaranku dan kepekaanku terhadap suara adalah bentuk dari pertahanan diri yang dibuat oleh pikiranku sendiri. Mungkin itu terdengar seperti sesuatu yang bagus. Sesungguhnya, kemampuan baruku ini terkadang memanglah sangat membantu. Mendengar suara yang hampir tidak didengar orang lain, atau bahkan tidak terdengar sama sekali oleh mereka adalah pedang bermata dua yang hanya dimiliki olehku. Tapi, seperti pedang bermata dua, kemampuan ini juga terkadang sangatlah merepotkan.
"Apakah kau bisa menghafal suara-suara itu, Rufus?"
Menghafal??
"Ah, misalnya, apa kau bisa menghafal yang barusan kaudengar itu suara mobil siapa, atau mobil apa."
"Saya tidak yakin tentang itu karena saya belum benar-benar mencoba untuk menghafal. Tapi seingat saya, suara itu adalah mobil milik Tuan Muda."
"Benar juga, yang kaudengar itu mungkin adalah mobil milik Gill," ucap Nona seraya memandang ke arah jalan raya yang jelas tidak terlihat dari tempat dia duduk. "Dia berangkat bekerja. Tapi dia berjanji padaku pagi tadi, dia akan berusaha untuk pulang setiap malam."
Pandangannya merindu, pipinya merona, sedangkan matanya yang belok indah terlihat entah bagaimana, bersemangat.
"Nona."
Jangan memikirkan pria itu.
"Ya, Rufus?"
Ya, seperti itu, Nona. Bicaralah pada saya saja. Lihatlah ke arah saya saja.
"Bolehkah saya menanyakan sesuatu yang sedikit pribadi?"
"Tentu," katanya sembari menghadiahiku sebuah senyuman. "Kau adalah sahabatku sejak kecil. Kau bisa menanyakan apa saja padaku. Jangan ragu, ayo, tanyakan saja."
![](https://img.wattpad.com/cover/305216223-288-k913507.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Her POV (COMPLETED)
RomanceDia cantik, tubuhnya molek, rambutnya indah, matanya memukau. Dia berasal dari keluarga terpandang. Sikapnya anggun dan selalu berpakaian dengan santun. Senyumnya ramah, dan semua orang mencintainya. Tapi kemudian, kami menghancurkan dunianya yang g...