Mereka terus berjalan. Seungcheol terus memimpin dan tangannya tidak lepas sedetik pun dari tangan Jeonghan.
Seungcheol berjalan agak santai dan Jeonghan berterima kasih karenanya. Jeonghan tidak perlu terseok-seok mengimbangi langkah kaki Seungcheol karena kakinya terlalu panjang dan langkahnya lebar-lebar.
Semakin lama mereka semakin menjauh dari sekolah. Jeonghan menoleh ke belakang dan mendapati beberapa siswa menatap ke arahnya. Beberapa siswa terkejut, sebagian yang lain mencibir kesal. Cepat-cepat Jeonghan kembali memalingkan wajah. Dia tidak ingin menambah daftar musuh setelah apa yang ia lakukan pada Park Jihyo.
"Kita mau kemana?" Adalah pertanyaan kesekian kali yang Jeonghan ajukan tapi Seungcheol lagi dan lagi hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.
"Kau akan tahu sebentar lagi... kita akan sampai sebentar lagi..."
Mereka menerobos semak berduri dan Jeonghan harus hati-hati melangkah agar tidak tertusuk duri-durinya. Seungcheol tentu tidak akan mau menunggunya jika Jeonghan tertusuk duri-duri yang tajam dan membuat drama kekacauan lainnya, kan?!
Mereka sampai di sebuah tanah lapang yang sangat luas. Letaknya ada di bagian belakang sekolah. Seungcheol baru melepaskan genggaman tangannya. Dia berbalik, tersenyum simpul dan Jeonghan harus melihat berkeliling untuk menemukan sesuatu yang menarik. Tapi sayangnya tidak ada satu pun yang menarik dari tanah lapang itu.
"Err... apa yang harus kulakukan di sini?! Menarik napas dalam-dalam karena udaranya lebih segar dibandingkan ruang gimnastik tadi? Oookay..."
Seungcheol tertawa.
"Kau lihat yang di sana itu?!" Seungcheol menunjuk ke arah bangunan tua di depan.
Ada apa dengan West Coast?! Kenapa ada banyak sekali bangunan terbengkalai di West Coast?!
"Itu bekas gedung teater. Kurasa terakhir mereka menggunakannya untuk pertunjukkan di tahun sembilan puluhan."
"Darimana kau tahu tentang gedung itu?!"
"Yah... tidak ada yang tidak tahu tentang gedung itu."
"Tapi buktinya aku tidak tahu." Ucap Jeonghan bandel.
Seungcheol kembali tertawa. "Itu karena kau orang baru... ayo. Kuajak kau masuk ke dalam situ."
"Ap?! Tapi... bagaimana kalau ada hal-hal menyeramkan di dalam situ?!"
"Hal-hal menyeramkan? Seperti apa?!"
"Seperti..." Semua adegan buruk dan menyeramkan yang pernah Jeonghan lihat di film horor mendadak terlintas di pikirannya. Tentang psikopat yang memakai topeng dan bersembunyi di sudut-sudut ruangan sambil mengacungkan pisau ke arah korbannya, tentang pembunuh berdarah dingin yang membawa gergaji mesin dan membuntuti calon korbannya kemanapun, tentang hantu-hantu tanpa kepala yang kadang bersembunyi di dalam lemari pakaian. Dan bagaimana kalau ternyata Seungcheol lah pembunuh berdarah dingin itu? Bagaimana dengan menarik korban ke tempat yang sangat indah hingga korbannya terhanyut?! Jeonghan bergidik.
"Bagaimana kalau ada hantu?"
"Hantu?!" Seungcheol mengulang ucapan Jeonghan. Dia tertawa. "Tidak ada hantu di West Coast..."
"Kalau begitu bagaimana dengan pembunuh berdarah dingin? Bagaimana dengan psikopat?!"
"Psikopat..." Seungcheol kembali mengulang. Dia menggelengkan kepala dan memutar mata. "Jangan membuatku tertawa."
"Tapi,-"
"Mau masuk atau tidak? Kau tidak akan menyesal, aku janji..."
Jeonghan menimbang beberapa saat memikirkan tawaran Seungcheol. Giginya menggigit bibir sendiri. Seungcheol masih menunggu dengan sabar. Membulatkan tekad dan menelan ketakutannya sendiri, Jeonghan mengangguk dan Seungcheol tampak senang.
Seungcheol kembali memimpin. Kali ini dia tidak berusaha memegang tangan Jeonghan.
Jeonghan berada di belakang Seungcheol, berusaha sedekat mungkin dengannya. Jemari Jeonghan menggenggam bagian belakang kaos Seungcheol sementara kepalanya berusaha mengintip dari balik bahu Seungcheol yang lebar.
Seungcheol membuka pintu besar berkarat di depan mereka, menimbulkan bunyi menyeramkan yang dipantulkan ke dinding-dinding berwarna kusam. Suaranya terdengar seperti Freddy Krueger yang sedang bercinta dengan dinding.
"Aku sering berkunjung ke sini kalau aku ingin membaca dengan tenang."
"Membaca dengan tenang?!" Bahkan suara Jeonghan terdengar diperbesar belasan kali lipat di tempat itu.
"Kau tahu?! Terkadang mereka tidak membiarkanku membaca dengan tenang di sekolah," Seungcheol mengacak rambut belakangnya dengan frustasi.
Yeah... itu pasti terjadi! Seungcheol sangat tampan dan pintar dan tubuhnya mengeluarkan aroma hutan yang menyenangkan. Setiap cewek di sekolah selalu ingin menarik perhatiannya. Dan di sini lah Jeonghan berada saat ini, bersama cowok paling digilai di sekolah. Wajah Jeonghan kembali memerah. Ugh!
Seungcheol menyusup masuk ke dalam loket yang Jeonghan yakin dulu digunakan untuk menjajakan makanan ringan dan juga tiket menonton. "Dua bungkus pretzel, please..." Selera humornya sangat tidak tahu tempat.
Tapi Seungcheol tertawa.
Ada banyak sarang labah-labah di atas permukaan loket yang tertutup debu tebal.
"Kau tahu?! Dulu mereka selalu mengadakan festival lampion di tempat ini."
"Lampion?!"
"Lampion... aku biasa pergi melihat lampion di tempat ini saat kecil dulu. Ada banyak bentuk lampion. Dan Ibu berhenti mengajakku ke tempat ini semenjak kondisi kesehatannya menurun."
Mereka meneruskan bermain peran petugas teater dengan pembeli. Seungcheol berpura-pura menawarkan labah-labah mati yang ia temukan di bawah konter dengan harga tinggi, menyebutkan berapa harganya, dan Jeonghan berhasil menemukan bangkai kecoak berukuran sangat besar dan itu membuat Seungcheol melompat mundur.
"Hentikan! Letakkan kembali itu!" Jeonghan tertawa tapi akhirnya menuruti permintaannya, membuang kecoak mati itu kembali ke tanah. "Kurasa kecoak itu mengalami mutasi gen..."
Jeonghan memutar mata mendengar teori Seungcheol.
Seungcheol mengajak Jeonghan masuk lebih dalam. Teater itu mempunyai empat ruang pertunjukan. Enam ruangan yang sepertinya digunakan untuk para artis teater merias diri, tiga toilet pria dan wanita, dan anak tangga yang bisa membawa mereka menuju lantai dua.
"Kau bisa melihat semuanya dari atas sini..." Seungcheol benar. Pemandangan sekolah mereka dan juga hutan yang berada di belakang sekolah terlihat luar biasa mengagumkan.
"Ini luar biasa..."
"Aku tahu," Seungcheol mengangguk. Dia berdiri tepat di samping Jeonghan saat ini. "Kau bisa menarik napas dalam-dalam di sini, lalu menenangkan diri. Atau, sesekali berteriak keras dan mengumpat juga asik."
Jeonghan tertawa.
"Terima kasih..."
"Kembali..." Seungcheol menoleh ke samping dan Jeonghan melakukan hal serupa. Jarak keduanya saat ini bisa dibilang cukup dekat. Ini adalah saat dimana para pasangan mencoba mencuri ciuman. Setidaknya itu yang selalu Jeonghan temukan di novel-novel romantis yang pernah ia baca. Tapi tidak untuk saat ini. Karena Seungcheol bukan pasangannya, bukan kekasihnya.
"Senang kembali ke tempat ini..." Seungcheol merentangkan kedua lengannya lebar-lebar, memejamkan mata dan tersenyum. Kemudian dia berteriak keras membuat Jeonghan tertawa.

YOU ARE READING
HEAVEN'S CLOUD | JEONGCHEOL (END)
FanfictionDisclaimer : © BG Seventeen, Pledis Ent, Hybe Pair : Yoon Jeonghan (female gender) x Choi Seungcheol (Scoups) Cover and Picture : Internet Rate : T semi M Syn : Yoon Jeonghan jatuh cinta berulang kali dan jauh lebih sering dari teman sebayanya yang...