Bab 52

675 65 8
                                    

Jungkook POV

Aku merasa sedikit malu dan tidak nyaman. Matanya tidak pernah lepas dariku saat aku mengeluarkan semua pakaian yang telah aku kemas dari dalam koper. Aku tidak mengatakan sepatah kata pun dan itu membuatku penasaran tentang apa yang dia pikirkan. Aku bisa saja bertanya tapi aku takut dengan jawaban yang akan dia berikan. Aku tidak ingin ditolak sebelum aku berusaha.

Aku mengakui perasaanku padanya dan sekarang, aku harus bertindak seolah aku baik-baik saja tapi sejujurnya, sangat sulit untuk berpura-pura bahwa tatapannya tidak memengaruhiku.

"Apa?" Aku akhirnya bertanya sambil menoleh ke arahnya. "Ada yang ingin kamu katakan padaku?" Aku menatapnya dengan tatapan menantang meskipun aku goyah di dalam.

Dia nyaris tidak menunjukkan ekspresi.

"Kamu yakin tidak akan menyesali keputusanmu? Ini mungkin satu-satunya kesempatanmu untuk bebas."

Aku mengerutkan kening. Kata-katanya seolah menyiratkan bahwa dia ingin aku pergi tapi pada saat yang sama, rasanya sebaliknya.

"Ya, aku yakin aku tidak akan menyesal."

Dia menatapku dan kali ini, sepertinya tidak terlalu sulit untuk dibaca. Matanya mensyaratkan empati dan lebih sedikit rasa dingin yang biasanya diseduh. Dia tidak menolak perasaanku dan juga tidak menerimanya. Sejujurnya, aku berharap bisa mendapatkan jawaban yang jelas darinya tapi pada saat yang sama, aku takut mendapatkan jawaban yang mungkin akan menghancurkan hatiku.

Saat aku melihatnya memalingkan muka, aku merasa sedikit tidak nyaman. Meskipun aku ingin dia membalas perasaanku, aku tidak ingin dia merasa tertekan untuk melakukannya.

Apa ... apa kamu peduli padaku, meski hanya sedikit?

Ya.

Kalimat itu diputar ulang di kepalaku dan sedikit demi sedikit, aku tenggelam dalam kebingungan. Apa itu artinya dia menyukaiku?

***

Perlahan-lahan, mataku terbuka. Aku menatap ke sekeliling dan sinar matahari yang cerah mengintip ke dalam ruangan, aku menyadari bahwa hari sudah pagi. Aku menoleh.

Dimana dia?

Aku mendudukkan diri dengan malas. Dia berjalan keluar dari walk in closet dan aku merosot kembali ke tempat tidur, mataku terpejam.

Tunggu ... kenapa aku pura-pura tidur? Ada apa denganku?

Perlahan, aku mengintip melalui mata tertutup. Apa yang aku lihat membuat kedua mataku terbuka lebar dan mulutku sedikit menganga.

Untuk pertama kalinya, aku melihatnya bertelanjang dada dan meskipun dia tidak berotot seperti instruktur olahraga, dia memiliki tubuh yang bagus untuk dipandangi.

Indah sekali.

Aku tidak bisa berpaling. Perlahan, aku duduk. Anehnya, angin menjadi sedikit lebih kuat, meniup tirai dan membiarkan sinar matahari menyinari tubuhnya. Tubuhnya berkilau, tampak seksi dan indah. Angin meniup rambutnya. Seperti gerakan lambat yang dalam film, rambutku berkibar, jantungku berdebar kencang dan saat dia menoleh ke arahku. Dia memberkany senyuman yang membuat jantungku berdetak lebih cepat. Dia perlahan mulai melangkah ke arahku, membungkukkan badannya sehingga tubuhnya setara denganku. Aku menatap matanya yang indah dan semakin terpana melihat senyumnya yang cerah.

Tiba-tiba, senyumnya berubah menjadi seringai.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" Nada dan pertanyaannya berbeda dari yang kuharapkan.

"Hah?" tanyaku dengan linglung.

Seolah tersadar, aku menatap sedikit ke kiri dan ke kanan tapi angin aneh, sinar matahari yang cerah dan suasana romantis telah hilang. Tatapanku kembali padanya dan dia kembali menjadi Taehyung yang kukenal, kemudian kesadaran muncul ... apakah aku sedang berkhayal?

Dia menegakkan tubuhnya.

"Itu ... ada sesuatu di sudut bibirmu," katanya, menolak untuk menatapku.

Aku menyentuh bagian yang di tunjuknya dan merasakan sesuatu yang berlendir. Tunggu ... apa ini air liur?

Dengan cepat, aku menutup mulutku dan aku memalingkan wajahku darinya.

Ini sangat memalukan.

Bermandikan rasa malu, aku berharap bumi menelanku utuh. Aku pasti sudah gila. Akhir-akhir ini, aku melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Pertama, aku mengakui perasaanku dan sekarang, aku mempermalukan diriku sendiri. Aku ingin tahu apa yang dia pikirkan tentangku.

Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, martabatku akan tetap utuh terlepas dari perasaanku, tapi sekarang, semuanya hancur.

Aku menggigit bibir bawahku dan memalingkan wajahku darinya. Harag diriku telah hancur. Sebaiknya aku berpura-pura seolah ini tidak pernah terjadi.

Aku kembali menatapnya dengan tenang. Dia sudaj mengenakan kemejanya.

"Kamu mau pergi?" tanyaku.

"Ya. Aku akan kembali bekerja."

"Apa?" Aku mendongak padanya. "Dan pergelangan kakimu? Sudah sembuh?"

"Aku yakin begitu karena aku bisa berjalan dengan benar," katanya saat dia berjalan ke lemari. Aku tidak bisa menerima keputusannya untuk kembali bekerja. Dengan tergesa-gesa, aku turun dari tempat tidur dan berdiri di hadapannya tepat saat dia akan berjalan keluar sambil memegang dasi di tangannya.

"Apa kamu yakin? Kakimu mungkin akan tambah parah," aku membantah.

"Mungkin ya, atau mungkin tidak, tapi aku harus pergi. Aku sudah cukup lama mengambil libur," dia menjawab sambil mengenakan dasi dan mulai berusaha mengikatnya. Aku hanya menatapnya dan dasi itu. Sesuatu di pergelangan tangannya menarik perhatianku. 

Itu adalah gelang yang kuberikan untuknya. Dia memakainya dan aku tidak bisa menahan senyum di bibiku. Aku tidak tahu persis apa artinya itu tapi aku senang melihatnya. Tanpa banyak berkomentar, aku memegang dasinya, menepis tangannya.

"Biar aku yang melakukannya. Aku dulu sering membantu ayahku memakai dasi," kataku.

"Kamu ingin kembali bekerja jadi izinkan aku mengikatnya. Anggaplah ini sebagai jimat keberuntunganmu," aku berkata tanpa mendongak untuk menatap matanya.

Dia hanya diam. Dia tidak melawan dan membiarkanku melakukannya.

Butuh waktu sekitar satu atau dua menit untuk menyelesaikan dasinya. Aku berusaha keras untuk memfokuskan semua konsentrasiku pada aktifitasku dan bukan pada apa yang mungkin terlintas dalam pikirannya atau fakta bahwa kami saat ini berada dalam jarak yang sangat dekat. Aku tidak ingin jantungku berdegup kencang memikirkan dia. Jika aku ingin membuatnya nyaman di dekatku, aku harus menghindari membuat situasi canggung atau menempatkannya pada pilihan yang sulit.

"Selesai," kataku sambil melepaskannya dan menatapnya. Dia langsung membuang muka.

Itu aneh dan aku aku mengerutkan kening melihatnya.

Sesuatu terlintas di benakku. Apa dia ... apa dia merasa tertekan selama ini?

Tbc

Happy New Year🥳🥳

My Cruel BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang