"Hari ini kita libur?" tanya Ophelia menyembulkan kepalanya dari mulut pintu.
"Ya."
"Kenapa?" lanjutnya dengan nada kebingungan sambil sedikit sempoyongan setelah menguap.
Kenapa dia berjalan sempoyongan seperti itu? Dan apa yang terjadi dengan lingkar matanya?
"Apa kau sakit, Ophie?"
Aku meletakkan tanganku ke dahinya. Lebih hangat daripada seharusnya, tapi sepertinya tidak demam. Belum selesai aku menerka apa yang sedang terjadi padanya, Ophelia mendorongku.
"Aku baik-baik saja," balas Ophelia dengan dingin seperti biasa. Lalu dia menyipitkan mata ke arah apa yang sedang kubuat di dapur. "Kau membuat sarapan sepagi ini? Apa yang sedang kaubuat di sana?"
Aku berjalan kembali ke dapur dan mengaduk isi panciku.
"Susu hangat. Kau mau?"
"Oh. Tidak, terima kasih."
Dia duduk di meja makan. Rambut cokelatnya berantakan di sekitar pundaknya. Dia masih mengenakan gaun tidur tipis berwarna putih. Sementara mata ambernya terlihat bercahaya di antara sinar mentari yang menembus jendela dan atap kami yang sebagian adalah kaca.
Kami mungkin tinggak bersama sejak kami masih muda, tapi rasanya hingga saat ini aku tidak pernah tahu apa yang sedang ada di pikiran Ophelia. Mungkin karena dia selalu terlihat secantik itu. Ketika kau melihat boneka yang cantik, kau tidak akan memikirkan hal lain selain kecantikannya, bukan? Mungkin aku adalah laki-laki sampah, tapi memang, coba hadapkan aku pada satu orang yang kira-kira bisa menerka apa yang dipikirkan wanita cantik yang memiliki kulit dan tubuh yang indah, sedang melamun di antara sinar mentari pagi yang hangat, menatap permukaan meja makan kayu kecil yang kosong.
"Hei, tukang molor." Aku menempelkan cangkir susu hangat ke pipinya, seketika membawa angannya kembali padaku. Dia mendongak ke arahku, lalu menoleh ke cangkir susu yang aku bawa. "Masih mengantuk?"
"Sudah kubilang, aku tidak perlu," balasnya sambil menerima cangkir dariku dan memegang dengan kedua telapak tangan di atas meja.
"Tidak apa jika kau tidak meminumnya. Itu bisa menghangatkan tanganmu." Ophelia tidak menjawabku dan hanya mengangguk sekali kemudian berterima kasih dalam suara yang hampir terdengar seperti bisikan. "Tidak bisa tidur?"
"Aku hanya ... memikirkan sesuatu. Bukan masalah besar."
Seperti biasa. Dia ... tidak ingin berbagi denganku.
Masalah, kebahagiaan, tugas, penderitaan. Dia memilih untuk membawanya sendirian. Tentu saja, untuk membagi semua itu dengan seseorang, kau membutuhkan kepercayaan. Dan itu tidak bisa kudapatkan dengan mudah, setelah apa yang terjadi di masa lalu.
Rahasia kecil yang harusnya tidak penting itu.
Aku bahkan tidak memercayai diriku sendiri.
Tapi ini bukan saatnya untuk murung.
"Hari ini adalah hari spesial."
"Hm? Apa?"
Aku berjalan kembali ke dapur, ke kulkas, kemudian mengeluarkan kue dari sana.
"Hai, Ophelia yang berusia 28 tahun. Selamat ulang tahun."
Ophelia membulatkan matanya, lalu tertawa canggung.
"Ah, terima kasih," katanya dengan suara tawa yang serak kemudian menunjuk tas kue. "Berapa kali kubilang untuk membereskan dulu makanan ke tempat yang layak sebelum dimasukkan ke dalam kulkas, Gill?"
"Jika kau melihatnya saat aku membuka kue ini dari dalam bungkusan tas, maka tidak jadi kejutan."
"Bukan itu masalahnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Her POV (COMPLETED)
RomanceDia cantik, tubuhnya molek, rambutnya indah, matanya memukau. Dia berasal dari keluarga terpandang. Sikapnya anggun dan selalu berpakaian dengan santun. Senyumnya ramah, dan semua orang mencintainya. Tapi kemudian, kami menghancurkan dunianya yang g...