CHAPTER 17 : Idol Life Reality

116 12 0
                                    

Bagi Mark kehidupan idol seperti mencekiknya. Privasi mereka seperti terkikis habis. Tubuhnya di eskploitasi oleh padatnya jadwal. Sampai buat memikirkan diri sendiri pun tak sempat. Komentar jahat seperti menyuruhnya mati dan obsesi tidak sehat beberapa orang menyerang mentalnya habis-habisan.

Mark punya riwayat panic attack dan anxiety disorder. Mustahil jika idol K-Pop tidak memiliki gangguan kecemasan sedangkan mereka berada di industri yang menuntut sebuah kesempurnaan.

Tidak bisa diprediksi malam ini serangan panik kembali muncul. Seakan-akan menjelang ajal ia merasa bak terlepas dari realita atau mirip mimpi, jantung berdegup kencang diikuti nyeri dada yang intens, masih berlanjut napasnya menjadi pendek dan tenggorokan seolah tercekik. Keringatnya sejak tadi mengucur deras meski suhu AC terbilang normal. Ia gemetaran hebat, berjuang mengendalikan diri dengan meraih gelas di nakas tapi sayang malah menjatuhkannya.

Pintu digedor-gedor dari luar, tak ada sahutan, seseorang itu menerobos masuk.

Zanya kontan mendekat hanya untuk dibuat syok oleh kondisi tak wajar pria tersebut. Dia menarik Mark dari posisi setengah baring terus mengguncang bahunya kuat-kuat. Mark tersentak entah tubuhnya selemas itu atau tenaga Zanya yang luar biasa.

Pertama-tama dia memfokuskan pandangan pria itu padanya sambil bantu mengatur pernapasan dan rileks. Lantas mendekapnya erat agar tubuh dan otot-otot tidak tegang diiringi menepuk-nepuk pelan pundaknya. Terakhir Zanya coba melakukan teknik grounding, membisiki kata-kata penenang hingga tak terasa pundaknya kian berat.

Zanya melepas dekapan hati-hati. Lalu menatap galak kekacauan di bawah ranjang. Kerjaan lagi anjir mana tengah malam, batinnya geram.

Tempo hendak beranjak sempat-sempatnya Mark bergumam dengan mata terpejam.

"Pagi...bangunkan,... Tolong." Lirih Mark tubuhnya super duper lelah.

Zanya tak menjawab walau dalam hatinya dongkol ingin bilang 'bodo amat'. Faktanya matanya hampir terpejam nyaman karena sebelumnya sulit saat tiba-tiba suara gelas pecah——partisi kamar Mark dan Zanya sekadar papan gypsum——membuatnya terlonjak sampai berdiri tegak.

***

Besoknya Mark misuh-misuh tidak dibangunkan.

"Sekarang jam tujuh pagi apa aku salah atau otakmu yang geser?" Sengit Zanya.

"Pagi yang kumaksud adalah sebelum matahari terbit."

"Versi pagi kita beda, jadi aku gak salah."

Zanya menyodorkan tumblr berisi teh herbal. Menarik kursi, perutnya juga perlu diisi. Ia mengolesi selai full kacang pada selembar roti, melahap dalam satu gigitan besar. Mark melirik sekilas, lalu lanjut mengunyah salad sayur, sarapannya pagi ini.

"Kau tidak punya riwayat alergi?"

"Gak ada alergi-alergian. Semua yang bisa dimakan Yaa aku makan. Kecuali....."

Mark tertawa menunjukkan piringnya.

"Kayak kambing makannya daun, ada yang enak tapi milih yang hambar. Bersyukur banget aku jadi manusia bisa nikmatin semua makanan enak di bumi. Yaa walau belum semua termasuk steak dan susyi."

"Gini-gini sehat loh. Menu diet populer."

Dagunya menuding timbangan badan digital samping kamar mandi. "Barusan naik tiga kilo, bukan masalah."

"Kalau ada tawaran jadi model gimana?" Tanya Mark basa-basi.

Wanita itu kontan memajukan tubuhnya, mengerjap. "Bayarannya semahal kemarin? Kalau iya aku rela diet."

Senja ufuk Barat SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang