11. Amarta

8 5 0
                                    

Pagi ini Acleo merasa tidak enak badan. Tubuhnya terguyur hujan semalam, dan kepalanya pusing akibat tertumbur sebuah motor hingga tubuhnya terlempar.

Bunda tidak menegurnya sama sekali sejak ia pulang semalam. Saat memberikan obat untukku saja Bunda meminta Keyla dan Kaila untuk mengantarkan nya, Bunda menolak kontak langsung denganku.

Acleo bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Walau tubuhnya sedang tidak enak tetapi ia tetap bersekolah karena ia tidak ingin bila ia ketinggalan suatu pelajaran.

Di hari Jum'at ini adalah kegiatan senam bersama. Acleo mulai berbaris di lapangan di barisan kelasnya. Setiap kelas membuat 2 barisan, siswa putra di depan, dan siswi putri di belakang. Semua siswa-siswi sudah mempunyai teman yang berbaris di sebelahnya masing-masing, kecuali Acleo.

"Itu di sebelah Acleo barisan nya ada yang kosong maju!" ketua kelas yaitu Gavin memerintahkan salah satu temannya untuk berbaris di sebelah Acleo.

"Males." tolak salah satu siswa putra yang di perintahkan untuk berbaris di sebelah Acleo.

Tidak ada satupun yang ingin berbaris di samping Acleo. Mereka lebih suka berbaris dengan teman satu circle mereka masing-masing. Sementara Acleo ia tidak mempunyai teman kecuali Edgar. Andai saja Edgar hari ini hadir mungkin Acleo tidak akan sendirian.

Acleo senam tanpa partner di sebelahnya. Setelah 25 menit melakukan senam bersama, akhirnya senam bersama di hari Jum'at ini berakhir. Semua siswa-siswi kembali ke kelasnya masing-masing.

Sudah waktunya jam pelajaran, tetapi tidak ada satupun guru yang masuk ke dalam kelas.

Suasana jamkos membuat semua siswa-siswi sangat tampak bahagia, tetapi tidak dengan Acleo. Ia hanya duduk di tempat duduknya sembari menulis di bukunya. Ia mengganti bukunya dari buku ungu miliknya yang sudah terbakar, menjadi buku hitam.

"Neta, Alfino suka sama lu tuh. Kata Alfino lu mau ga jadi pacarnya." Gavin bertanya kepada Vaneta siswi putri yang duduk di bangku depan Acleo.

Acleo berfikir pasti siswi putri yang duduk di depannya itu sangat bahagia. Karena Vaneta sangat menyukai Alfino. Pasti ia bahagia ketika orang yang ia sukai, juga menyukai nya. Tetapi, yang Acleo tau bahwa Alfino telah mempunyai pasangan yaitu Nayla siswi putri kelas 10, yaitu adik kelas mereka.

Acleo tidak ingin ikut campur dalam urusan mereka. Ia tidak ingin mendapat masalah baru, ia hanya ingin bersekolah dengan tenang tanpa ada masalah.

Acleo melihat Vaneta yang duduk di depannya sedang menuliskan sebuah surat, dengan Gavin yang menunggu di sampingnya. Vaneta tampak sangat senang, sepertinya ia menerima cinta dari Alfino. Acleo ikut merasa senang ketika temannya merasa senang.

"Ca. Gue di jedor Fino." Vaneta memberi tau teman dekatnya yaitu Caca tentang kabar bahagia yang membuat dirinya sangat happy.

Acleo yang tempat duduknya di belakang Vaneta mendengar semua percakapan antara Vaneta dan Caca yang sedang sangat bahagia.

Acleo adalah siswa yang hampir jarang sekali keluar kelas. Ia suka duduk di tempat duduknya saja, dan menulis apapun di bukunya.

Terlihat Alfino berjalan memasuki kelas menggandeng tangan Nayla dan duduk di kursi sembari berbincang.

Vaneta terlihat terkejut ketika melihat Alfino yang mengajaknya berpacaran dan ia telah menerimanya yang artinya mereka telah resmi berpacaran, tiba-tiba membawa wanita lain di hadapan Vaneta langsung.

Acleo ikut terkejut melihat Alfino yang tega memperlakukan seorang perempuan seperti itu. Ya, tapi begitulah Alfino ia memang suka mempermainkan perasaan perempuan. Ia memang menjadi siswa yang banyak di kagumi oleh para siswa-siswi, baik itu adik kelas, teman seangkatan, bahkan kakak kelas.

Vaneta yang merasa sangat kecewa langsung menghampiri Alfino dan Nayla yang belum lama duduk dan berbincang.

"Fino. Maksudnya apa-apaan ini?, lu ngajak gue pacaran , dan gue terima lu. Tapi lu malah deket sama cewe?," Vaneta memukul meja tempat Alfino dan Nayla duduk dengan sangat kuat, ia meluapkan segala rasa kekecewaannya.

"Berani-beraninya lu mukul meja depan gue. Syukur-syukur lu gue ajak jadi pacar gue. Gue tau lu suka sama gue. Jadi gue ajak aja. Walau gue udah punya Nayla sebagai pacar gue. Ada Nayla ataupun lu, Nayla tetep pemenangnya." Ucap Alfino santai, tidak memperdulikan perasaan Vaneta sama sekali.

"Enak amat lu main gini sama cewe. Gue mau putus." Vaneta mengakhiri hubungan nya dengan Alfino, yang baru berjalan tidak sampai 15 menit.

"Alhamdulillah." Alfino yang tidak memperdulikan perasaan Vaneta sama sekali hanya mengucapkan hamdallah ketika Vaneta memintanya untuk putus.

Acleo hanya terdiam di tempat duduknya melihat pertengkaran percintaan temannya. Acleo tidak mengerti sama sekali tentang cinta. Ia hanya asik menonton perdebatan antara Gavin, Vaneta, dan Nayla yang seperti sinetron indosiar.

Vaneta kembali duduk di tempat duduknya yang berada di depan Acleo. Vaneta sesekali menghadap ke arah Acleo yang sedang asik menulis dan menunduk tidak ingin menatap wajah Vaneta.

"Lu juga. Pasti ga mau kan lu temenan sama gue. Temen dekat gue aja si Caca ngejauhin gue gara-gara gue ga jadi pacarnya Fino. Sekarang dia malah temenan sama si Nayla. Kok bisa ya lu diem aja ga ngomong. Gue jadi lu mah dah gila. Human di kelas ini cuma lu yang belum pernah berteman sama gue dan belum pernah ngobrol. Lu jangan sungkan natap gue. Gue ga makan lu." semprot Vaneta kepada Acleo.

Acleo hanya diam dan menunduk mendengar celotehan-celotehan Vaneta. Vaneta mengangkat satu alisnya karena Acleo tidak merespon apapun dari kata-kata panjang yang telah ia lontarkan. Vaneta kembali menghadap ke arah depan dengan perasaan kesal.

*****

Acleo kembali ke rumah setelah seharian belajar di sekolah. Walau hari ini lebih banyak jamkos di kelas nya dari pada waktu pembelajaran. Ia membuka buku pelajaran nya di rumah dan membaca-baca materinya.

Bunda tidak sama sekali menegur Acleo. Berkontak mata dengan Acleo saja Bunda selalu mengalihkan pandangannya. Acleo memutuskan untuk mengajak Bunda bicara dengan baik. Acleo tidak ingin ada jarak antara ia dan Bunda. Karena hanya Bunda satu-satunya orang yang Acleo anggap dekat dan special.

Terlihat Bunda sedang sendiri duduk di kursi teras depan rumah. Acleo langsung menghampiri Bunda, dan perlahan duduk di sampingnya.

"Bunda. Maafin Acleo Bun. Acleo lebih baik Bunda pukul Bun. Acleo ga mau di cuekin sama Bunda gini. Acleo lebih baik di pukul sama Bunda. Bunda marah sebesar-besarnya sama Leo. Dari pada Bunda harus diemin Leo gini Bunda." Acleo memegang tangan Bunda dengan lembut dan mencoba menjelaskan apa yang ia rasakan dengan baik.

Bunda masih belum mau menjawab perkataan Acleo. Bunda hanya menatap ke arah langit melihat awan-awan yang indah.

Bunda sepertinya tidak ingin di ganggu oleh Acleo. Acleo memutuskan untuk meninggalkan Bunda.

"Masih banyak yang belum kamu tau Le." sahut Bunda dengan tatapan masih saja menghadap ke arah langit.

Langkah kaki Acleo terhenti ketika mendengar perkataan Bunda. Ia menoleh ke arah belakang ia pikir Bunda melihat ke arahnya, namun tidak, Bunda masih melihat langit. Entah apa yang membuat Bunda tidak memalingkan pandangannya dari langit.

Acleo yakin Bunda pasti menyembunyikan sesuatu darinya.

Hidupnya memang di penuhi dengan berbagai teka-teki. Jika ini adalah suatu permainan game teka-teki, mungkin ia kini sedang berada di posisi start awal. Ia berharap bahwa ia bisa memenangkan game ini dengan kebahagiaan dari hadiah yang ia dapat dengan memenangkan babak dalam babak game ini. Jika game over ia tidak akan menyerah begitu saja,ia bisa mengulang nya kembali, hingga mencapai hasil yang ia inginkan.


ACLEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang