Renjun benar-benar sangat lega saat mendengar jika Jeno dan Hyuck ternyata sudah memiliki rencana. Atau lebih tepatnya semua orang merasa lega saat mengetahui hal tersebut.
"Jadi apa rencananya, kak Hyuck?" Tanya Chenle bersemangat.
"Pertama-tama kita harus ngelakuin beberapa hal dulu. Dan by the way, panggil gue Haechan sekarang. Nama gue itu Haechan." Ujar Hyuck.
Semuanya tersenyum, khususnya Jeno, Sebagai orang yang paling mengetahui cerita dibalik nama Haechan membuat Jeno senang. Tidak ada lagi penyesealan dalam diri Hyuck—Haechan.
"Oke, jadi rencananya itu..."
TOK TOK TOK
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari kamar mereka.Semuanya saling pandang, tidak ada pikiran positif sama sekali ketika mendengar suara ketukan pintu di kamar.
"Petugas hotel?" Bisik Jisung berusaha menebak sosok dibalik pintu tersebut.
Chenle segera menggeleng, "Kalo memang itu petugas hotel, dia pasti bakal ngomong. Lo pernah nginep di hotel gak, sih?" Entah kenapa Chenle agak emosi saat menjawab pertanyaan Jisung.
Semakin tidak ada pikiran positif di pikiran semua orang disana, sepertinya sudah jelas jika mereka ketahuan secepat ini.
"Denger, kita cuma ada di lantai dua, gue kira gak akan terlalu susah buat turun lewat jendela." Ucap Jeno dengan suara rendah.
"Lo bener, kita gak boleh buang waktu dan cepet-cepet keluar." Mark setuju dan mulai membereskan barang-barang mereka bermaksud pergi.
"Lo yang pimpin, Mark, gue bakal coba nahan mereka selama mungkin sampe kalian sampai di parkiran." Balas Jeno lagi.
Haechan tidak suka dengan perkataan Jeno, "Maksud lo apa sih?"
"Kalo kita semua pergi, kemungkinan besar kita bakal kekejar lagi dan lagi. Lain cerita kalo gue ngulur waktu mereka." Balas Jeno lagi.
"Kalo begitu gue disini sama lo!" Haechan membalas lagi.
Suara ketukan pintu makin terdengar jelas dan keras.
"Yang tahu rencana kita selain gue ya lo, Haechan! Kalo kita berdua mati, yang lain juga mati!" Jeno kini agak menaikkan nada bicaranya.
Saat suasana semakin ricuh dan suara ketukan pintu semakin terdengar tak terkendali, Renjun mengambil pistol dari tas Mark dan berjalan ke ambang pintu.
"Banyak omong." Renjun bergegas menuju pintu dan menendangnya dengan kasar.
Sosok di seberang pintu berhasil membuat dahi Renjun mengerut. "Felix?" Panggilnya.
Felix menatap Renjun datar tanpa menghiraukan senjata api yang tengah ditodongkan pada dirinya seakan-akan sama dia sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi jika peluru di dalam pistol tersebut menembus kepala berisi otak pintarnya itu.
"Lo kok bisa kesini?" Renjun masih mematung di depan pintu dengan pistol yang masih mengarah ke Felix.
Felix kemudian menepis senjata api yang hanya berjarak sekitar dua kepalan tangan dari dahinya.
"Lain kali kalo mau saling adu argumen dramatis kayak tadi harusnya kalian sewa hotel bintang lima, bukan penginapan biasa kayak gini. Semua omongan kalian bisa gue denger jelas, kalian kira tembok ini kedap suara?" Felix berbicara dengan nada yang selalu Haechan sebut menyebalkan. Kalian mengerti maksudnya, kan?
Haechan dan Jeno yang notabenenya penyebab kegaduhan tadi termenung. Apa kata Felix benar juga, tembok di ruangan ini sama sekali tidak kedap suara dan teriakan-teriakan mereka tadi bisa terdengar jelas. Beruntung itu Felix yang berada di seberang pintu dan bukan musuh mereka—eh tunggu. Apa Felix bisa sudah dipastikan bukan musuh?
KAMU SEDANG MEMBACA
[0.2] BAD DREAM | NCT DREAM ✓
FanficAt the end, he's never wake up from his nightmare. ©elsanursyafira, 2021