If That Chance Ever Comes

12 3 0
                                    

28 Desember, 2022
#prompt: Jika

Type: Cerpen [640 kata]

Status: Ranko Sawa x Orlen x Xirina from HHF Series

***

Ranko duduk bersandar pada tembok kayu gudang tua, tempat Orlen sering menghabiskan waktunya membongkar pasang benda elektronik yang berserakan. Hanya ada dentingan kunci inggris yang beradu dengan lantai semen, atau pelantingan baut, percikan-percikan api kecil dari dua kabel berbeda kutub yang disatukan. Gadis berwajah cemong dan bermandikan keringat di depannya memang menjadi pemandangan yang mengundang senyum di wajahnya.

Orlen menoleh dan menggerutu, "Mau sampai kapan kau membiarkanku merakit ini sendiri?"

"Bilang apa?"

"Bantu aku, Tuan Pemalas."

Ranko mengangkat alis diberi julukan seperti itu, tapi akhirnya berdiri di samping Orlen dan menuruti apa saja yang diminta gadis manis tersebut.

"Kalau badai ini selesai, kau akan pergi ke mana, Ran?" Orlen menyeka peluh yang hampir masuk ke matanya.

"Aku belum ada rencana apa pun. Mungkin pergi ke planetarium atau ... meneruskan hobiku."

"Hobi?"

"Ya. Bila kau pergi ke wahana air di kotaku, kau akan bertemu artis aquarium bernama Xiran Clearwater."

"Itu kan ... namamu, Xiran."

"Itu nama panggung untuk hobiku, Orlen. Namaku Ren—maksudku—Ranko Sawa."

Orlen mengulurkan tangan. "Kenalkan, aku Orlen Chandrakanta. Senang berkenalan denganmu, Ranko Sawa."

Xirina tidak hanya menggerakkan tangan Ranko untuk balas menjabat tangan Orlen, tapi juga menarik sudut bibirnya dan mengikuti sandiwara Orlen. "Salam kenal, Nona Cantik."

Xiri!

Ranko ingin menceramahi Xirina, tapi diurungkan. Tidak mungkin ia bertengkar dengan Xirina di depan Orlen yang sekarang tertunduk malu dan sibuk mengencangkan baut.

"Butuh bantuan?" Ranko hendak mengulurkan tangan untuk membantu menahan lempengan tipis yang terus bergeser dari tempatnya.

"Tidak, tidak usah."

Suasana kikuk yang dibangun oleh Xirina berakhir sewaktu Rave masuk untuk memanggil mereka. "Maaf mengganggu waktu kalian. Makan malam sudah siap."

***

Ranko duduk di sofa sambil menatap ke luar jendela. Tidak ada yang bisa dilihat selain hujan yang menabrak kaca dan menciptakan aliran air yang terus turun. Pikirannya melayang pada satu malam yang ia habiskan di apartemen Dominic Dawson yang hangat.

Perbedaan mendasar hanyalah bentuk dari yang menabrak jendela. Bila di apartemen Dominic adalah salju yang turun dan menumpuk pada daun jendela, maka yang sekarang hanyalah air yang langsung hilang tanpa jejak.

Hilang tanpa jejak. Benar juga. Hari itu adalah hari terakhirnya bersama Dominic karena keesokan hari ia memutuskan untuk pulang ke rumah demi alasan yang konyol—mencari aman.

Apanya yang mencari aman bila ia justru mendatangi rumah yang menjadi sumber kenangan buruk.

Ranko menyandarkan siku di sandaran sofa sambil menyangga kepala. Matanya menumbuk tato berinisial 'D'. Tato yang dibuat Xirina ketika ia kelelahan dan tertidur. Ia sama sekali tidak bisa mengingat apa saja yang dilakukan Xirina terhadap tubuhnya malam itu.

Ia hanya tahu terbangun dalam kondisi meringkuk di lantai dan pangkuan Dominic menjadi alas kepalanya. Mantel panjang beraroma karamel milik lelaki tampan itu telah menjadi selimut. Apartemen sempit yang nyaris tidak ada perabotan menjadi saksi bila Dominic pernah menghabiskan malam bersamanya dalam keadaan tertidur pulas dalam posisi duduk di bawah jendela.

Pagi tenang Ranko harus diisi dengan segala ceramah Dominic karena tato kembar berinisial 'D' di masing-masing pergelangan tangannya. Belum lagi Xirina kembali berulah dengan tersenyum manis hingga membuat Dominic semakin bersungut-sungut kesal. Ranko juga kesal karena tidak bisa dengan lantang menyalahkan Xirina.

Ya, Dominic tidak pernah tahu dengan keberadaan gadis astral yang memang terang-terangan mengakui menyukai idolanya.

"Hei, lelaki labil! Seharusnya sekarang kau memikirkan gadis itu, bukan Dom!"

"Bukan. Aku hanya ingin tahu apa yang kau lakukan hingga ada tato ini, hah? Apa yang harus kubilang bila Orlen menanyakan ini?"

"Belokkan saja arah pembicaraan."

"Dasar tidak bertanggung jawab!"

"Kata orang yang tidak mau menghapusnya."

"Ya. Jika memiliki banyak kenangan indah bersama orang-orang yang kita sayang, untuk apa menghapusnya." Ranko menyapukan ujung telunjuk di atas tato, merasakan denyut nadinya sendiri. "Aku ... ingin menciptakan lebih banyak kenangan bersama Orlen, Xiri."

"Kalau begitu, kapan kau akan menyatakan perasaanmu?"

"Segera. Jika kesempatan bagus itu datang, aku akan segera menyambarnya, Xiri."

"Cepatlah. Kau tahu, waktu tidak suka menunggu, Ran. Kesempatan itu tidak datang, tapi harus kau yang menciptakannya."

"Aku tahu. Aku sudah berencana akan mengajak Orlen ke planetarium lalu mengundangnya ke pertunjukanku." Ranko menghela napas dan melanjutkan, "setelah kita keluar dari tempat terkutuk ini!"

***






CrystallizeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang