"Oh... hai!"
Jeonghan tersenyum!
Mengucapkan hai!
Seperti idiot!
Seungcheol masih berdiri di tempatnya dengan tangan berada pada punggung kursi. Dia masih mengerutkan kening dan Jeonghan tidak memperhatikan itu sebelumnya, tapi jarak keduanya saat ini bisa dibilang cukup dekat. Seungcheol sangat, sangat, saaaangaaaaat tampan. Hidungnya benar-benar seperti perosotan yang biasa ada di taman kanak-kanak. Dan rahangnya terlalu tegas untuk ukuran cowok tingkat tiga. Alisnya tebal dan hitam seperti ulat bulu. Matanya... Jeonghan belum pernah melihat mata yang seperti itu. Berwarna hitam dan tajam. Mengintimidasi siapapun.
"Apa aku mengganggumu?" Seungcheol bertanya lebih dulu.
"Ap?! Oh, tidak... tidak..." Bagaimana bisa Seungcheol bertanya sementara orang yang mengganggu dan merusak pemandangan di dalam perpustakaan adalah Jeonghan?!
"Maaf..." Seungcheol kembali bicara. Dia menarik kursinya, menimbulkan bunyi derit yang cukup keras dari kursi yang beradu dengan lantai kayu perpustakaan. Dia bergerak beberapa langkah dan tiba-tiba saja dia sudah berdiri di depan Jeonghan saat ini. Jeonghan menahan napas, mendongak, memperhatikan betapa jauh perbedaan tinggi badan mereka saat ini.
"Aku melihatmu di depan perpustakaan. Kau bersama Song..."
Jeonghan membuat suara aneh lolos dari kerongkongan. Itu memalukan sekaligus menjijikkan. Jeonghan kembali tersenyum seperti idiot lalu mengangguk pelan. "Aku juga melihatmu keluar dari perpustakaan..."
Seungcheol tersenyum dan mengangguk.
"Dan di restoran Paman Kim..."
Keduanya berdua sama-sama mengangguk.
"Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Kau baru pindah ke West Coast?!"
Dan tiba-tiba saja sesuatu yang hangat menari di dalam perut Jeonghan. Sesuatu yang hangat sekaligus menyenangkan. Jeonghan mengangguk dan menjawab pertanyaan Seungcheol dan tanpa direncanakan, obrolan mengalir di antara mereka seolah mereka teman lama yang kembali berjumpa.
Seungcheol duduk di hadapan Jeonghan dengan kursi yang sebelumnya ia ambil dari sudut rak sementara Jeonghan duduk di kursi lainnya. Dia mengambil buku tentang sastra dan juga tentang dunia kesehatan. Jeonghan mengerling buku tebal yang baru saja dia ambil dan mendapati judulnya tentang anatomi manusia.
"Kau membaca itu semua?!"
Seungcheol mengangguk. "Yep..," dan tersenyum simpul.
"Maksudku, membaca dalam artian sebenarnya?!"
Lagi dan lagi Seungcheol mengangguk.
"Apakah itu buku yang bagus? Ayahku memajang buku-buku seperti itu, seperti anak-anak emas di dalam lemari kaca besar yang ada di ruang kerjanya. Aku tidak pernah tahu apa isinya."
"Ayahmu membaca ini?!"
"Yep... judul yang sama, buku yang sama..."
Seungcheol kini tampak tertarik.
"Apa pekerjaan Ayahmu?"
"Err... dia dokter. Dokter bedah..."
Dan pemahaman mendadak muncul di pikiran Jeonghan saat ini. Seungcheol berniat menjadi seorang dokter!
Seungcheol banyak bercerita setelahnya. Ayahnya juga seorang dokter. Dia bekerja di rumah sakit daerah, yang ada di perbatasan West Coast dengan bagian Utara. Ibunya juga seorang dokter. Seungcheol lahir dan dibesarkan di keluarga dokter. Hebat. Mendadak Jeonghan merasa mengkerut di atas kursi perpustakaan yang ia duduki saat ini.
"Temanku bilang, aku jangan membuang-buang waktu denganmu."
"Teman?!"
"Song Yuqi..."
Seungcheol tertawa. Tawanya renyah dan menyenangkan untuk didengar. Tawanya seperti musik yang sering Jeonghan dengar dari kotak musik pemberian Mom dulu.
"Kau membicarakanku dengan temanmu." Itu tidak terdengar seperti sebuah penghakiman. Ada nada geli dan sedikit humor dalam suaranya.
Mereka kembali berbincang selama beberapa menit berikutnya sebelum jam besar yang ada di lantai satu perpustakaan berbunyi sangat keras. Jeonghan terlonjak di atas kursinya. Dan Seungcheol, dia masih tertawa, lalu mulai merapihkan buku-buku yang tadi ia ambil dan mengembalikan buku-bukunya kembali ke dalam rak.
"Pukul lima tepat... mereka akan mengusir kita. Ayo..."
Petugas perpustakaan mengantar mereka sampai depan pintu perpustakaan. Dia berdiri dengan kedua tangan berada di depan dada seperti sedang berdoa. Keduanya mengucapkan selamat tinggal.
Seungcheol mengantar Jeonghan dan menunggu sampai ia masuk ke dalam mobil lebih dulu. Jeonghan sengaja membuka jendela mobil lebar-lebar agar bisa bicara untuk terakhir kali dengannya sebelum kembali ke rumah. Seungcheol menundukkan kepala, melongok ke dalam mobil dan keningnya berkerut.
"Apa itu di kursi penumpang?!"
"Well, err... itu... itu helm keselamatan..."
"Helm keselamatan?"
"Helm keselamatan," Jeonghan memutar mata. "Ayahku berpikir aku pengemudi yang buruk, jadi dia memintaku untuk membawa helm kemanapun aku pergi. Dia lupa tentang sabuk pengaman..."
Seungcheol meledak tertawa seketika.
Menyetir kembali ke rumah dengan senyuman yang tak hilang. Mendadak semua hal tentang West Coast menjadi sangat menyenangkan. Wanita tua yang sedang menyeberang jalan dengan langkah sangat sangat pelan hingga membuat kemacetan pun terasa bukan masalah besar. Hujan deras yang turun mendadak dan hawa dingin yang menyengat kulit bukan masalah besar. Dan petugas kebersihan yang sedang menyapu dedaunan di halaman depan rumah mengerutkan kening saat Jeonghan melompat keluar dari dalam mobil, melambai penuh semangat ke arahnya. Dia menggelengkan kepala. Mungkin dia berpikir Jeonghan mabuk, baru saja menenggak habis belasan botol alkohol tapi Jeonghan tidak peduli.
"West Coast luar biasa indah, ya?!" Jeonghan berteriak ke arahnya, masih terus melambai dan dia bergidik.
Tersandung langkah kaki sendiri karena Jeonghan masuk ke dalam rumah sambil menari balet bukan hal yang memalukan. Ia menutup pintu depan, melempar jaket parka yang ia kenakan ke sembarang arah, masih terus bernyanyi, dan memutuskan untuk membuat makan malam. Yoongi akan kembali ke rumah besok dan dia akan menikmati makanan terlezat ala chef Yoon Jeonghan.
YOU ARE READING
HEAVEN'S CLOUD | JEONGCHEOL (END)
FanfictionDisclaimer : © BG Seventeen, Pledis Ent, Hybe Pair : Yoon Jeonghan (female gender) x Choi Seungcheol (Scoups) Cover and Picture : Internet Rate : T semi M Syn : Yoon Jeonghan jatuh cinta berulang kali dan jauh lebih sering dari teman sebayanya yang...