Bab 45

625 67 0
                                    

Taehyung POV

Tzuyu menyeretku ke sebuah ruangan sepi dan menutup pintu.

"Kenapa tidak memberitahuku kalau kamu akan datang ke sini?"

"Karena aku tidak harus melakukannya. Itu bukan kewajiban."

"Kamu membawa Jungkook untuk memikat Nyonya Cho 'kan?" Dia tertawa kecil. "Seharusnya kamu meminta bantuanku. Kami berteman dekat dan selain itu, keuntungan perusahaannya adalah milikku juga," dia melanjutkan, aku berusaha pergi tapi dia menghalangi jalanku.

"Berapa lama kamu akan mengabaikanku? Aku di sini. Aku kembali untukmu, Tae."

"Aku sudah menikah. Aku punya istri."

"Aku tahu, tidak ada apa-apa di antara kalian. Pernikahan kalian hanya perjanjian di atas kertas tapi akulah yang kamu cintai. Akulah cinta pertamamu, Tae," ketusnya. Aku tidak bisa menahan eranganku dan aku segera memalingkan muka.

"Ya, itu benar, tapi ... semuanya tidak sama lagi. Itu terjadi bertahun-tahun yang lalu dan kita tidak akan pernah bisa kembali seperti semula."

"Mungkin ini akan mengubah pemikiranmu." Dalam sepersekian detik, dia mencondongkan tubuh ke arahku dan mengunci bibirnya dengan bibirku. Aku terkejut.

Pintu terbuka dan Jungkook berdiri di sana.

Aku segera mendorong Tzuyu menjauh, mataku masih tertuju pada Jungkook yang berdiri di ambang pintu.

"Jungkook." Namanya bergulir seperti gumaman permintaan maaf di bibirku.

Tiba-tiba, dia berjalan pergi.

"Jungkook!" panggilku, dan akan segera mengejarnya namun cengkraman di lenganku membuatku berhenti.

"Tidak perlu mengejarnya, Tae. Hubunganmu dengannya tidak nyata."

"Ingin tahu apa yang tidak nyata? Pemikiranmu untuk mengembalikan apa yang pernah terjadi di masa lalu." Setelah itu, aku menepis tangannya dan berjalan keluar dari ruangan.

***

Jungkook POV

Nafasku tidak beraturan saat aku hampir mencapai pintu keluar aula. Setiap detiknya mengingatkanku pada apa yang baru saja aku lihat. Aku merasa bodoh untuk datang ke pesta ini karena Taehyung.

Aku tidak ingin menangis dan aku berjuang untuk menahan tangisanku. Aku kesal. Aku merasa diinjak-injak.

"Jungkook," suara Taehyung dari arah belakang membuaku mempercepat langkahku. Namun, langkahnya lebih panjang dariku sehingga dia dapat dengan mudah menyusul, memegang lenganku dan memaksaku untuk menghadapnya. Aku melihat ke tempat lain selain wajahnya yang menjijikkan.

"Apa yang kamu lihat sebelumnya tidak seperti yang kamu pikirkan, Jungkook."

"Benarkah? Jadi maksudmu aku memiliki gangguan penglihatan?" aku bertanya, tidak mempedulikan nada suaraku atau bahkan orang-orang yang mungkin lewat.

"Mari kita bicara di rumah." Setelah itu, dia terus merangkulku dan menyeretku terlepas dari seberapa keras aku berjuang untuk melepaskan diri. Aku tidak ingin berada di dekatnya.

Dia membuka pintu mobil dan memaksaku masuk, memasangkan sabuk pengamanku dan menuju ke tempat duduknya.

Perjalanan pulang dihiasi dengan keheningan, tapi di dalam aku sangat marah. Darahku mendidih dan aku tidak ingin berada di sini. Aku tidak ingin berada di dekatnya saat ini. Aku takut menangis di depannya. Aku tidak ingin terlihat lemah.

"Hentikan mobilnya," perintahku tiba-tiba.

Dia mengabaikan kata-kataku dan itu hanya membuatku semakin kesal.

"Hentikan mobilnya Taehyung!" Aku menaikkan suaraku sambil menatapnya.

"Jungkook! Berhentilah bertingkah seperti anak kecil. Kita akan pulang."

"Hentikan mobilnya atau aku akan lompat," aku mengancam sambil memelototinya. Dia melirikku dan mengabaikan kata-kataku.

Tanpa membuang waktu sedetik pun, aku melepaskan sabuk pengaman dan memegang pintu untuk membukanya.

"Oke! Aku akan berhenti." Dia menyerah dan menepi. Setelah itu, aku langsung turun dari mobil dan mulai berjalan pergi secepat yang aku bisa.

"Jungkook? Jungkook kamu mau kemana?" Taehyung memanggil dari belakang tapi aku tidak menoleh.

Aku merasakan cengkeraman di lenganku dan terpaksa berbalik.

"Sudah kubilang, kita akan bicara di rumah."

"Aku tidak akan kembali ke sana bersamamu. Aku tidak akan tinggal dengan pria yang tidak menghormatiku," pintaku.

"Hormat? Apa maksudmu? Mengapa kamu sangat marah? Kamu tahu sendiri, kita tidak memiliki hubungan apapun."

"Aku tahu, Brengsek! Tapi pernahkah terpikir olehmu bahwa mungkin, mungkin saja ada sesuatu yang berubah."

Akhirnya, dia melonggarkan cengkramannya padaku dan langsung pergi. Untuk sesaat, aku tidak mendengar balasannya sementara aku terus berjalan.

Aku merasakan air mata mengancam akan mengalir di pipiku dan aku ingin pergi sejauh mungkin darinya.

"Kook, tunggu!" panggilnya lagi dan tidak tahan lagi, aku melepas sepatuku dan menaikkan gaunku agar tidak tersandung. Air mata mulai menetes di pipiku. Aku ingat bahwa kakinya lebih panjang dariku. Aku benar-benar harus menjauh darinya sehingga tanpa berpikir jernih, aku berlari ke jalan untuk menyeberang.

Terdengar bunyi klakson, aku menoleh ke kiri dan membeku saat melihat sebuah mobil mendekat dengan cepat. Lampu depannya terang dan menghipnotis. Aku tidak bisa bergerak dan berpikir bahwa semuanya akan segera berakhir.

Tiba-tiba, aku merasakan tarikan yang kuat dan terayun ke belakang, kemudian jatuh ke trotoar di bawah kami. Aku merasakan sedikit rasa sakit saat berusaha untuk duduk. Setelah sadar sepenuhnya, aku melihat siapa yang telah menyelamatkanku.

Taehyung berbaring di atas trotoar yang dingin, matanya terpejam.

"Taehyung," aku memanggilnya tapi tidak ada jawaban darinya, jadi aku membenarkan posisi dudukku sambil mengguncangnya.

"Taehyung bangun! Kumohon bangun!" aku memohon dengan panik. Aku takut jika sesuatu yang buruk terjadi padanya dan aku tidak bisa menghentikan air mata yang mengalir di pipiku.

"Tae ...."

"Berhentilah berteriak," suaranya tiba-tiba terdengar dan aku melihatnya perlahan-lahan bangun lalu berusaha duduk.

"Kamu masih hidup!" aku berseru dan memeluk lehernya dengan puas.

"Maafkan aku. Aku hampir membuatmu terbunuh," aku terisak, posisi kami tetap seperti itu selama beberapa menit sebelum secara perlahan melepaskannya meskipun aku tidak dapat menatap matanya.

"T-tidak apa-apa ... kamu aman," katanya dengan canggung lalu mencoba bangkit kembali dan aku yang pertama berdiri tegak.

"Argh," dia mendesis kesakitan dan itu membuatku khawatir. Aku memperhatikan saat dia mencoba untuk bangkit lagi, tapi tidak bisa.

"Kamu baik-baik saja?" aku bertanya. Dia menatap lurus ke pergelangan kakinya. Tanpa berkata apa-apa lagi, aku mengulurkan tangan dan menekannya. Dia tersentak.

Aku menoleh ke arahnya dan matanya bertemu dengan mataku. "Sepertinya pergelangan kakimu terkilir."

Rintihannya menimbulkan perasaan bersalah dalam diriku. Mungkin, aku seharusnya tidak melarikan diri.

Tbc

My Cruel BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang