Lima

642 113 3
                                    

Yoongi kembali ke rumah pukul enam pagi. Dia tampak lelah. Dia hanya memakai scrub berwarna biru gelap, masih mengenakan penutup kepala dan masker bedah. Jaket kulit yang biasa ia kenakan tergantung asal di bahunya. Dia menguap lebar dan mengacak rambutnya sendiri. Kantung matanya tampak menyeramkan.

"Mau kubuatkan kopi, Dad?!" Jeonghan sudah selesai bersiap-siap. Hari itu jadwalnya tidak terlalu padat seperti saat minggu pertama berada di sekolah.

Yoongi menolak. Dia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang tamu. Kedua kakinya naik ke atas meja dan saling bertumpu.

"Seharusnya aku bisa menyelesaikan jam jagaku lebih cepat dan pulang ke rumah kemarin sore. Tapi sialan si Jessica itu..."

"Apa yang terjadi?!" Jeonghan ikut mendudukkan diri dan menaikkan kaki ke atas sofa. Jessica adalah rekan kerja Yoongi yang lain. Menurut Ayahnya, Jessica adalah perempuan tua berisik dan menyebalkan yang bekerja di bagian saraf.

"Dia memintaku untuk mengurus pasiennya sendiri. Pasiennya yang harus mendapatkan kaki palsu karena kecelakaan..." Yoongi kembali menguap lebar lalu menggerutu sendiri.

Jeonghan melirik jam yang bertengger manis di dinding. Kelas yang pertama akan dimulai pukul sembilan pagi. Dia masih memiliki waktu tiga jam sebelum memulai pelajaran yang pertama, yaitu olahraga. Guru olahraga adalah Mr. Kim. Dia guru yang luar biasa tampan, dan Jeonghan belum pernah bertemu dengan guru setampan Mr. Kim sebelumnya.

Jeonghan pergi ke sekolah pukul tujuh, setelah memastikan Yoongi menghabiskan sarapan yang Jeonghan buat untuknya---sepiring nasi goreng tidak pedas dan juga secangkir air jahe hangat. Mengendarai volvo tua milik Ayahnya seperti biasa. Cuaca pagi itu cukup baik. Untuk pertama kalinya sejak menginjakkan kaki di West Coast, matahari bersinar. Benar-benar bersinar meskipun hawa dingin masih terasa sedikit menusuk kulit.

Jeonghan memakai kaos tipis dan juga celana kain dan semua teman-temannya menyambut matahari dengan penuh sukacita. Mereka bermain di lapangan sekolah, saling melempar atau menendang bola, berbincang dengan yang lainnya sambil berjemur di bawah sinar matahari, beberapa bahkan tidak tahu malu untuk berbaring di atas rerumputan dengan kedua lengan terentang lebar.

Yuqi dan juga cowok dari klub memanah yang memiliki tindikan di telinga kanan sedang berbincang seru di lapangan. Mereka duduk dengan gaya kurangajar diatas meja, di bawah kerindangan pohon beech dan tidak mempedulikan sekitar. Yuqi memakai atasan tanpa lengan berwarna putih serta legging selutut berwarna abu-abu.

"Halo..."

"Jeonghan, hai..." Yuqi menggeser posisi duduknya. Cowok di sebelahnya mengikuti hal serupa.

"Hey... aku menyapamu waktu itu. Kau ingat?" Suaranya terdengar seperti itik meleter. Dia menggigit permen karet berbentuk globe berukuran sedang. Jeonghan penasaran, apakah dia selalu membawa-bawa makanan kemanapun kakinya itu melangkah?!

"Ah! Oh, ya... inget banget..." Jeonghan tersenyum. "Aku Jeonghan. Yoon Jeonghan... maaf karena waktu itu tidak sempat memperkenalkan diri..."

Si cowok mengangguk. Dia mengulurkan satu tangannya yang bebas dari permen karet globe dan Jeonghan menyambutnya. "Aku Hoshi. Kwon Hoshi."

"Hoshi ini anggota klub memanah, Jeonghan..."

Oh! Tebakan Jeonghan di awal benar rupanya!

Diluar dugaan, Hoshi ternyata anak yang sangat cerewet. Dia terlalu berisik. Dan suaranya yang seperti itik meleter itu membuat telinga Jeonghan sakit. Dia mengingatkan Jeonghan pada Lee Chan, temannya saat di sekolah dasar dulu. Lee Chan, cucu dari walikota, sekaligus biang onar yang setiap dua hari sekali selalu membuat masalah di sekolah.

Pukul delapan tiga puluh Yuqi mengajak kedua temannya masuk kelas. Mereka mengganti pakaian olahraga. Pakaian olahraga di sekolah berwarna kuning gradasi putih dan garis hitam di bagian lengan.

Jeonghan memandang iri pada teman-teman sekelasnya yang tampak leluasa dan tidak tahu malu membuka pakaian mereka sambil bersenda gurau dengan teman yang lain. Mereka semua terlihat sama. Ugh! Apakah itu cup C?! Atau D?! Dimana mereka mendapatkan tubuh indah seperti itu?! Bahkan, Park Jihyo, cewek sombong tercantik yang ada di sekolah itu pun memiliki dada terbesar yang pernah Jeonghan lihat. Jeonghan menatapnya iri. Park Jihyo bombshell versi nyata menurutnya. Jihyo seperti model majalah edisi musim panas!

"Ada apa?!" Jeonghan menoleh pada Yuqi yang sedang memakai celana olahraganya. Dan dalam hati bersorak senang karena ternyata Yuqi tidak jauh berbeda! Dada Yuqi lebih terlihat seperti gumpalan daging kecil dan Jeonghan bahagia karenanya.

"Tak apa..."

Mereka bergegas masuk ke dalam ruang gimnastik. Yeah, Mr. Kim lebih senang mengajar di dalam ruang gimnastik daripada mengajar di luar ruangan meskipun hari itu sangat berawan.

Seperti pertemuan sebelumnya, Mr. Kim meminta siswa untuk berpasangan dan melakukan oper-tangkap bola. Itu adalah olahraga termudah yang pernah Jeonghan lakukan!

Jeonghan tidak akan pernah mahir berolahraga karena dia tidak dilahirkan untuk itu. Sejak di bangku sekolah dasar dulu, dia lebih memilih untuk menjadi penonton, duduk di sudut lapangan sambil mencabuti rumput-rumput kecil, mengawasi teman-temannya yang lain.

Yuqi dengan baik hati mengoper bola ke arah Jeonghan dengan lemparan yang bagus. Jeonghan berhasil menangkapnya. Dan ketika Jeonghan mencoba untuk mengopernya pada Park Jihyo, seperti biasa, ia mengacau.

Jihyo terkena lemparan bola yang Jeonghan oper padanya dengan cukup keras dan dia terjatuh. Dia mengaduh, memegang kepalanya dan menjerit. "Bodoh!"

Semua orang bereaksi sama---mengucapkan makian ke arah Jeonghan dan berlari mencoba memberikan bantuan untuk Jihyo. Semua tangan terulur ke arah Jihyo sementara dia terus memegang kepalanya sambil menggeram dan mengumpat.

"Berlebihan!" Yuqi menggeram marah.

Mr. Kim menghentikan permainan. Dia meniup peluit yang tergantung di lehernya membuat semua siswa kembali ke posisi masing-masing. Kaki-kakinya yang panjang melangkah dengan tenang ke arah Jihyo yang masih terduduk di atas lantai dengan dramatis. Mr. Kim menyingkirkan tangan Jihyo yang berada di kepalanya sendiri, mencoba memijat pelipisnya kemudian memanggil salah satu teman Jihyo yang berisik untuk membawanya keluar dari ruang gimnastik.

Jeonghan mengikuti hal serupa---menyingkir dari ruang gimnastik sebelum membuat kekacauan yang lain.

"Tarik napas dalam-dalam, Jeonghan!" Perintahnya pada diri sendiri.

Memejamkan mata sambil membayangkan dedaunan yang terkena tetesan embun di halaman belakang rumah, Jeonghan mencoba mengatur napas, mencoba menenangkan diri sendiri.

"Kau tampak kacau... apa yang terjadi?!"

Choi Seungcheol berada tepat di depannya. Raut wajahnya terlihat setengah geli dan setengah khawatir.

"Aku membuat kekacauan.."

"Menyebabkan seseorang mendapatkan luka permanen?"

"Tidak, kurasa..."

"Lalu?"

"Aku membuat cewek paling cantik di sekolah ini gegar otak.."

Seungcheol tertawa.

"Bagaimana kalau menghirup udara segar?"

"Kaupikir apa yang sedang kulakukan sekarang, bodoh?!"

"Maksudku, udara yang lebih segar..."

Jeonghan membuka mata. "Apa maksudmu?!"

"Ayo. Kau pasti akan senang..."

Seungcheol mengulurkan satu lengannya. Dengan ragu dan kedua mata menyipit Jeonghan menerimanya. Keduanya berjalan menjauh dari ruang gimnastik dan Jeonghan membiarkan Seungcheol berjalan memimpin dengan tangannya menggenggam tangan Jeonghan.

Jeonghan merasa wajahnya memerah dan terasa panas..

HEAVEN'S CLOUD | JEONGCHEOL (END)Where stories live. Discover now