24 Desember, 2022
#prompt: Salju
Type: Cerpen [506 kata]Status: Xiran x Dom from Halloween's Hunting Festival
***Ranko menyusupkan kedua tangan ke dalam kantung mantel panjangnya demi mencari kehangatan yang telah lama hilang setelah ia melangkahkan kaki di luar kafe. Malam ini dirinya tidak ingin kembali ke apartemen sempit dingin akibat penghangat ruangan yang tidak kunjung diperbaiki.
Pikirannya berkecamuk antara meminta Dominic menemani sepanjang malam atau ikut pulang bersamanya. Seperti biasa, lidahnya terlalu kelu untuk menyuarakan pendapat.
"Ran, berhentilah berpikir," saran Xirina, "apa yang kau pikirkan itu bukanlah hal yang berat bagi Dom," tambahnya.
Langkah Ranko terhenti beberapa meter dari sebuah pohon cemara yang diberi berbagai hiasan gantung dan lampu kerlap-kerlip. Cantik. Pada puncak pohonnya berdiri sebuah bola emas besar yang diberi ornamen bintang-bintang kecil.
Tepat pukul dua belas malam, lampu-lampu yang melingkari pohon natal semakin banyak yang menyala dan berdenyut bergantian hingga mencapai puncaknya. Bintang-bintang kecil yamg sedari tadi diam, mulai bergerak mengitari bola emas tersebut. Ranko tersenyum, matanya tidak lepas dari pucuk pohon, tepatnya pada ornamen tersebut.
Bintang kecil yang mengorbit pada planetnya.
Sebuah lagu mengalun indah hingga Ranko menutup mata dan menundukkan kepala menghayati setiap liriknya. Dominic berdiri di samping Ranko, menawarkan kehangatan berupa rangkulan yang sangat jarang ia lakukan.
Entah dorongan dari mana yang berhasil menggapai hatinya. Yang Dominic tahu, lelaki di samping ini sangat membutuhkan bentuk dukungan yang nyata.
Mungkin dengan tindakan kecil ini akan membuat perasaan Ranko menjadi lebih baik. Pria yang lebih kecil dan pendek darinya itu tidak akan pernah mengatakan alasan di balik kelopak mata yang bengkak, ataupun skleranya yang memerah.
Anak ini! Apa yang kau tangisi, hah?
***
Selesai dengan melihat pertunjukan lampu dan kembang api. Dominic dan Ranko berjalan menyusuri sebuah taman ria yang sepi. Seluruh permukaan lapangan berpasirnya telah ditutupi oleh hamparan salju yang masih terus berguguran dari langit.
Ranko meninggalkan Dominic dan duduk pada sebuah ayunan.
"Jangan menyandarkan kepala di rantainya, Ran!"
Sungguh, pikiran Ranko memang berkelana ke mana-mana. Bila saja Dominic tidak mengingatkan, mungkin sekarang kulit pipinya sudah tertempel di rantai besi yang membeku. "Oh. Kau benar."
"Ck." Dominic akhirnya menghampiri dan mendorong punggungnya. "Seperti anak kecil!"
Dominic mendorong Ranko beberapa kali hingga ia mengayun tinggi dan tawa riang yang sesekali meninggi meluncur keluar dari mulutnya. Ia terus melakukan hal tersebut hingga Ranko memintanya untuk berhenti.
"Merasa lebih baik?"
"Ya." Ranko berdiri dan melengos begitu saja meninggalkan Dominic. "Saatnya pulang."
Dominic hanya memerhatikan Ranko yang semakin menjauhinya. Sebuah ide melintas dan ia mulai mengumpulkan salju di ujung kaki, memadatkannya dalam bentuk bola dan dilempar hingga hancur ketika membentur kepala Ranko.
"Pulang ke mana? Kau ingin membeku di apartemen sempitmu itu?"
Ranko berhenti dan berbalik. "Dari mana kau tahu, Dom?"
Satu bola salju menabrak wajah Ranko. "Apa susahnya menebak. Kau pikir tidak aneh mengajakku ke kafe hampir tengah malam begini bila ruanganmu hangat?"
Ranko menarik napas dalam dan diembuskan perlahan. "Kau benar, Xiri. Untuk apa aku mengkhawatirkan hal yang tidak penting,"bisiknya.
Lima belas menit kemudian dihabiskan Ranko dan Dominic untuk perang bola salju sebelum menuju apartemen Dominic.
"Untuk kali ini saja kupinjamkan kasur empuk kebanggaanku untukmu!"
"Aku bisa tidur di sofa, Dom."
"Diamlah. Aku bosan mendengar bantahanmu!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Crystallize
General FictionSelamat datang di Taman Kristal milik Lize. Jangan pedulikan posturnya yang kecil seukuran kutu! Apabila dia sudah menelan satu kristal Boraserium, maka dia akan seukuran dirimu. Baiklah, Pixie tak bersayap yang membutuhkan embusan angin (embusan an...