Tiga Puluh

257 23 0
                                    

Baiklah, ini dia...

Mereka berdua duduk di dalam kedai anak muda lainnya yang ada di West Coast. Namanya Milky Way Cafe. Dinding luarnya diberi warna biru muda, dan di bagian dalam diberi warna putih.  Ada banyak tanaman hias berwarna hijau di sudut-sudut ruangan. Jeonghan tidak yakin apakah itu tanaman asli. Ada empat meja kecil dengan kursi kecil di bagian depan, dan satu sofa berlengan berwarna marun di depan kasir. Ada satu pintu kecil di dekat anak tangga dan ada satu meja kecil lainnya dengan dua buah kursi. Seungcheol membawa Jeonghan ke ruangan tersebut.

"Ini area privat, kurasa."

Seungcheol memesan sepiring kentang goreng, sosis, dua minuman cokelat. Jeonghan duduk diam melihatnya bergerak. Tangan Seungcheol meraih tangannya ketika dia kembali dan duduk di kursinya. Jeonghan mencoba tersenyum, itu berhasil. Seungcheol membalas senyumannya.

"Kurasa aku harus menjelaskan sesuatu,"  Jeonghan belum bisa mengeluarkan suaranya. Sebagai gantinya ia mengangguk, menunggu, memberi Seungcheol kesempatan untuk menjelaskan tanpa menghakimi. "Aku baru saja selesai bertemu dengan Felix. Dia menunjukkan balasan formulir pendaftarannya. Kami berencana pergi ke rumah Dokyeom, bermain Xbox karena dia juga baru saja menerima balasan suratnya."

Seungcheol berhenti sesaat. Dia meremas tangan Jeonghan dengan lembut.

"Aku lupa memberitahumu soal itu. Felix sudah pergi ke mobilnya lebih dulu, sementara aku menunggu Dokyeom menyelesaikan urusannya dengan cewek dari tingkat dua sebelum bergabung dengan Felix di mobilnya. Park Jihyo menyusul kami di halaman parkir sekolah. Dia bilang ada yang ingin dia bicarakan."

Pintu dibuka dari luar. Kasir laki-laki yang menyapa mereka di pintu masuk kini tersenyum, membawa nampan berwarna senada dengan dinding luar kedai. Dia meletakkan pesanan mereka diatas meja dan berlalu dengan badan masih setengah membungkuk.

"Aku menolak, tapi Felix memberiku kode melalui matanya. Itu semacam temui lah, ini hari terakhir kalian mungkin bisa bertemu. Jadi aku mengikutinya berjalan keluar dari sekolah, dan aku sadar kami menuju gedung teater yang pernah kita berdua kunjungi dulu."

Jeonghan mengangguk. Menarik tangannya lepas dari genggaman tangan Seungcheol, ia butuh sesuatu yang bisa ia pegang. Selain tangannya, tentu saja. Itu menjadi semacam kebiasaan untuknya, memegang sebuah benda apapun terlebih ketika sedang merasa gelisah. Ia bahkan bisa menggenggam sendok atau sumpit selama berjam-jam. Benda-benda itu terasa seperti emotional support untuknya. Tangannya memang tidak pernah bisa diam. Cangkir cokelat terasa jauh lebih nyaman dan hangat dari tangan Seungcheol, memberi kenyamanan berlebih.

"Park Jihyo menyampaikan perasaannya."  Ouh, oke! "Perasaannya dari tingkat satu..."  Jemari Jeonghan bermain di tepian cangkir.

Park Jihyo benar-benar hebat. Dia menyimpan perasaannya sejak tingkat satu dan tetap menyimpannya meskipun tahu Seungcheol bersama dengan Jeonghan. Diluar kemauan, bibir Jeonghan menyeringai kecil. Park Jihyo, cewek tercantik di sekolah, dengan tubuh yang indah, kalah bersaing dari Yoon Jeonghan. Baterai di tubuh Jihyo selalu terisi seratus sementara Jeonghan hanya sampai di angka tujuh puluh, dan dia tetap tidak bisa mengalahkan Jeonghan.

"Dan dia memintaku untuk memeluknya terakhir kali. Dia diterima di universitas negeri di luar kota. Dia akan berangkat satu minggu lagi, dia tidak akan datang ke pesta kelulusan."  Rasanya sekarang semua sudah jelas. Apa yang Jeonghan lihat di gedung tua tadi adalah pelukan pertama sekaligus terakhir Seungcheol untuk Park Jihyo. Setengah hatinya merasa simpati untuk cewek itu, tapi setengah yang lain merasa gembira karena dia pergi. Yoon Jeonghan!

Seungcheol mengantar Jeonghan sampai depan rumah. Mereka bicara banyak hal. Seungcheol bahkan tidak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Jeonghan. Di perjalanan pulang, surat elektronik dari salah satu universitas West Coast yang Jeonghan pilih muncul di layar ponsel. Dia tidak berharap apapun ketika membuka pesannya, dan berteriak senang lima belas detik kemudian setelah membaca isi suratnya. Seungcheol harus menginjak pedal remnya kuat-kuat karena terkejut mendengar teriakannya.

HEAVEN'S CLOUD | JEONGCHEOL (END)Where stories live. Discover now