21 Desember, 2022
#prompt: Kita dan Cerita di Lampu merahType: Cerpen [590 kata]
Status: Jin
***
Aku melangkah di antara kelompak-kelopak bunga merah yang berguguran. Hanya desahan putus asa yang mengisi hariku. Di akhir langkahku ... tidak ada jejak yang tertinggal.
Kenangan yang seharusnya tidak kita miliki, waktu yang kita habiskan. Ah ... biar, biarkan aku sendiri. Sekarang pun kau tidak peduli padaku dan meninggalkanku di sini ... sendirian.
Selama ini ... di tengah hujan merah ini, aku berdiri menunggumu yang terus berjalan menjauh. Setangkai mawar yang ingin kuberikan kembali menumbuhkan durinya ...
Kenapa kau menyakitiku sebesar ini? Tidak ... bukan, kurasa akulah yang melukaimu lebih dulu. Apakah aku masih seperti diriku yang dahulu? Sejak kapan semua menjadi seperti ini ...?
***
Jin berdiri di persimpangan jalan yang akan mengantarnya ke sebuah toko bunga kecil. Kakinya hendak mengayun, tapi tertahan akibat dering keras yang bergema di belakang kepala. Ia mendongak dan sesaat napasnya tertahan.
Palang melintang di atas kepala. Angka merah yang terus menghitung mundur. Jin buru-buru mengintip tanggal di jam tangannya. Benar, masih jam yang sama.
Apa aku sedang bermimpi? Tapi ...
Ingar-bingar alunan lagu yang terputar setiap kali hari liburan tiba, seruan-seruan bersemangat para gadis yang menjual pernak-pernik lucu dan unik, ataupun jajaran iklan-iklan besar pada layar LCD besar berisikan wajah-wajah para artis, seolah luput dari perhatian Jin.
Untuk beberapa saat, Jin dapat menyaring informasi yang tidak berarti dan fokus mencari empat deret angka yang menunjukkan tahun. Aneh, hanya jam saja yang tampak jelas.
"Semua masih sama, tapi kenapa aku berada di luar? Mobilku di mana?"
Seingat Jin, ia tengah mengendarai mobil dan berbincang dengan Karla di bawah palang yang memiliki layar kecil berangka merah. Angka yang menunjukkan berapa lama mereka harus bersabar menunggu angka nol dan bisa memacu kendaraan lagi.
Apa yang sedang mereka bincangan kala itu? Pikiran Jin berkabut hingga satu tarikan pada mantel yang ia kenakan memanggil atensinya.
"Apakah Anda sedang merindukan seseorang, Tuan?"
Jin mengernyit dan merunduk supaya bisa menyamai tinggi mata sosok yang mengajaknya bicara. "Dari mana kau tahu, Nona Manis?"
"Seharusnya Anda berlutut bila sapaanmu itu sungguh tulus."
Jin memiringkan kepala sebelum menuruti permintaan Nona Kecil yang tidak takut-takut menunjukkan otoritasnya. Memang sedikit aneh ada seorang gadis kecil yang gaya bicaranya ... terlalu dewasa. Menurut Jin, usia gadis bertudung merah ini sekitar sepuluh tahun. "Jadi? Kau menjual korek api?"
"Tuan, bila mata Anda rabun, sebaiknya gunakan kaca matanya. Jangan dianggurkan begitu." Jari mungil si gadis bertudung merah menunjuk kaca mata yang tergantung kesepian dari rantainya di dada Jin.
Mulutnya seperti Duka Lara!
"Baiklah." Jin menarik kuat-kuat ujung bibirnya supaya bisa menunjukkan senyum yang tulus.
Tetap saja gagal karena si gadis yang menenteng sekeranjang bunga di hadapannya malah balik menceramahi. "Anda benar-benar mengingatkanku pada temanku yang bernama Jin. Bocah bodoh itu bisa-bisanya tidak menyadari perasaannya sendiri sebelum semua menjadi sa~ngat terlambat!"
Jin tertegun, tapi memilih tidak menyela ucapan si gadis kecil yang berhenti sejenak untuk menarik napas.
"Hah! Membicarakannya saja membuatku habis napas! Intinya, kalau kau suka seseorang, jangan dipendam dan katakan sebelum waktu merenggutnya darimu ...!"
Si gadis mungil menggerak-gerakkan ujung telunjuknya sebagai isyarat supaya Jin mendekatkan telinganya. Sekali lagi ia menurut.
"Paham?" bentak gadis bermata biru seperti Karla.
Telinga Jin berdenging untuk sesaat akibat tembakan suara melengking gadis berpipi bulat di depannya. "Ini, untuk Anda. Jangan sia-siakan waktu yang ada," ujarnya sambil menyodorkan tiga tangkai bunga berbeda warna—anyelir merah, anggrek putih, dan mawar merah muda.
"Ini ...."
"Cari sendiri arti dari bunga-bunga itu. Aku pergi."
Kerincing gelang kaki gadis kecil misterius yang entah muncul dari mana, menjadi melodi tersendiri di telinga Jin yang terus menatapnya tanpa berkedip.
"Kenapa hatiku berkobar-kobar begini ...?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Crystallize
General FictionSelamat datang di Taman Kristal milik Lize. Jangan pedulikan posturnya yang kecil seukuran kutu! Apabila dia sudah menelan satu kristal Boraserium, maka dia akan seukuran dirimu. Baiklah, Pixie tak bersayap yang membutuhkan embusan angin (embusan an...