Ini dunia yang sama sekali berbeda. Aru pikir hidupnya akan berubah semudah di drama-drama Korea yang mengubah persepsi masyarakat dengan mengubah penampilan seperti jentikkan tangan. Tinggal buka kacamata, mengubah style berpakaian, atau sekadar menggunakan dempul langsung jadi ratu sekolah. Ternyata kenyataan tidak semudah itu, ferguso.
Di Black Shades, penampilan, kepintaran, kekayaan, atau garis keturunan bukan hal-hal utama yang membuat seseorang dihargai. Black Shades adalah dunia kegelapan yang ganas dan keras; siapa yang memiliki kekuatan terbesar, dialah yang berada di puncak piramida tertinggi.
Dan kabar buruknya Aru tidak memiliki kekuatan supranatural.
Karena itulah kini ia diganggu anak-anak nakal dengan cara menerbangkan barangnya dengan sihir, atau menggantung sepatunya di atas pohon saat ia meninggalkannya sejenak, semua hal-hal jahil yang membuat darahnya tinggi.
Anak-anak itu akan berhenti jika Aru bersama Indira dan Felysia, tapi tidak mungkin mereka bisa menempel selama dua puluh empat jam; mereka bukan kembar siam dan Aru tidak mau menjadi cemen kemana-mana harus ditemani karena takut dengan anak-anak sialan itu. Najis!
Maka, ketika Aru nekat berjalan sendirian untuk melihat-lihat setiap sudut Hope World, ada kumpulan cowok kurang kerjaan yang menghalangi jalannya.
"Lo Arunika Manjali kan?" Ujar salah satu cowok dengan rahang tegas.
Aru memutar bola mata sebal, mengabaikan cowok tidak berguna itu; hanya menyia-nyiakan waktunya.
Melihat respon Aru cowok itu makin agresif, kini malah berani-beraninya memegang lengan Aru, tindakan yang membuatnya ingin memotong tangan itu dalam dua puluh bagian.
"Ternyata lo seksi juga, ya." Katanya kurang hajar sambil melihat dengan sorot nakal pada rok Aru yang telah ia potong menjadi setengah paha.
"Lepasin gue." Ujar Aru dingin.
Namun, ekspresinya malah ditertawakan cowok itu dan antek-anteknya, pasalnya mereka telah biasa mengganggu Aru hingga ia menangis ketakutan. "Lepasin gue sekarang, selagi gue masih sabar." Aru kembali memberi peringatan.
"Kalau gue nggak mau, lo bakal apa?" Tantang cowok itu dengan wajah menyebalkannya berikut tawa renyah.
"Lepasin, dia." Suara datar yang sedalam samudera menginterupsi dan semua orang hapal pemilik suara itu- Senandika Mahadri.
Tidak ada yang mau berurusan dengannya. Ketiga cowok itu menyingkir menyisakan Aru dan Senan di koridor yang kebetulan sepi.
Keduanya saling bertatap-tatapan seperti film Bollywood untuk sejenak hingga Aru muak dan bermaksud mengabaikan Senan.
Tapi, cowok itu mengagalkan rencananya karena tiba-tiba menahan lengan Aru, "Dari mana lo dapat gelang ini?"
Aru menghela nafas lelah. Semua orang yang ia kenal di Black Shades ini percuma, mereka semua seperti orang yang berbeda dan tak satupun mengenalinya sebagai Arunika Manjali di SMA Harapan Bangsa. Bahkan, Senan pun melupakannya.
Find me.
Bisikan Senan kala itu masih terngiang. Tapi, apa ini setelah mereka bertemu, Senan tetap lupa pada Aru.
Aru menepis tangan Senan. "Bukan urusan lo!" Ketus Aru.
"Bukan urusan gue seandainya itu bukan gelang yang sama kayak punya gue." Senan menyingkapkan jubahnya sedikit dan memperlihatkan gelang yang serupa di pergelangan tangannya.
"Dan itu bukan gelang sembarangan, itu gelang dari nenek gue, yang hanya bisa dipakai oleh seseorang yang akan mendampingi gue selamanya. bisa lo jelasin kenapa lo punya itu?" Senan berjalan dua langkah hingga jaraknya beberapa senti dari Aru, membuat Aru mundur hingga menyentuh dinding dan menahan nafas karena ia bisa keracunan parfum yang Senan gunakan yang mungkin saja tercium sejauh empat puluh kilo.
"Ya lo tanya nenek lo lah, kok nanya ke gue.." Aru merasa tidak perlu menjelaskan asal muasal dia mengenakan gelang jelek itu, toh Senan juga akan ngang ngong ngang ngong karena lupa ingatan.
"Masalahnya nenek gue udah meninggal. Masa gue harus main jelangkung dulu?" Ungkap Senan cukup konyol karena kesal.
"Lo yang ngasi ke gue.." jelas Aru menyerah karena ia tidak punya argumen atau data terpercaya untuk membohongi Senan sebagai orang baru yang awam dengan seluk beluk Black Shades.
Dahi Senan terlipat, "Nggak mungkin. Gue nggak mungkin ngelakuin itu." Katanya menggeleng-gelengkan kepala. "Apa saat gue drunk?" Tebaknya berusaha mencari alibi.
"Kalau lo pemilik gelang ini, lo punya jampi-jampi kan buat ngelepasinnya? Gue udah nyoba lepasin dengan normal tapi ga bisa. Lagi pula gelang ini merusak style gue.."
Senan menatap Aru dengan lekat lalu menelan ludah pahit, "Gue nggak bisa, dan itu artinya kita juga bakal terikat. Gelang itu artinya ikatan, makanya nggak semua orang bisa memakainya."
"What tf? Kalau gue potong tangan gue gimana? Gue sempat liat disini ada perdukunan bikin ramuan gitu kan? Bisa numbuhin tangan lagi nggak sihirnya?" Aru malah panik sendiri, berurusan dengan Senan hanya akan membuat hidupnya sial, meski ia tau Senan hanyalah sebuah pion dalam skenario ini.
"Ini akan rumit." Komentar Senan lemah dan membuat Aru tambah overthinking dengan kesialan yang akan ia temui.
Sepertinya ia memang petaka; pembawa angkara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sapta Timira : The Evil is Back
FantasiaArunika Manjali tidak pernah mengetahui jika dirinya ternyata adalah bagian dari makhluk supranatural. Selama ini jiwanya tertukar ke dalam tubuh manusia hingga umurnya yang ke 17 tahun tibalah saatnya ia menerima takdirnya setelah melewati skenario...