"Belum pulang Jen?"
Pemuda yang merasa namanya di sebut menoleh mendapati seorang pemuda seusianya berjalan mendekat dengan payung di tangannya.
"Gak bawa payung, jadi nunggu hujan reda" Jeno mendudukkan dirinya di kursi panjang koridor sekolah tampak tersenyum tipis.
"Gue kebetulan bawa payung, mau nebeng?" Tawar sosok tersebut membuka payungnya.
"Kita beda arah" bukannya Jeno tak mau, tapi memikirkan arah rumahnya yang ke kanan sedangkan arah rumah sahabatnya ke kiri dia menyerah.
Soobin menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan canggung, dia lupa kalau mereka beda arah. Tapi melihat Jeno duduk sendirian di sini dia juga tidak tega.
"Atau gue temenin sampe hujan reda gimana?"
"Gak perlu, sono pulang" geleng Jeno.
"Tapi..."
"Gue gapapa, duluan aja Bin"
"Yaudah kalo gitu, tapi lo hati hati!" Peringat Soobin sedikit khawatir. Kali ini Jeno mengangguk dengan senyum tipis di bibirnya.
Walau enggan akhirnya Soobin mengangkat payungnya pergi meninggalkan Jeno duduk sendirian di bangku koridor Sekolah. Hujan sangat deras, angin dingin bertiup dengan kencang membuat Jeno merapatkan jaket yang dia kenakan.
"Lo yakin gak mau pulang sama gue?"
"Um, duluan aja"
Jeno yang samar samar mendengar percakapan tersebut mendongak. Terlihat dua orang remaja seumurannya tengah mengobrol cukup jauh darinya.
"Gue duluan"
"Hm"
Suara langkah kaki terdengar mendekat, dapat Jeno lihat sesosok pemuda tengah berjalan ke arahnya. Baru kali ini dia melihat pemuda tersebut, berperawakan tinggi dengan warna kulit yang sedikit exotis, wajahnya terlihat tanpa ekspresi dan tenang.
Pihak lain sepertinya merasakan pandangannya hingga dia mengangkat matanya untuk menatap. Keduanya saling tatap dalam diam sejenak. Jeno mengangguk dengan senyum tipis sebagai sapaan. Pihak lain yang melihatnya juga balas mengangguk samar lalu duduk di sampingnya.
Suasana hening, hanya suara hujan yang menjadi backsound di antara keduanya. Jeno sedikit malu untuk berbicara terlebih dahulu ketika melihat pihak lain sepertinya tak ingin mengobrol.
Dia diam diam melirik sosok di sampingnya, wajah tampannya terlihat sangat serius, um yah memang tampan. Tiba tiba Jeno tertegun, sejak kapan dia memuji orang lain tampan? Bukankah dirinya yang paling tampan? Diam diam Jeno tersenyum bangga pada dirinya sendiri karna di lahirkan sangat tampan.
Haechan tak tau mengapa sosok di sampingnya terus melirik ke arahnya secara diam diam, pada akhirnya dia memilih untuk menoleh menghadapi sepasang mata bulat hitam milik sosok tersebut. Fitur wajahnya sedikit chubby, hidung tinggi, mata melengkung dengan bulu mata lentik, bibirnya yang tipis berwarna pink alami membuatnya diam diam menelan. Um yah bibirnya terlihat enak eh? Lupakan.
"Kenapa?" Suara tenang memasuki pendengaran Jeno yang masih terbenam dalam fikirannya.
"Ha?" Jeno sedikit linglung. Haechan hanya diam menunggunya untuk bereaksi sendiri.
"Ah? Oh! Enggak, lo kelas berapa?" Geleng Jeno mulai bertanya dengan santai.
"10 Ipa 1" jawab Haechan.
"Gue 10 Bahasa 1. Btw nama?"
"Haechan"
"Gue Jeno" angguk Jeno mengerti.
![](https://img.wattpad.com/cover/330119897-288-k171556.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle Of Destiny ✓
De TodoJeno dan Jaemin adalah saudara kembar, tetapi mengapa kehidupan mereka sangat berbeda? Bxb Soobjen Hyuckno Jeno x all