Dear Arasya juga on going di Karyakarsa dan KBM ya
Yuk, kesayangan Mamak Al yang punya aplikasi bisa merapat yaHappy reading semuanya
Enjooyy"Ahhhh, jangan-jangan katanya kamu masuk ke rumah sakit gara-gara sakit patah hati di tinggal sama si Kere itu kawin! Ya Allah, Sya! Nanggung amat kenapa cuma masuk rumah sakit doang, aturannya masuk ruang mayat sekalian biar Ibu bisa cairin asuransimu, kalau gitu kan biar Ibu nggak capek-capek mikir bayar hutang! Dasar anak nggak ada gunanya!"
Deg, jantungku serasa berhenti berdetak saat dengan ringannya Ibu justru menyesali kenapa patah hati yang aku rasakan tidak membawaku ke ruang mayat sekalian, secuil pun rasa khawatir akan aku yang baru saja kembali dari rumah sakit tidak di rasakan beliau.
Ya Allah, di saat ibu lainnya rela melakukan apapun demi kebahagiaan anaknya, Ibuku justru bersikap sebaliknya. Sungguh aku benar-benar merasa seperti anak tiri untuk Ibu kandungku, entah kesalahan apa yang telah aku perbuat di masalalu hingga sekarang aku harus mendapatkan perlakuan yang sangat tidak adil ini dari orang yang seharusnya menyayangiku.
Di suruh mati agar bisa di anggap berguna untuk Ibu, sungguh luar biasa, bukan?! Kali ini aku benar-benar sudah tidak bisa berkata-kata lagi terhadap beliau.
"Astaghfirullah, Bu. Ya Allah, terbuat dari apa Ibu ini sampai tega minta anaknya mati cuma buat asuransi!"
Suara tegas yang terdengar dari sebelahku membuatku menoleh, terlalu tertegun mendengar kata-kata ajaib Ibu yang di luar akal sehat membuatku sempat melupakan hadirnya Pak Syahid yang menyaksikan betapa bobroknya keluargaku. Pria berwajah datar dan selalu mengeluarkan kalimat sarkas saat berbicara ini tampak berang sekali mendengar bagaimana Ibu dengan mudahnya menyumpahiku, sungguh aku merasa miris dan malu sekarang ini, aku mati-matian berusaha menjaga aib Ibu namun dengan entengnya Ibu justru mengumbar kata-kata buruknya bahkan tidak peduli jika itu di hadapan orang asing.
Tatapan tanya yang sempat Pak Syahid berikan padaku seolah dia ingin memastikan apa benar Ibu yang ada di hadapanku ini adalah benar orangtuaku, dan melihat aku yang hanya bisa meringis membuat Pak Syahid semakin menggeleng tidak percaya.
Mungkin Pak Syahid baru menemukan kategori orangtua durhaka, bukan hanya anak saja yang bisa durhaka. Antara percaya tidak percaya ada orangtua yang begitu tega pada anaknya namun Ibuku adalah contoh nyata yang benar-benar ada.
Bukan hanya Pak Syahid yang di buat terkejut dengan umpatan dan makian Ibuku yang bagai mobil dengan rem blong, Ibu yang selalu merasa menang sendiri pun langsung terbelalak tidak suka mendengar Pak Syahid yang menegurnya, beliau yang sempat melupakan hadirnya Pak Syahid kini berkacak pinggang penuh kemarahan saat berhadapan dengan orang baik yang sudah menolongku dari kematian ini.
"Heeeeh, siapa Anda berani mendikte saya!!! Manusia nggak berguna ini anak saya, sudah kewajibannya membalas budi kepada saya sebagai orangtua. Asal Anda tahu ya, kalau saja anak nggak guna ini nggak kebanyakan cincong saat saya memerlukan bantuannya nggak mungkin tanpa sebab apapun saya menyumpahinya! Lagian dari pada hidup nggak berguna mending mati sekalian saja dia, biar asuransinya bisa buat bayar hutang!"
"Astaghfirullah, Bu! Ya Allah......"
Bukan hanya aku yang tidak bisa berkata-kata, tapi Pak Syahid pun tidak bisa berucap apapun selain istighfar yang membuat Ibu kini semakin sinis melihat ke arah pria berusia 30 tahun ini.
"Nggak usah sok nyebut di hadapan saya! Kamu kira saya ini setan apa, justru sekarang saya yang mau tanya, siapa kamu sok-sokan nolong anak nggak berguna ini?" Tanpa ada belas kasihan sama sekali Ibu menoyorku hingga tubuhku yang limbung nyaris kehilangan keseimbangan andai saja Pak Syahid tidak sigap menahanku, "Bagusnya biarin saja dia mati kalau dia kepengen mau mati. Nggak perlu jadi pahlawan kesiangan buat dia, yang ada kamunya ketiban sial deket-deket manusia nggak guna kayak dia. Contohnya saja saya ini, semenjak dia lahir ke dunia, hidup saya jadi sial! Ini anak pembawa sial! Bukan cuma saya yang buang anak nggak guna ini, pacarnya juga nggak mau kan sama dia!"
Andaikan saja membalas perlakuan orang tua yang begitu jahat seperti Ibu bukanlah dosa sudah pasti akan aku buat Ibu membayar setiap kata yang beliau keluarkan untuk menyakiti hatiku.
Enggan melihat tatapan kebencian yang selalu Ibu berikan kepadaku membuatku tanpa sadar beringsut mundur menjauh dan membuat jarak dari wanita yang sudah melahirkanku tersebut.
"Bu, Stop, Bu!" Suara menggelegar Pak Syahid membuat Ibu seketika terdiam tidak berkutik, tidak menyangka jika sosok di sebelahku ini bisa menjadi sangat menyeramkan sekarang ini, wajah ramah yang terlihat beberapa saat lalu saat dia baru saja turun dari mobilnya kini menghilang, aku memang tidak mengenalnya, namun aku cukup bisa membaca situasi untuk tidak mengusiknya, "Berhenti bilang kalau anak Anda itu pembawa sial dan nggak berguna! Ibu macam apa Anda ini! Seharian kemarin saya berpikir kenapa anak Anda sampai memilih untuk mengakhiri hidupnya, siapa yang sudah menyakitinya hingga tubuhnya penuh lebam seperti ini, tidak pernah terpikirkan di dalam otak saya ternyata pelakunya adalah seorang Ibu yang seharusnya menjadi pelindung utama bagi anak-anaknya. Binatang saja tidak akan ada yang tega menyakiti anaknya, Bu! Nasib baik anak Ibu nggak memperkarakan Ibu yang sudah menganiayanya. Kalau saya jadi Arasya, saya tidak akan berpikir dua kali untuk memenjarakan orangtua durhaka seperti Ibu ini....."
Plaaakkkkkkkkk.
"Ya Allah, Bu!" Pekikku kaget saat tamparan keras mendarat di pipiku. Murka dengan kalimat yang terlontar dari Pak Syahid yang seolah menelanjangi aib Ibu sebagai seorang orangtua, membuat Ibu menampar kembali dengan sangat keras melampiaskan kekesalan beliau atas sikap Pak Syahid kepadaku.
"Lihat, gara-gara manusia nggak berguna sepertimu Ibu di hina-hina seperti ini! Senang kamu dengarnya Ibu di rendahkan! Iya?!" Ludah Ibu berhamburan menyembur kewajahku, tidak hanya itu Ibu bahkan menjambak rambutku kuat-kuat hingga aku merasa rambutku rontok sebagian dengan rasa yang menyakitkan, kembali aku mendapatkan muntahan kemarahan dari Ibu, bahkan peringatan Pak Syahid untuk melepaskanku sama sekali tidak di indahkan oleh beliau yang semakin keras menjambakku.
"Ya Allah, sakit Bu! Lepasin! Rasya mohon!" Air mata menetes tanpa bisa aku cegah, sungguh aku benar-benar kesakitan dengan semua perlakuan kasar Ibu.
"Ya Allah, lepas Bu! Atau Ibu mau saya seret ke kantor polisi sekarang?!"
Pak Syahid tidak sekedar mengancam Ibu, dengan satu sentakan keras yang membuat beberapa helai rambutku yang rontok di tangan Ibu akhirnya beliau berhasil melepaskanku dari siksaan Ibu dan kini menyembunyikanku di belakang tubuhnya dari Ibu yang masih berusaha menyiksaku.
Aku benar-benar benci dengan keadaanku sekarang, kenapa harus ada yang tahu betapa menyedihkannya hidup yang aku jalani?
"Sana laporkan sama Polisi, saya tidak takut! Kalian orang-orang luar tidak berhak sama sekali atas keluarga saya! Memangnya siapa kamu haaah, berani membayar berapa kamu meminta saya untuk diam tidak menyiksa anak tidak berguna ini haaah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Arasya
RomanceAnak perempuan pertama, menjadi tulang punggung untuk Ibu yang selalu mengatakan jika hidup keluarga dan pendidikan kedua adiknya adalah tanggung jawabnya membuat Arasya merasa begitu lelah. Di saat rekan-rekannya sudah merajut asa yang di inginkan...