Bab 60

1.7K 79 23
                                    

Terimakasih sudah mengikuti novel ini selama dua bulan belakangan ini🤗 terimakasih untuk respon positif dari kalian semua untuk novel ini😘 thanks a lot for all your support guys🤗 bab terakhir ini aku persembahkan untuk kalian, hope you like it💜 ʕ⁠っ⁠•⁠ᴥ⁠•⁠ʔ⁠っ

****

*Tiga puluh menit sebelum Taehyung menerima telepon Tzuyu*

Taehyung POV

Aku memegang kenop pintu tapi pada saat yang sama, keinginanku goyah dan aku membeku. Aku memalingkan muka dan mengusap rambutku.

Aku bisa melakukan ini.

Aku meyakinkan diriku sendiri dan berbalik sepenuhnya ke pintu. Aku hanya perlu memutar kenopnya tapi, rasanya sulit sekali. Aku berhenti. Jungkook mempercayaiku. Dia tidak memaksaku, tapi aku tahu apa yang dia harapkan dariku. Aku bisa melihatnya di matanya.

Satu-satunya cara untuk melupakan masa lalu adalah dengan menghadapinya secara langsung. Itu adalah bagian dari diriku yang tidak akan pernah bisa aku abaikan. Tapi anehnya, aku memiliki kemauan yang kuat, aku berpikir sejenak dan kemudian membuka pintu. Aku merasa ragu untuk masuk tapi pada akhirnya melangkahkan kakiku ke dalam.

Ia berbaring di sana, di tempat tidur rumah sakit tanpa bergerak. Apakah ia tertidur?

Aku bertanya-tanya dan berpikir untuk berbalik tapi kepalanya menoleh ke arahku dan matanya bertemu dengan mataku. Ia tampak sedikit terkejut, dan ada penyesalan di matanya sehingga untuk sesaat, aku memalingkan muka tapi akhirnya melangkah ke arahnya.

Matanya mengikutiku sepanjang langkahku. Jarak kami sudah sangat dekat, dan aku merasa sulit untuk memandangnya. Aku tidak ingin marah padanya.

"Jadi ...," aku memulai pembicaraan. "... aku di sini hanya karena rasa kemanusiaan dan tidak lebih dari itu."

"Taehyung," ia memanggilku, suaranya lemah namun, penuh dengan rasa sakit. Aku meliriknya sekali, namun segera mengalihkan tatapanku ke tempat lain.

"Aku bahkan tidak ingin tahu apa atau di mana ibu selama ini. Jika ibu meninggalkanku ... maka ibu seharusnya meninggalkanku selamanya dan tidak kembali lagi. Ibu dengan egois kembali ke hidupku tepat ketika aku akhirnya memutuskan untuk hidup."

"Maafkan ibu, Nak," ia meminta maaf dan aku tidak bisa menatapnya. Aku melihat air mata menetes di pipinya dan hatiku terbakar. Aku merasa kesal.

Aku mendesah. "Mengapa ibu meminta maaf? Mengapa ibu meninggalkanku atau berpura-pura aku tidak ada selama ini? Apa ibu akhirnya muncul karena ibu sakit parah? Biar kutebak, ibu ingin memperbaiki kesalahan ibu sehingga ibu bisa mati dengan damai." Aku tertawa kecil sambil berusaha untuk mencerna kata-kata yang baru saja aku ucapkan. Meski kedengarannya lucu, aku tidak dapat menyangkal fakta bahwa aku terluka karenanya.

"Maaf. Ibu hanya satu hal, meninggalkanmu dengan ayahmu adalah keputusan terbaik untuk masa depanmu."

"Keputusan terbaik? Aku berumur enam tahun saat itu. Aku membutuhkan ibuku di sisiku. Katanlah Ibu pergi, tapi apa ibu punya alasan untuk tidak pernah menemuiku?"

"Ya. Ibu sudah mencoba untuk menemuimu, tapi ... ayahmu tidak mengizinkan. Dia bersikeras jika ibu nekat, ibu tidak akan pernah bisa bertemu denganmu lagi."

"Tapi ibu tetap pergi."

"Ibu harus pergi. Ayahmu itu monster."

"Tapi, ibu justru meninggalkanku dalam asuhannya. Ibu seperti apa yang tega meninggalkan anaknya bersama seorang monster?" Kali ini, aku tidak bisa menghentikan air mata yang mengalir di pipiku. Menggunakan tangan, aku menutupi wajahku, mengalihkan pandanganku darinya.

My Cruel BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang