06. Marcapada

18 6 1
                                    

Acleo memandangi langit malam yang indah di penuhi dengan bintang-bintang kecil yang indah. Tetapi tidak dengan isi kepala Acleo, isi kepalanya berisikan pikirannya tentang kejadian yang ia alami di sekolah.

Perban terikat melingkar di kepalanya, luka di dahinya masih basah, luka di bagian mulut Acleo membuat ia sulit untuk berbicara karena luka itu menimbulkan nyeri yang sangat sakit.

Bunda yang melihat anak laki-laki nya yang kepalanya terlingkar perban dan duduk sendiri menatap ke arah langit, langsung menghampiri Acleo dan duduk di samping Acleo. Acleo yang sedari tadi mencoba untuk menahan semua air matanya, ketika melihat wajah Bunda air mata Acleo tidak bisa lagi untuk ia tahan, air mata Acleo mulai jatuh membasahi pipi Acleo.

"Kenapa nak?," Bunda mengelus kepala anaknya yang menangis itu dan memeluknya, ia yakin bahwa anak laki-laki nya itu sedang benar-benar tidak baik-baik saja.

Acleo yang tak kuasa menahan air matanya mengeluarkan semua air mata yang ia pendam, menangis di pelukan hangat Bunda. Acleo menceritakan secara perlahan apa yang di alaminya kepada Bunda, Acleo tidak kuat memendam semuanya sendiri. Hanya Bunda satu-satunya rumah tempat ia bisa bercerita mengeluarkan segala keluh kesahnya selain buku ungu Acleo yang sudah terbakar menjadi abu.

Terlihat jelas raut wajah khawatir kepada putranya ketika Bunda mengetahui apa yang telah terjadi kepada putra satu-satunya. Air mata menetes mengetahui putranya di perlakukan tidak adil, dan tidak wajar.

"Acleo, Bunda ga tega liat Acleo di perlakukan seperti ini sama teman-teman Acleo nak, nurut sama Bunda ya nak, Leo, Leo pindah sekolah saja ya nak, nanti soal biaya Bunda yang pikirin," Bunda sangat cemas entah apa lagi yang akan anaknya dapati di sekolahnya.

"Ga usah Bunda, Leo masih mau bertahan, tanggung bun, sudah kelas 11 , 1 tahun lagi Leo lulus kan," Acleo meyakinkan Bunda dengan keputusannya sendiri.

"Kalau itu memang keputusan Leo, dan itu mau Leo, yaudah gapapa Bunda ga bisa memaksakan, tapi, kalau Acleo udah ngerasa ga sanggup, bilang Bunda ya nak," ucap Bunda tersenyum pada Acleo.

                             *****

Acleo tampak tidak memperdulikan ancaman dari Gavin jika ia masih datang ke sekolah, ia tampak yakin saja pada dirinya sendiri, karena niatnya datang ke sekolah hanya untuk belajar dan menuntut ilmu. Acleo percaya bahwa jika niatnya datang ke sekolah baik maka Allah akan melindunginya.

Acleo bukanlah anak laki-laki yang akan menyerah begitu saja, ia adalah anak yang sangat pantang menyerah, ia akan melawan rasa apapun untuk mencapai suatu hal, Acleo ingin membahagiakan keluarga nya dan membayar perkataan orang-orang yang merendahkan dirinya dan keluarganya, dengan sekolah la ia bisa merubah nasib keluarga nya untuk ke depannya nanti.

Di hari Sabtu ini Acleo menemani teman nya Edgar ke perpustakaan bertemu dengan Adreena pacar Edgar, Acleo sering sekali menemani temannya itu untuk menemui kekasihnya, Adreena, Edgar selalu mengajak Acleo ketika ia ingin bertemu Adreena, Acleo sudah sering sekali menjadi nyamuk di antara mereka, tetapi ia tidak memperdulikan hal itu, ia senang bisa membantu dan menemani teman dekatnya.

Sepanjang menemani Edgar menemui Adreena di perpustakaan, Acleo memilih untuk mengelilingi ruang perpustakaan mencari buku yang menarik untuk ia baca.

3 jam sudah mereka berada di perpustakaan, Edgar sudah puas berbincang dan membaca buku dengan Adreena, dan Acleo sudah selesai membaca 3 buku tebal tentang sejarah kuno. Acleo sangat tertarik dengan hal-hal yang berbau sejarah kuno.

Sore ini Acleo menemani teman nya lagi untuk bermain futsal, Acleo sangat phobia terhadap bola, pernah terjadi kecelakaan kecil pada kepalanya akibat terkena tendangan bola, yang membuat ia menjadi takut apabila ada bola yang mengarah ke arahnya. Itu lah sebabnya Acleo selalu di panggil dengan sebutan "culun" oleh teman-teman yang tidak menyukai nya. Memang tidak seperti anak laki-laki lainnya , tetapi Acleo special dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ia miliki.

Acleo harus menahan rasa takutnya demi menjadi supporter bagi teman dekatnya Edgar, Edgar sedang melakukan pertandingan futsal antar sekolah, dan ia terpilih sebagai perwakilan siswa yang akan berlomba dalam merebutkan juara untuk membawa nama baik sekolahnya.

Pertandingan futsal antar kedua sekolah itu sudah berakhir, team sekolah Acleo berhasil memenangkan pertandingan ini. Hati Acleo sangat merasa senang, tetapi wajah Acleo sangat pucat, tangan nya gemetaran, dan wajahnya berkeringat, ia sangat menahan rasa takutnya kepada bola, semata-mata demi mensupport temannya itu.

"Le," panggil Edgar tersenyum melihat temannya duduk sangat kaku menahan rasa takutnya.

Acleo tampak kaget mendengar Edgar memanggilnya dan langsung menoleh ke arah Edgar.

Edgar hanya bisa menahan tawa melihat wajah temannya sambil meminum sebotol air mineral.

"Udah gapapa, ga jahatin lo kok bola nya, ayo pulang Le, udah sore ni, nanti lu di cariin Bunda," Edgar mengajak Acleo untuk segera pulang karena hari sudah sore dan jam sudah menunjukkan pukul 16.24.

Dalam perjalanan pulang sepanjang perjalanan mereka hanya berbincang ringan, Edgar mencoba untuk menghilangkan rasa takut yang masih terlihat di wajah Acleo.

"Le beli ice kacang merah itu yo," Edgar menunjuk ke arah seorang penjualan ice kacang merah.

"Gue yang beliin," Edgar mentraktir Acleo untuk meredakan rasa takut yang Acleo rasakan, yang membuat jantung nya berdetak sangat kencang.

Acleo dan Edgar tampak sangat lahap dan senang menyantap ice kacang merah. Ice kacang merah adalah makanan favorite mereka. Awal mereka berteman karena ice kacang merah, mereka bertemu ketika sedang mengantri untuk membeli ice kacang merah. Tidak bosan memang mereka selalu membeli ice kacang merah sampai sekarang. Terkadang jika saling tidak memiliki uang mereka hanya membeli satu cap dengan dua sendok, untuk mereka makan bersama. Prinsip mereka adalah satu untuk berdua.

Pertemanan kacang merah mereka berdua memang lah sangat asik sehingga membuat mereka lupa waktu jika hari sudah sore. Hari sudah mulai gelap, mereka memutuskan untuk segera pulang ke rumah.

"Le, ada cewe cantik tu," di tengah perjalanan Edgar melihat seorang gadis perempuan yang tengah berjalan berpapasan dengan mereka.

Acleo yang mengetahui ada seorang gadis yang berjalan berpapasan dengan mereka hanya menundukkan kepalanya.

"Kenapa Le?, ga cantik ya," tanya Edgar heran,padahal ia hanya ingin mencarikan pasangan untuk teman dekatnya Acleo agar jika ia bertemu dengan Adreena Acleo tidak lagi menjadi nyamuk. Tapi entah mengapa Acleo selalu menundukkan kepalanya ketika melihat wanita kecuali bunda dan kedua adik kembarnya.

ACLEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang