─────
Chapter Sixteen : Renjun yang Kesal.
─────
Haechan menjalani ujian akhir semesternya dengan susah payah, karena tangan kanannya yang masih harus di gips membuat dirinya kesusahan. Beruntung pihak kampus memberikan dirinya keringanan, bahkan Renjun sebagai sahabat sejatinya itu rela menulis dua kali untuk mengisi jawaban miliknya dan milik Haechan.
Awalnya tentu saja menolak bahkan mengamuk seperti orang gila─ hanya berteriak saja. Namun tetap saja memekakkan telinga dan menjadi pusat perhatian. Namun dengan segala bujuk rayu yang Haechan berikan, akhirnya Renjun pun menyetujuinya.
Alasan Renjun menyetujuinya pun karena kasihan dengan kondisi sahabatnya itu, mau bagaimana pun─ sekesal atau semalas apapun baik Renjun maupun Haechan akan berusaha membantu sama lain.
Seperti sekarang ini, mereka tengah berada di lorong kampus untuk pulang. Renjun membawakan buku Haechan. Tentu saja sambil menggerutu tidak jelas sambil sedikit menghentak-hentakkan kakinya. Hal tersebut tentu saja tak luput dari penglihatan Haechan. Ia tentu saja memekik senang, karena Renjun sangat jarang mau menjadi 'babu'-nya. Biasanya Haechan yang akan menjadi babu Renjun.
Beruntung hari ini adalah hari terakhir bagi jurusan mereka untuk ujian, yang berarti mereka mendapatkan 2 hari tambahan untuk memulai libur lebih awal.
Saat Renjun masih asyik dengan acara mengeluhnya, saku celana kirinya bergetar. Menandakan ponsel miliknya ada telepon masuk. Ia pun mengentikan langkahnya untuk mengangkat telepon, membuat Haechan yang tepat berada di sisi Renjun juga ikut berhenti.
"Ya, eomma?" Ternyata panggilan itu dari ibu dari Renjun.
Seketika raut wajah pemuda itu menjadi serius dengan mengerutkan sedikit dahinya kala menyimak apa yang sang ibu katakan, "Baiklah, aku akan segera pulang."
Setelah sambungan telepon terputus, Haechan pun menatap Renjun yang raut wajahnya berubah menjadi gelisah.
"Ada apa?" Tanya Haechan penasaran, Renjun menghela napasnya berat.
"Sepupuku, Chenle. Dia masuk rumah sakit pagi ini, eomma memintaku untuk langsung ke rumah sakit," Jawab Renjun pelan, Haechan bisa merasakan sahabatnya ini menjadi sedih. Ia pun mengusap bahu Renjun pelan. "Jadi, aku tak bisa mengantarmu pulang."
Ah benar juga, itu berarti Renjun tidak bisa bisa mengantar Haechan pulang. Ia harus minta siapa untuk mengantarnya?
Naik bis umum? Bisa habis dirinya, karena orang tuanya berpesan untuk tidak naik bis umum untuk saat ini, karena kondisi tangannya belum pulih total dan masih sensitif jika terkena orang lain.
Naik taksi? Ah bisa habis uang jajannya, karena Haechan dalam misi menabung untuk membeli buku keperluan kuliahnya.
Minta Hendery menjemput? Jangan harap, pasti tidak akan mau. Apalagi Hendery berbeda kampus dengan dirinya dan suka mengantar-jemput kekasihnya, bisa-bisa Haechan jadi nyamuk diantara mereka.
Mark? Haechan tidak yakin dengan opsi itu.
Namun tanpa diduga, Mark dan Jaemin terlihat oleh netra Haechan dan Renjun. Pemuda China itu malah meneriaki nama Mark dan berjalan menghampirinya, mau tidak mau Haechan mengikuti Renjun. Mark dan Jaemin pun menoleh ketika melihat siapa yang menghampiri mereka.
"Mark, kau sibuk tidak? Bisa kau antarkan 'kekasihmu' ini pulang? Aku tidak bisa mengantarnya karena ada urusan." Ucap Renjun yang begitu jelas, padat dan menyindir. Tentu saja Renjun menekan kata 'kekasih' agar Mark sadar bahwa Haechan adalah kekasihnya, bukan Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside You : Markhyuck
Fanfiction[COMPLETED] Hanya karena taruhan, Mark harus menjalin kasih dengan Haechan yang notabenenya orang yang menyukai dirinya, hingga mereka dihadapkan dengan berbagai macam masalah dalam hubungan mereka. Mampukah Haechan merubah sifat dan bertahan mengha...