One Ship, Two Fate, Three Wishes

152 55 74
                                    

05 Desember, 2022
#prompt: Aku Dilempar dari Atas Kapal

***

Sia-sia. Hati yang kepalang basah dan terulur padamu, tapi tidak kau gubris. Aku tenggelam, perlahan-lahan di lautan amarah ini. Sepi, gelap, tiada lagi pendar dari hatimu. Lentera yang selalu menerangi malamku.

Aku ingin mengutuk kalian yang menghempasku dari bahtera persahabatan yang kita bangun bersama. Aku, kamu, dan dia.

Salahku, ini semua salahku. Berulang kali sinyal dari mencusuar hatimu itu tidak pernah tertuju padaku. Namun, kepongahan dan kebodohan ini justru mendayung semangat menuju cahayamu.

Lihatlah perahu kecilku bahkan tidak sanggup lagi menampung beban kepedihan ini. Hati ini semakin tenggelam dalam kubangan keruh bernama Harapan Kosong.

Sia-sia. Semuanya sia-sia belaka. Sekarang, apa yang kudapati?

Aku harus menelan kekalutan ini, menghirup cemburu pekat yang menyumpal dada. Untaian melodi lirih kusenandungkan dari sini ... dari pusaran keputusasaan yang menjadi pembaringanku di dasar samudra cinta yang tidak pernah kau inginkan.

Temukan serpihan kenangan tentangku di dalam ruang rindu kalian.

***

Duduk menyendiri di geladak kapal pesiar sambil ditemani segelap limun dingin adalah surga. Sengatan panas bola api raksasa yang meninggi, sama sekali tidak menggubris Karla yang berada di dunianya sendiri.  Buktinya, langkah kaki seseorang yang semakin dekat pun luput dari perhatian.

"Duka Lara, apa lagi yang kau tulis?" Lagi si jangkung berkaca mata datang dan mengintip curahan hati Karla.

Karla mendongak sambil memengangi topi lebarnya. "Karla! Bukan Duka Lara, Jin Ifrit!" umpatnya kesal pada pria yang sibuk merapikan juntaian rambut yang menusuk mata.

Jin memicingkan mata dan mengeja baris terakhir, "Temukan serpihan kenangan tentangku di dalam ruang rindu kalian."

Tulisan tangan beraroma putus asa, memang kembali terukir di buku harian gadis bernama lengkap Dullahan Katrina Lara, atau biasa dipanggil Karla. Tidak salah juga bila Jin menyingkat namanya menjadi Duka Lara, tapi tetap saja siapa yang tidak akan marah dan kesal bila namanya dipelesetkan dan berkonotasi semuram orang berkabung seperti itu.

"Kertasnya kena hujan badai lagi?"

"Hah?"

"Badai asmara," ledek Jin sambil menjulurkan lidah dan memasang mimik lucu.

Karla kembali mengernyit jijik. Namun, ada kebenaran dari ucapan si rambut hitam yang bayangannya berhasil menghalangi cahaya matahari di atas kepala mereka. Lembaran kertas buku hariannya tidak pernah rata, selalu bergelombang akibat terlalu sering dicurahi rinai hujan dari sudut matanya.

Benar, kemarin awan badai memang menghinggapi Karla. Gerimis yang berkembang cepat menjadi kecamuk gelombang tinggi yang mengusik dan mempermainkan segala rasa. Pada akhirnya, ia terlontar keluar dari kapal persahabatan. Dirinya harus puas diselamatkan oleh sekoci ketabahan hati dan menyaksikan mereka, di bawah sinar rembulan bercumbu untuk pertama kali, setelah kata-kata manis membuai itu terucap bersama gemuruh napas gugup Jin yang takut mendapatkan penolakan.

Maaf. Hanya satu kata awalan itu yang diharapkan Karla meluncur dari bibir merah muda itu, tapi justru kata-kata yang mencakar, mencabik, dan melumat harapannya hingga pupus. Satu kata 'ya' dari Hyun untuk Jin, telah menyegel pengharapan Karla.

Memang Karla merasa dikhianati, tapi apa yang bisa dilakukan? Perasaannya untuk Jin menjelma menjadi kutukan. Karla tidak bisa menghapus kejadian yang berlangsung di depan mata, apalagi pura-pura tidak mendengar ucapan Jin pada dia, sahabat yang tumbuh bersama mereka.

Muak. Karla muak dan enggan untuk merasakan jatuh cinta lagi. Di tangannya tergenggam sebuah kristal.

Batu Amethyst, bisakah kau mengabulkan permintaan egoisku ini?

Bersambung >>>

Karya ini untuk challenge menulis bulanan Blackpandora_Club

CrystallizeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang