─────
Chapter Twenty Four : Kehilangan.
─────
Langit sore berwarna jingga, dihiasi dengan burung yang saling berterbangan yang sesekali berkicau, mata sehitam jelaga itu menatap lurus ke depan yang memperlihatkan banyak orang yang berlalu lalang untuk pulang ke rumah mereka.
Definisi rumah menurut Mark sendiri adalah tempat yang membuat dirinya nyaman di dalamnya bahkan menjadi satu-satunya tempat perlindungan dari cuaca serta mara bahaya.
Namun kali ini, Mark sudah kehilangan rumahnya.
Rumah yang sudah datang padanya tanpa diminta, kini pergi jauh atau mungkin tidak bisa kembali? Entahlah, dia sendiri pun juga tidak tahu. Karena sudah lebih dari satu minggu ini dirinya hidup bagaikan tanpa nyawa.
Kata-kata Haechan membuatnya dadanya begitu sesak, apalagi jika membayangkan kembali wajah memerah yang berlinang air mata itu.
Mari kita akhiri yang seharusnya tidak terjadi.
Setelah kejadian itu, Mark tidak pernah mendatangi Jaemin lagi bahkan untuk sekedar menanyakan kabar dan juga selalu absen kuliah lebih dari satu bulan terakhir. Jeno, Lucas dan Guanlin sesekali mampir untuk melihat kondisi sahabat mereka yang bisa dibilang tidak baik-baik saja.
Jeno selalu memberikan kabar terbaru mengenai Jaemin, apalagi pemuda bergigi kelinci itu selalu menanyakan keberadaan Mark, menanyakan kabar dan lain sebagainya. Padahal yang Mark butuhkan saat ini adalah Haechan.
Ya, Mark sekarang mengakui bahwa dirinya sepenuhnya mencintai pemuda manis berkulit tan itu.
Kemana saja dirinya selama ini?
Mark baru menyadari dimana Haechan pergi meninggalkannya waktu itu, perpisahan yang begitu menyesakkan dada. Mengejar pemuda manis itu saja dirinya seperti tidak mampu.
Mimpi pemuda tampan itu pun menjadi mimpi yang paling tidak Mark sukai, karena selalu terbayang wajah manis itu menangis karena dirinya.
Seperti saat ini, memandangi sekitar lewat jendela kamar Mark yang berada di lantai dua menjadi kegiatan rutinnya akhir-akhir ini. Biasanya, Haechan akan selalu mengganggunya baik itu secara langsung atau melalui pesan singkatnya yang begitu cheesy.
Tapi, sekarang sudah tidak ada.
Jeno yang saat ini berada di sebelah Mark hanya menghela napas berat. Sudah dua kali Mark terpuruk seperti ini, pertama saat kepergian Jaemin dan kedua kepergian Haechan. Dan ini adalah pertama kalinya Mark merasa kehilangan yang begitu dalam.
"Hyung, jika kau terus seperti ini, bagaimana bisa kau menjadi orang yang pantas bersama Haechan? Apalagi jika dia tahu kau seperti ini." Jeno yang mencoba membujuk Mark tidak membuat pemuda beralis camar itu bergeming.
Tak ada kata yang keluar dari bibir sahabatnya, keheningan menyelimuti keduanya sampai rasa dingin ingin menembus kulit mereka.
"Aku sudah mencoba sebisaku." Ucap Mark begitu lirih, "Tapi dia tidak pernah mau menemuiku."
Benar, sejak kejadian itu pula Haechan seakan menghilang. Pernah sekali pemuda tampan itu bertanya pada sahabat Haechan; Renjun, namun yang ia dapatkan hanyalah cibiran pedas yang berakhir tidak memberikan informasi apapun mengenai Haechan. Mark dibuat kalang kabut atas kepergian Haechan.
Segala cara sudah dilakukan, dari mencoba menghubungi ponselnya, alamat email, dan bahkan bertanya pada teman-teman Haechan, hasilnya nihil. Sedangkan kediaman keluarga Seo menjadi sepi seperti tak ada orang lagi yang menghuni rumah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside You : Markhyuck
Fanfiction[COMPLETED] Hanya karena taruhan, Mark harus menjalin kasih dengan Haechan yang notabenenya orang yang menyukai dirinya, hingga mereka dihadapkan dengan berbagai macam masalah dalam hubungan mereka. Mampukah Haechan merubah sifat dan bertahan mengha...