Tujuh Belas

142 24 0
                                    

Delapan hari berlalu sejak Jeonghan dan Seungcheol berdiri di koridor dan Seungcheol mengutarakan perasaannya.

Jeonghan duduk di dalam kamar, menghadap ke halaman depan, membiarkan jendela tetap terbuka. Hari itu tidak terlalu bersalju. Yoongi sudah pergi pagi-pagi sekali karena rekannya dari bagian saraf membutuhkannya, dan kemungkinan dia akan berjaga hingga delapan jam berikutnya.

Buku paket biologi berada dalam pangkuan. Halaman depan rumah yang tertutup salju jauh lebih menarik daripada sel dan genetika. Jeonghan menarik dan menghembuskan napas berulang kali, merasa terhibur dengan uap yang keluar dari mulutnya sendiri.

Seungcheol mengirimkan pesan sehari tiga kali, persis seperti dosis antibiotik. Dan Jeonghan sengaja mengabaikan semua pesan atau panggilan masuk darinya. Bahkan, sejak hari itu, ia sengaja menghindari Seungcheol.

Tidak ada yang salah dengan Seungcheol atau kalimatnya waktu itu. Hanya... Seungcheol terlalu sempurna. Sangat sempurna. Dia tampan, pintar, dan semua orang sepertinya menyukai dia. Dan Jeonghan merasa dia sebaliknya.

Jeonghan mengerang, menutup buku paket biologi dengan sebal seolah buku itu melakukan kesalahan.

Besok Jeonghan memiliki kelas yang sama dengan Seungcheol. Sialan kelas sejarah. Kenapa mereka masih memasukkan sejarah sebagai daftar mata pelajaran wajib untuk siswa tingkat akhir?!

Jeonghan berhasil menghindari Seungcheol selama beberapa hari sebelumnya. Menyelinap di ruang kelas terdekat ketika ia melihat cowok itu sedang berjalan di koridor, berbaur dengan anggota klub tari ketika ia melihatnya di lapangan, bergabung dengan anak seni ketika Jeonghan melihatnya sedang bicara dengan Dokyeom di depan kelas, dan bahkan menyelinap ke ruang administrasi ketika ia melihat Seungcheol berjalan masuk ke dalam sekolah. Nona Hina mengangkat alisnya tinggi-tinggi waktu melihat Jeonghan di dalam ruang administrasi, bersembunyi di balik pintu.

Jeonghan berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya, berharap ia lebih dulu tiba di sekolah sebelum Seungcheol. Dengan hati-hati ia berkeliling halaman parkir sekolah, mencari eksistensi SUV berwarna sampanye dan bisa bernapas lega karena tidak menemukan keberadaannya.

Mengunci mobil dan berlari menuju koridor diatas halaman bersalju, Jeonghan membuat dirinya sendiri terjatuh cukup keras. Ia mengumpat. Beruntung tidak ada seorang pun yang melihatnya saat ini.

Sambil tertatih-tatih ia berjalan menuju koridor, satu tangannya berpegangan pada dinding sekolah. Celakanya hari itu kelas sejarah ada di lantai tiga, di ruang 2D.

Jeonghan sampai di depan ruang 2D tanpa menyebabkan kecelakaan yang lain. Satu tangan masih berpegangan pada dinding sementara tangan yang lain membuka pintu kelas.

"Sialan!" Ia bahkan tidak berusaha memelankan suaranya.

Seungcheol sudah berada di baris paling belakang, memakai flanel biru, jaket tebalnya disampirkan di punggung kursi. Dia memutar tubuhnya begitu mendengar suara Jeonghan.

Jeonghan tidak pernah suka berada di baris paling depan tapi hari itu sepertinya dia tidak punya pilihan lain. Menaruh tas di kursi yang berada dekat meja guru, dia bisa merasakan tatapan Seungcheol membakar bagian belakang mantel yang ia pakai.

"Kau mengabaikanku," dan dugaannya tepat.

Jeonghan memutar tubuh, memberi Seungcheol senyuman manis berusaha bersikap senormal mungkin. "Aku agak sedikit sibuk akhir-akhir ini."

Alis Seungcheol terangkat.

"Kau mengabaikanku setelah ucapanku waktu itu."

"Aku agak sibuk akhir-akhir ini," ulang Jeonghan.

Jeonghan diselamatkan oleh kedatangan Woozi. Dia menaruh tasnya dengan berisik dan menepuk pundak Seungcheol. Itu membantu mengalihkan atensi Seungcheol. Terima kasih, Woozi!

Yuqi dan Hoshi juga tiba tidak lama kemudian. Mereka duduk di kanan dan kiri Jeonghan seperti malaikat penjaga. Hari itu Yuqi memakai mantel berwarna hitam dan Hoshi membawa permen karet sebesar bola kasti. Dia menawari Jeonghan sebelum menggigitnya dan Jeonghan menolak.

Jeonghan tidak pernah benar-benar tertarik dengan sejarah. Semua guru sejarah yang pernah mengajarnya selalu membuatnya mengantuk di dalam kelas. Cara mereka membawakan materi benar-benar membuat bosan. Sama seperti hari itu.

Mr. Bobi bercerita tentang perang dingin. Seharusnya itu diceritakan dengan gaya yang menyenangkan dan penuh semangat, tapi sebaliknya, dia justru menyangga dagu dengan satu tangan dan bercerita dengan suara datar. Dan sejujurnya tidak ada seorang pun siswa yang mendengarkan. Mereka lebih memilih mengobrol dengan teman sebangku atau memandang hampa ke jendela kelas yang terbuka, atau memakan cemilan diam-diam.

"Seungcheol terus memandangmu..." Jeonghan memutar tubuh dan benar saja... Seungcheol sedang memandangnya. Cepat-cepat ia membalikkan badan dan mencoba untuk sibuk dengan pulpen dan buku tulis.

Yuqi menaikkan satu alisnya. "Ada yang tidak beres."

"Apa?!" Bisik Jeonghan tanpa melepaskan pandangan dari buku.

"Kau dan Seungcheol... Kalian bertengkar?!"

"Tidak... Memangnya kenapa?!"

"Kalian agak... Aneh..." Jeonghan mendengus. "Tidak, aku serius, Jeonghan... Aku tahu kau tidak pandai berbohong. Ada apa sebenarnya?!"

Jeonghan mendesah. Menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan siswa-siswa lain sibuk dan tidak berusaha mencuri dengar obrolan mereka, ia mencoba bercerita pada Yuqi. Secara garis besarnya.

"Kau gila?!" Yuqi memukul pundak Jeonghan. "Dia menyukaimu dan kau berbuat seperti ini?!"

"Ssst! Jangan keras-keras!" Ucap Jeonghan panik. "Aku hanya... Hanya... Tidak berani... Dia terlalu sempurna."

Yuqi mendengus. "Tidak ada yang sempurna, Jeonghan. Bahkan tidak dengan Seungcheol sekalipun."

"Tapi dia tampan dan pintar. Dan aku tidak punya pengalaman dengan cowok sebelumnya."

"Kau belum pernah berpacaran?!" Yuqi mengerjap dan Jeonghan menggelengkan kepala. Tawa Yuqi nyaris meledak. Beruntung Jeonghan membekap mulutnya lebih dulu.

"Apa yang salah dengan itu?!" Ucap Jeonghan defensif.

"Tidak ada sebenarnya... Hanya kau menolak Seungcheol... Itu masalahnya."

Kelas sejarah berakhir dua puluh menit kemudian. Semua siswa berhamburan keluar dari kelas, tidak berusaha menyembunyikan betapa bosannya mereka di dalam.

Jeonghan sengaja berlama-lama memasukkan alat tulis ke dalam tas. Hoshi sudah keluar lebih dulu bersama Woozi. Mereka bilang mereka akan membuat manusia salju. Yuqi menunggu, tampak gemas melihat Jeonghan harus memasukkan buku-buku ke dalam tas dalam gerakan lambat.

Suara kursi yang beradu dengan lantai menarik atensi Jeonghan. Seungcheol ternyata belum keluar dari kelas. Yuqi mengangkat wajah begitu Seungcheol mendekat dan berdiri di antara Yuqi dan Jeonghan.

"Maaf Song, tapi bisa tinggalkan aku dengan Jeonghan? Ada yang ingin kubicarakan." Kursi yang diduduki Yuqi seperti memiliki sengatan listrik. Dia melompat dari kursinya, memberi pandangan meledek, kemudian keluar dari kelas. Jeonghan mencoba tetap bersikap tenang.

"Ada apa?!" Sialan jantungnya yang berdebar sangat keras.

HEAVEN'S CLOUD | JEONGCHEOL (END)Where stories live. Discover now