🪴18. Candramawa

125 27 0
                                    

"Jeviar?" Felysia menegur Jeviar yang tampak celingak-celinguk di depan kelas yang baru saja ia hadiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jeviar?" Felysia menegur Jeviar yang tampak celingak-celinguk di depan kelas yang baru saja ia hadiri. Bukan mata pelajaran wajib, hanya kelas literasi yang diikuti anak-anak dengan minat literasi tinggi.

"Lihat apa yang gue bawa!" Seru Jeviar sembari mengacungkan buku tua di tangannya.

Kening Felysia berkerut sejenak sebelum kemudian ia menutup mulutnya, "Candramawa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kening Felysia berkerut sejenak sebelum kemudian ia menutup mulutnya, "Candramawa?"

Melihat respon antusias Felysia, Jeviar mengangguk senang. "Lo sibuk sekarang?"

Felysia menjawab dengan gelengan.

"Sip. Kalo gitu kita ke ruang klub sejarah." Ujar Jeviar.

Keduanya kemudian berjalan beriringan menuju ruang klub sejarah. Ruang terbengkalai yang tidak dipedulikan di deretan bangunan tertua di Hope World yang mulai ditinggalkan karena telah berpindah ke bangunan baru yang direnovasi.

"Gue baru sadar, ternyata isi dongeng itu bahkan bukan dalam versi cetak, tapi tulis tangan kayak sebuah jurnal." Jeviar kembali membuka percakapan setelah hening yang menelan keduanya dalam pikiran masing-masing.

"Oh ya? Artinya makin besar dong tingkat kemungkinan kebenarannya?" Cicit Felysia dengan raut semangat.

Jeviar menghembuskan nafas lelah. "Bukan gitu maksud gue, fel." Felysia terlalu terobsesi pada dongeng masa kecilnya dan mulai tidak bisa membedakan nyata dan fiksi, simpul Jeviar.

"Itu yang gue percayai, Jev. Nggak ada hubungannya dengan nilai kebenaran dari kerangka berpikir lo." Tambah Felysia lagi membuat Jeviar langsung mengoreksi sikapnya yang terlalu kontra terhadap Felysia.

Keduanya akhirnya sampai di ruang klub sejarah dan duduk berdekatan di sebuah meja belajar yang mendapat cahaya gratis dari sinar matahari yang muncul melalui kisi-kisi jendela, mereka membaca dongeng itu dengan seksama.

Butuh beberapa menit Felysia akhirnya sadar tulisan itu bukan dongeng. Mungkin dianggap dongeng karena orang-orang mulai berpikir skeptis.

Penulisnya tidak memberikan nama lengkap. Hanya inisial GF, yang diartikan Jeviar seenak jidat girlfriend.

Sapta Timira : The Evil is BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang