Part Twenty One

4K 271 28
                                    

─────

Chapter Twenty One : Keraguan

─────


Mark mengemudikan mobilnya diatas rata-rata, menghiraukan rambu lalu lintas yang seharusnya kecepatan mobil hanya 40 km/jam namun dirinya berjalan dengan dua kali lipat lebih cepat dari ketentuan, yang terpenting baginya ia harus segera sampai di rumah Haechan.

Ia harus mencari kebenarannya, apakah benar Haechan yang membuat Jaemin-nya seperti ini? 

Hingga akhirnya mobil milik Mark sampai di pekarangan rumah Haechan, kemudian keluar dari mobil yang disambut oleh pelayan rumah yang sangat kenal dengan Mark.

Pemuda tampan itu mengikuti langkah pelayan rumah untuk masuk ke dalam, ekor matanya melihat seseorang yang tengah duduk di sofa ruang tamu yang ternyata ada ayah dari kekasihnya itu.

"Mark? Itukah kau?" Tanya ayah dari Haechan yang bernama Johnny, pria kelahiran Chicago, Illinois, Amerika Serikat yang menikahi pria asal Bangkok, Thailand. Mendirikan perusaahan bidang kesehatan dan menjadi orang yang paling berpengaruh di Korea Selatan.

Mark membungkuk sebagai tanda hormat, kemudian membalas pelukan dari ayah kekasihnya itu, "Apa kabar, nak? Sudah lama tidak melihatmu"

Pemuda tampan itu mengulas senyum ramah, sudah lama ia tidak melihat ayah dari Haechan ini. Mungkin sekitar 2 bulan tidak bertemu.

"Aku baik, terima kasih sudah bertanya paman." Jawaban Mark membuat Johnny tertawa sambil menepuk bahu Mark.

"Kau ini, mengapa panggil aku paman? Panggil saja daddy, seperti Haechan dan Dery."

Mark pun hanya bisa megusap tengkuknya yang tidak gatal, kemudian terkekeh mendengar ucapan Johnny. Selanjutnya Mark pamit untuk menemui anaknya yang diketahui sedang berada di kamar.

Saat pemuda tampan itu sudah di depan kamar Haechan, ia mengetukkan pintu beberapa kali, kemudian membuka pintu bercat putih dengan banyak stiker beruang kecil. Memperlihatkan Haechan yang tengah membaca buku; mungkin saja novel, di kasurnya dengan menggunakan headset putih andalannya.

Haechan yang merasakan kehadiran seseorang pun melepas sebelah headset-nya dan menoleh ke sebelah kirinya, mendapati Mark yang tinggi menjulang itu menatap dirinya membuat Haechan kebingungan, karena tidak biasanya Mark datang secara tiba-tiba seperti ini.

"Mark hyung? Tumben sekali..." Gumam Haechan yang menggeser tubuhnya agar Mark dapat duduk disebelahnya dan pemuda tampan itu duduk disebelah Haechan.

Haechan pun berubah posisi duduknya menjadi menghadap ke arah Mark kala ia sudah meletakkan buku dan melepaskan headset-nya, tersenyum manis pada Mark. Sedangkan Mark berusaha mati-matian untuk menahan diri tidak tersulut emosi dengan Haechan, ia harus mengingat apa tujuannya datang.

"Jadi... ada apa? Tidak biasanya hyung datang tanpa memberi kabar." Ucap Haechan yang sedari tadi menunggu maksud dari kedatangan Mark ke rumah.

"Apa yang kau lakukan hari ini?" Tanya Mark membuat Haechan mengangkat sebelah alisnya, kemudian terkekeh.

"Hyung ini, kau bisa mengirimkan pesan padaku untuk hal itu," Mark pun sedari tadi diam dan memperhatikan pergerakan Haechan yang sedang meletakkan buku yang tadi ia baca dengan buku lainnya di rak, "Hari ini... tidak banyak yang kulakukan, pergi kuliah, belajar dan bersama Renjun yang tiba-tiba memintaku menemaninya ke toko buku."

"Renjun?" Haechan mengangguk kala ia sudah membalikkan badan pada Mark yang masih duduk dikasurnya. "Bahkan hyung sudah berjanji untuk mengantarku pulang hari ini, tapi sepertinya hyung sedang sibuk."

Pemuda tampan itu sedikit terbelalak kala mendengar penuturan Jaemin, ia pun menepuk dahinya pelan karena melupakan janji itu. Perbuatan Mark membuat Haechan terkikik geli.

"Tapi serius, hanya itu saja? Apa kau ke toilet kampus hari ini?" Pertanyaan Mark benar-benar dilur nalar, Haechan malah semakin tertawa mendengarnya.

"Kau serius?" Tanya Haechan balik, ia mengusap ekor matanya karena menangis akibat terlalu banyak tertawa, "Tentu saja aku ke toilet, aneh-aneh saja pertanyaanmu hyung."

Mark tidak peduli balasan Haechan yang tertawa atau apapun, ia membutuhnya informasi sekarang, "Lalu, apa kau bertemu Jaemin?"

Tapi, jawaban Haechan kali ini membuat Mark menegang.

"Yap, aku bertemu dengannya di toilet, sekedar menyapa setelahnya aku pergi."

Seketika Mark mengeraskan rahangnya, Haechan dapat melihat kilatan marah yang terpancar pada netra sehitam jelaga milik Mark. Pemuda tampan itu mendekat pada Haechan, meletakkan kedua tangannya pada sisi kanan dan kiri tubuh pemuda manis itu.

Haechan tentu saja panik karena tidak biasanya Mark seperti ini padanya, apalagi jarak mereka yang begitu dekat membuatnya sedikit tak nyaman.

"Hyung, ini terlalu─"

"Apa kau yang melakukannya, Haechan?" Tanya Mark dengan nada yang begitu rendah. Haechan menatap Mark takut, bahkan sekedar meneguk ludah saja begitu sulit.

"Me-melakukan apa?!" Haechan berusaha mendorong tubuh Mark agar memberi jarak pada mereka, napas Haechan tiba-tiba menjadi terengah-engah kemudian mata Mark semakin memicing tajam.

"Se-sebentar... kenapa kau menanyakan hal ini?" Tanya Haechan dengan tatapan yang terlihat bingung, "Apa yang terjadi dengannya?"

Mark pun terkekeh dengan pertanyaan Haechan, merasa muak karena pemuda di depannya ini seakan-akan bermain-main dengannya, "Jangan bertingkah sok lugu, Haechan. Katakan saja apa yang lakukan pada Jaemin."

Haechan menggeleng tanda ia tak melakukan apapun pada sahabat dari kekasihnya itu, masih segar ingatannya kala dirinya menyapa Jaemin yang baru saja masuk ke dalam kamar mandi yang sama dengan dirinya.

"Apa kau tahu? Jaemin pingsan di salah satu bilik kamar mandi dengan keadaan basah kuyup." Mark menjelaskan dengan nada yang begitu datar, "Beruntung Jeno menemukannya, jika tidak mungkin asma yang di deritanya bisa bertambah parah."

Pemuda manis itu langsung menutup mulutnya tidak percaya, bahkan dirinya baru mengetahui fakta bahwa Jaemin memiliki penyakit asma.

"A─aku berani bersumpah, hyung. Aku tidak─"

"Cukup Haechan! Kau tinggal mengaku saja apa susahnya?" Mark semakin emosi dengan suara pelan namun begitu tegas. Haechan yang saat itu juga merasa dibentak langsung mengeluarkan air mata yang tanpa sengaja keluar.

Mark berdecih, kemudian pergi dari kamar Haechan dan menghiraukan teriakan dari pemuda bersurai cokelat terang itu.

Ketika Mark sudah masuk ke dalam mobil dan menjauh dari kediaman keluarga Seo, hatinya begitu berkecamuk dan kecewa kala mengetahui fakta bahwa Haechan yang melakukan perundungan pada Jaemin. Tapi sisi lain hatinya mengatakan bahwa Haechan tidak bersalah.

Emosi dan ego selalu saja menang kala dirinya berdebat, tanpa berpikir jernih dan menuduh secara tiba-tiba. Bahkan membuat Haechan menangis.

Ia pun mengambil ponselnya karena lampu lalu lintas sedang berwarna merah, jarinya begitu lihai mengetikkan pesan kepada seseorang kemudian meletakkan ponselnya kembali pada kursi kosong disebelahnya. 

"Haruskah aku mencari tahu?" []













[ ─────────────── ]


To Be Continue...

don't forget to vote and comment!

Beside You : MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang