Part 10

2.8K 412 11
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Holla, Dear Arasya juga bisa kalian ikuti di aplikasi KBM dan Karyakarsa ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Holla, Dear Arasya juga bisa kalian ikuti di aplikasi KBM dan Karyakarsa ya.
Happy reading semuanya.
Enjooyy

"Seperti yang Anda lihat beberapa lebam yang ada di tubuh pasien itu bekas sebuah penganiayaan, dan bisa saya pastikan jika penganiayaan tersebut baru terjadi kemarin. Lebamnya masih baru, dan mendengar jika pasien hendak bunuh diri saya merasa bukan hanya fisiknya yang terluka, tapi psikisnya juga."

Mendengar dokter Sidik berbicara, Syahid hanya bisa mengangguk-angguk paham, untuk hal-hal dasar seperti ini sebagai seorang Tentara yang seringkali bersinggungan dengan masyarakat langsung Syahid mengerti, tapi sama seperti rasa penasaran yang di rasakan dokter di hadapannya, alasan kenapa perempuan yang bernama Arasya ini nekad ingin mengakhiri hidup menggelitik rasa manusiawi Syahid.

"Pasien sebenarnya tidak perlu di rawat inap, tapi kondisi psikisnya yang membuat kita harus khawatir, bukan tidak mungkin jika dia bisa melakukan hal nekad lagi. Jadi saya sarankan untuk berkonsultasi pada psikolog, yang bermasalah jiwanya, bukan hanya raganya. Kalau boleh saya tahu ada hubungan apa dengan pasien, Pak? Sepertinya Anda sama tidak tahunya seperti saya."

Mendengar pertanyaan dari dokter yang ada di hadapannya membuat Syahid terkekeh geli, memang tidak sopan tertawa saat ada yang sedang terluka apalagi membicarakan masalah medis seseorang, namun Syahid tidak bisa menahan geli atas sikapnya sendiri, bagaimana tidak, sekarang dia bertindak sebagai wali pasien untuk seorang yang sama sekali tidak di kenalnya dan sama sekali tidak Syahid tahu hal apa yang sebenarnya terjadi pada padanya.

Apakah ada hal yang lebih menggelikan daripada rasa kepeduliannya yang terlalu berlebihan pada orang yang bahkan tidak pernah hadir di dalam hidup kita sebelumnya?

"Saya hanya orang yang kebetulan menyelamatkannya saat dia mau bunuh diri, dok!"

Keterkejutan terlihat di wajah dokter tersebut sebelum akhirnya beliau berhasil menguasai dirinya kembali, jujur saja dokter Sidik terkesan dengan rasa tanggung jawab yang di miliki oleh Syahid. Jika biasanya untuk kasus percobaan bunuh diri seperti ini orang-orang yang menolong memilih untuk menyerahkan urusan pada polisi dan pihak berwenang, pria bertubuh tinggi ini justru menyelesaikan pertolongan yang di berikannya.

"Saya kira dia adik, saudara, atau pasangan Anda. Jika seperti ini saya sarankan agar Anda membujuknya untuk mau melaporkan penganiayaannya pada Polisi, sekarang tubuhnya remuk dan bahkan ingin bunuh diri, apapun yang tengah di hadapinya bukan sesuatu hal yang mudah. Walaupun bukan urusan kita sama sekali tapi jika sudah menyangkut urusan nyawa kita tidak bisa menutup mata."

Syahid mengangguk pelan, tidak yakin wanita yang sudah di tolongnya tersebut mudah untuk menerima uluran tangannya, wanita yang kini meringkuk di dalam kamar ruang rawat tersebut jelas sekali type orang yang memendam perasaannya sendiri.

......................................................................

"Seluruh tagihannya akan saya ganti, Pak Syahid. Tapi saya minta waktu karena sekarang saya benar-benar tidak punya uang."

Hela nafas panjang tidak bisa Syahid cegah saat mendengar perempuan yang duduk di kursi sebelahnya ini membicarakan hal yang menurut Syahid sangat tidak penting untuk di bahas oleh seorang yang kondisinya baru saja pulih.

Bahkan wajah pucat Arasya masih sangat mengganggu Syahid, seandainya saja Arasya di rawat di rumah sakit tempat praktik Mamanya, bisa Syahid pastikan jika dia akan mengurung perempuan kurus ini sampai kesehatan baik fisik maupun psikisnya benar-benar sembuh tidak peduli Arasya akan merengek meminta pulang dengan wajahnya yang ketus seperti yang tadi pagi dia lakukan hingga membuat Syahid tidak memiliki pilihan selain mengabulkan permintaannya.

"Saya tidak memintamu untuk mengganti rugi uang perawatan yang sangat tidak seberapa di bandingkan dengan sebuah nyawa yang sudah Tuhan berikan dengan begitu baik hatinya justru kamu permainkan."

"Terserah apa katamu, Pak Syahid. Tinggalkan saja nomor rekening Anda dan saya akan membayarnya satu waktu nanti. Hutang saya sudah terlalu banyak dan saya tidak ingin menambahnya lagi."

Arasya, perempuan tersebut langsung membuang wajah mendengar kalimat sarkas Syahid yang menohoknya, melihat bagaimana wajah Rasya yang terlihat sekali jengkel ingin sekali menyumpal mulut Syahid yang sok tahu tersebut membuat Syahid geli sendiri.

Syahid tidak tahu kenapa, tapi wanita yang ada di sampingnya dengan segala tingkahnya terlihat menggemaskan di mata Syahid, di saat para wanita lainnya berlomba-lomba menarik simpati Syahid, Arasya justru orang yang enggan sekali untuk menerima bahkan hanya sekedar pertolongan yang bagi Syahid tidak seberapa. Tentu saja sikap Arasya yang begitu mandiri bahkan di saat wanita tersebut begitu putus asa dengan dunianya menarik perhatian Syahid lebih besar.

"Jika saya memberikan nomor rekening saya, kamu bisa menjamin bisa mengembalikan uangnya? Untuk apa saya memberikan nomor rekening saya jika pada akhirnya kamu tidak mengembalikannya, bukan tidak mungkin jika kamu akan mencoba mengakhiri hidupmu lagi dan berhasil?" Syahid tersenyum mengejek pada Rasya, setiap ucapan pedas yang terlontar darinya untuk Rasya tidak semata-mata untuk menyakiti perasaan perempuan bertubuh kurus tersebut namun sebaliknya, kalimat menohok tersebut adalah perhatian tersembunyi dari Syahid, beberapa kali berbicara dengan Rasya membuat Syahid paham jika Rasya bukan orang yang menjual keadaannya yang menyedihkan untuk mendapatkan simpati. "Ingat Mbak Rasya, hutang yang di bawa mati itu pertanggungjawabannya jauh lebih berat."

"Nggak, tenang saja. Saya nggak akan bunuh diri, setidaknya saya tidak akan mati sebelum membayar hutang pada Anda, Pak Syahid. Dan tolong berhentilah berkalimat sarkas kepada saya, Anda tidak berhak melakukannya karena Anda tidak merasakan pahitnya hidup yang saya jalani!"

Dengusan sebal terdengar dari Rasya, Syahid benar-benar membuatnya tidak bisa berkutik lagi, menuruti kalimat ketus Rasya yang memintanya untuk diam Syahid memilih menutup mulutnya rapat-rapat, luka yang terlihat setiap kali Syahid menatap mata Rasya membuat hati kecil Syahid serasa tercubit, rasa penasaran Syahid akan pahitnya hidup yang di lakoni Rasya pun semakin menjadi, apalagi di tambah dengan kenyataan mendapati semalaman Rasya menginap di rumah sakit tanpa ada sanak saudara yang menemuinya, hal yang sangat ganjil karena seharusnya keluargalah yang seharusnya di kabari Rasya, bahkan saat Rasya merengek meminta keluar dari rumah sakit sekarang tidak ada kelegaan di wajahnya saat hendak pulang ke rumah.

Melihat segala keganjilan sikap Rasya membuat Syahid berpikiran buruk jika sebenarnya semua masalah yang membuat Rasya putus asa justru berasal dari rumahnya sendiri.

"Habis pertigaan berhenti di rumah cat putih pudar ya, Pak. Nggak usah turun, rumah saya nggak kayak buat menerima tamu."

Benar saja dugaan Syahid, semakin dekat dengan alamat rumah yang di berikan Rasya kepadanya, wajah muram wanita bertubuh kurus tersebut semakin menjadi, manik mata hitam yang bersinar kosong tersebut kini semakin kehilangan cahayanya ketika dia berbicara pada Syahid, saat akhirnya mobil milik Syahid berhenti di sebuah rumah sederhana yang tampak ketinggalan zaman di bandingkan tetangga kanan kiri rumah. Syahid belum sempat berucap apapun pada Rasya menanggapi ucapan Rasya sebelumnya, Rasya  sudah bergegas turun tanpa menoleh atau mengucapkan terimakasih pada Syahid.

Untuk beberapa saat Syahid di buat takjub dengan sikap Rasya yang terkesan tidak mempunyai sopan santun terlebih pada orang yang sudah menyelamatkannya, tapi saat Syahid keluar mobil hendak mengikuti Rasya, pemandangan yang di lihat Syahid membuat matanya nyaris copot.

"Bagus ya minggat dari rumah pulang-pulang di anterin laki-laki nggak jelas!"

Dear Arasya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang